Shoot Out

1K 98 14
                                    

warn! pendek dan membosankan.

》PARTNER《

Pertama kali bertemu San, Wooyoung tau kalau laki-laki mungil itu punya kenangan buruk dengan peluru dan senjata api lainnya. Wooyoung sadar tapi sepertinya San tidak sadar akan traumanya.

Pagi ini Wooyoung mengajak San ke area belakang mansion Onyx Alpheratz, tempat di mana para anggota organisasi ini melatih kemampuan bertarung mereka.

Wooyoung membawa San ke tempat pelatihan tembak. Langkah San melambat seiring mengikisnya jarak mereka dengan tempat latihan tersebut. Suara tembakan juga terdengar nyaring.

Tiga langkah berikutnya, San langsung berjongkok dan menutup telinganya rapat-rapat. Tanpa sadar airmata mengalir dari manik serupa kucing itu.

Wooyoung tidak menyangka ternyata efek traumanya bisa separah ini. Padahal jarak mereka dengan tempat latihan tembak masih sangat jauh. Dia berlutut, mensejajarkan tubuhnya dengan San, lalu merangkul partnernya itu.

"Ayo bangun. Kita ke dalem aja ya," ajak Wooyoung.

San mengangguk. Dia meraih tangan Wooyoung sebagai tumpuannya berdiri, tapi dirinya ambruk lagi. Dia bingung dengan tubuhnya, lututnya lemas dan rasa gelisah menyerangnya tanpa ampun.

Wooyoung yang tak tega langsung mengangkat tubuh San, tangan kanannya berada di ketiak San dan tangan kirinya menahan beban di paha San, menggendong kekasihnya ala pengantin.

San yang terkejut reflek mengalungkan tangannya di leher Wooyoung, membuat wajah keduanya begitu dekat.

Wooyoung membawa San ke kamarnya, meletakan tubuh si Choi di kasur. Dia mengusak rambut San, mencoba menenangkan bayi besar yang masih menangis itu.

"Aku ambil air ya?"

San menggeleng. Dia menerjang Wooyoung, memeluknya dengan sangat erat yang tentu dibalas juga. Bermenit-menit mereka dalam posisi seperti itu, tapi tangis San tidak juga reda.

Wooyoung menghela nafas.

Ini akan membutuhkan usaha ekstra.

》PARTNER《

San pikir dia sudah menjelajahi semua sudut markas besar Onyx Alpheratz. Tapi ternyata banyak sekali pintu rahasia yang tersembunyi di dalam rumah mewah mirip kastil ini.

Contohnya seperti sekarang.

San tidak menyangka kalau mansion ini sebenarnya terdiri dari lima lantai, dua lantai terletak di bawah tanah yang jelas tersembunyi.

San baru tau sekarang karna Wooyoung mengajaknya. San bahkan tidak dapat menyembunyikan ekspresi kagetnya kala melihat pintu rahasia yang super canggih.

"Ini Yeosang yang buat. Cuma Alpheratz yang bisa dapet akses ini," ujar Wooyoung.

Pintu itu terhubung dengan tangga yang langsung mengarah ke bawah. Sengaja atau tidak, tapi jalan menuju tangga tersebut seperti dibuat temaram, membatasi penglihatan San.

Wooyoung mengulurkan tangannya, "Aku hapal semua jalan ini kayak hapal semua tentangmu."

San tersenyum kecil, menerima uluran tangan Wooyoung, menuruni satu-persatu anak tangga dengan hati-hati.

Sampailah mereka ke sebuah ruangan dengan berbagai macam senjata yang terpajang apik di dinding. Ada juga semacam papan bundar yang berdiri di sisi belakang ruangan, mungkin papan target.

Wooyoung mengambil salah satu senjata laras panjang, berjalan menghampiri San sambil mengotak-atik sesuatu pada senjata itu.

Di luar dugaan, Wooyoung malah menyerahkan senjata tadi pada San.

"Woo--"

"Kamu bakal jadi partner Aku, San. Partnernya Axelle Jung engga boleh punya kelemahan," potong Wooyoung.

Dengan tangan bergetar San mengambil senjata berjenis M1 Garand dari tangan Wooyoung. Dia menghadapkan tubuhnya ke papan target, menghela napas dan mencoba fokus.

"Kakinya dilebarin, tumpuin beban di kaki depan," arah Wooyoung.

Tanpa sadar San menahan nafas saking gugupnya.

"Jangan ditahan nafasnya Sanchezt Jung, nanti kamu mati. Aku belum nikahin kamu lho, jangan mati dulu ya!"

"Wooyoung-ie!" pekik San.

Wooyoung tertawa, "Maaf-maaf. Aku ganggu fokus kamu ya?"

San kembali menghela napas untuk kesekian kalinya. Dia mengokang senjatanya, menargetkan titik hitam di seberang tembok.

Wooyoung menepuk pundak San, "Yang sejajar. Fokus cuma di depan."

"W - wooyoung-ie."

Wooyoung berdiri di belakang San, mengarahkan moncong senapan ke titik yang dimaksud, memegang erat kedua tangan San, mulutnya berbisik di telinga San, "Jangan dengerin suara apapun, cukup dengerin suaraku aja."

"Suara Wooyoung."

"Yes, babe. Only My voice."

Perlahan-lahan Wooyoung bisa melihat ketegangan San berangsur kurang, Wooyoung bisa merasakannya.

Pelatuk San tarik, tembakan dilepaskan. San terdiam dengan pandangan kosong, di dalam hati terus bergumam, 'Suara Wooyoung' berkali-kali. Mengabaikan kilasan abstrak yang menyerang otaknya, juga jantungnya yang berpacu lebih cepat.

Wooyoung mendekati papan target yang ditembak San. Dia bergumam, "Tujuh. Angka yang bagus buat percobaan pertama."

Wooyoung menghampiri San, memeluknya dengan erat, bangga karna akhirnya kekasihnya itu bisa melawan ketakutannya.

"Good, kitten."

:: bonus ::

"Wooyoung-ie."

"Yes, Sunshine?"

"Tembakanku bagus engga?"

"Eum kurang."

"Kok kurang?"

"Kamu belum nembak hatiku, sayang."

"Bentar, aku ambil pistol dulu."

"Ahaha... Bukan tembak yang itu, little kitten."

"Terus apa?"

"Be my wife, please?"

"Wooyoung jangan bercanda!"

"No, I'm not."

". . . ."

"So?"

"Hai, so shimasu." ("Ya, aku mau.")

-The End-

Hai:)
Ini short-update karna otak saya yg tidak tau diri terus mikirin woosan padahal harus ngegarap book yeojong hiks

/pukul pala wooyoung/

THANKS RVC NYA KA!

Partner [ woosan ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang