Lima tahun berlalu.
Waktu teramat cepat berlalalu, kini berbagai usah aku lakukan untuk terlepas dari bayang-bayang masa lalu. Jujur, sejak kejadian terakhir kali itu, aku sempat trauma untuk menjalani sebuah hubungan baru, aku takut cintaku akan hancur kembali. Aku takut seseorang akan membuatku kembali mengenang masa kelam dahulu.
"Sayang-sayangnya aku. Makan dulu yuk!" suaranya nampak nyaring terdengar. Jelas sekali itu suara Daniel teman sekatorku. Dia jugalah teman dalam seluruh kondisi hidupku. Saat aku sedih, dia selalu bisa menghiburku untuk bisa tersenyum kembali.
"Niel, suaranya kurangin dua oktaf, bisa gak sih!" geramku. Daniel hanya tersenyum lalu menghampiriku.
"Yang, makanlah udah laper nih!" ajaknya. Jangan heran kenapa dia memanggil sayang, tak hanya padaku tapi pada seluruh karyawan wanita di kantorku juga. Katanya sih biar adil mangkanya dia panggil sayang semua karyawan disini.
"Bentar ah!"
"Lo juga ngapain disini sih!" ketus Sarah. Salah satu temanku juga.
"Si jutek marah nih," godanya. Aku menahan senyumku.
"Gue timpuk lo pake beling kaca aja jadi, kuda lumping lo!" sahutnya. Semua karyawan yg mendengar bahkan tertawa oleh perdebatan keduanya.
Daniel mendekat, dengan tiba-tiba tubuhnya menyerobot ke tengah- tengah aku dan Sarah. "Senangnya dalam hati, punya istri dua." Dia bernyanyi dengan logat arab yg kental. Aku tertawa mendengarnya. Bahkan aku menghentikan sejenak pekerjaan- ku karna perutku sakit mendengar ocehan Daniel yg tak mau diam.
"Niel! Asli lo bikin gue es termos." Sarah menjitak kepalanya, dengan refleks Daniel melepaskan rangkulan- nya dan mengelus bekas jitakan Sarah.
"Boleh dong, es termosnya dua ya Mbak!" serunya. Emosi Sarah yg akan segera meledak membuat Daniel tersentak dan menarik badanku agar ada di depannya. Tujuannya ya untuk jadi tameng dari pukulan Sarah yg akan segera meledak.
"Sar, tenang," ucapku.
"Si kutu rambut satu ini, emang harus di kasih racun, Nu." Sarah sudah berkacak pinggang. Dia menatap Daniel dengan tatapan membunuh.
"Tolongin gue, Nu. Mak lampir mau jadiin gue tumbal kayanya," cicitnya pelan. Dia terus berdiri di belakangku.
"Mangkanya jangan cari gara-gara, Niel. Kita lagi kerja juga, jangan ganggu dulu!" seruku. Daniel mengangguk dan duduk memantau kita dari sana.
"Neng, kalo Abang bilang mundur- mundur ya, Neng! Mundur-mundur" ucap Daniel saat Sarah hendak mundur dan berbalik.
"Diem gak! Kalo lo masih mau hidup, mending diem!" ketus Sarah.
Aku hanya tertawa, melihat perdebatan keduanya. Aku selalu tertawa, ada saja hal kecil yg mereka ributkan. Yang satu juteknya minta ampun, dan yang satunya tengil masyaallah. Aku bingung bagaimana mendamaikan mereka.
"Semuanya udah siap?" tanya seseorang. Dia tegas, berkharisma dan sangat ramah.
"Sebentar lagi, Pak. Tinggal tahap finishing," sahutku dengan cepat. Ia tersenyum lalu kembali ke ruangannya.
Tarikan bibirnya yg melengkung kadang membuatku terpanah. Dia sungguh berbeda dimataku, tak hanya mapan dan tampan tapi dia juga sangat pintar. Dia mendirikan usahanya sendiri, dia berjuang membesarkan- nya pun sendiri, tanpa campur tangan orangtua ataupun orang lain sampai perusahaan ini besar dan terus membesar.
Aku kini bekerja di perusahan
'AD COMPANY' perusahaan yg bergerak di bidang daur ulang sampah ini tengah banyak di gandrungi oleh masyarakat, bukan hanya kualitasnya yang bagus saja tapi, perusahaan ini juga bisa menyulap berbagai barang bekas menjadi barang-barang bermanfaat dan ramah lingkungan pastinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANUGRAH
RandomAku tidak ingin bertemu dengannya lagi, ini terlalu menyakitkan. Aku tau aku yg salah karena jatuh bahkan terperosok oleh pesonanya. Sedari awal harusnya aku sadar dia telah memberiku penolakan dengan cara halusnya. Tapi dengan tingkat kepedean dan...