BAB 2

507 412 137
                                    

🌷🌷🌷
"Kurang-kurangilah berharap kepada manusia, karena kau tak tahu apakah harapanmu itu akan mengantarkanmu pada surga atau neraka. Sebaik-baiknya menggantungkan harapan hanyalah kepada Allah Yang Maha Esa"
🌷🌷🌷

Sudah tiga hari ini Barra terus memikirkan Jhezya, ia tidak tahu kenapa gadis itu terus berada di pikirannya sejak pertama kali bertemu waktu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah tiga hari ini Barra terus memikirkan Jhezya, ia tidak tahu kenapa gadis itu terus berada di pikirannya sejak pertama kali bertemu waktu itu. Pada hari itu Barra mendatangi rumah sakit tempat nenek yang ia tabrak dirawat.

Untungnya nenek itu tidak meninggal, hanya saja luka yang cukup besar di kepalanya membuat beliau harus dioperasi. Barra meminta maaf pada nenek itu dan berjanji menanggung seluruh biaya rumah sakit hingga pengobatan beliau sampai sembuh.

Nenek itu tidak marah pada Barra dan juga tidak berniat untuk melaporkan Barra ke polisi.

"Abi ..." panggil Farehz seraya melirik Barra.

Abidzar mengikuti arah lirikan Farehz "Kenapa?" tanyanya.

"Si Barra, kenapa akhir-akhir ini sering senyum-senyum sendiri?" tanya Farehz curiga.

Abidzar mengendikkan bahu "Yeeeee, mana gue tau lah! Tanya aja sendiri ke orangnya" ujar Abidzar sarkas kembali fokus pada ponselnya.

"BOSSS!!!" panggil Farehz membuat Barra hampir terjungkal dari kursinya.

"Anjir lo!! Ngangetin!!!" geram Barra membenahi posisi duduknya.

Mereka bertiga kini berada di markas AT, membolos memang sudah menjadi asupan sehari-hari bagi mereka. Tak ada yang berani menegur mereka, hanya Pak Imran selaku kepala sekolah dan Pak Afid selaku guru BK saja yang berani menegur mereka. Karena guru-guru pun tahu, Barra adalah putra pemilik sekolah ini sekaligus donatur terbesar SMA Atmajaya Liban.

"Yaaa sorry Bos! Hehe" ujar Farehz. "Kenapa?!" tanya Barra datar.
"Bos lagi naksir cewek ya nih pasti. Ketauan sering senyum-senyum sendiri," celetuk Farehz berasumsi sendiri.

Barra melemparinya dengan bungkus rokok yang masih ada isinya setengah. "Wahh asik! Rejeki anak saleh" ujarnya girang.

Barra berpindah duduk mendekati kedua sahabatnya. Kini posisi Barra duduk berhadapan dengan kedua sahabatnya di atas karpet. "Kayaknya gue beneran lagi naksir cewek, Rehz" ujar Barra serius, Farehz tertawa lepas.

"Tuh kan! Emang ya, tafsir seorang Farehz itu gak pernah salah. Lo naksir sama siapa Bos? Buruan tembak aja kalo gitu" desak Farehz berapi-api.

Barra menggeleng "Tapi gue gak kenal dia. Ketemu aja baru sekali, cuma tau namanya doang" jujur Barra lesu. Abidzar yang juga mulai kepo, menyudahi sejenak game nya

"Siapa namanya?"

"Jhezya" jawab Barra singkat.
Abidzar tersedak oleh salivanya sendiri. 'Mampus! Bisa-bisanya Barra naksir adik gue' batin Abidzar.

CAN YOU ? [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang