Tidak Penting?

21 6 18
                                    

Suara deruman motor itu terdengar memasuki garasi rumah. Tampak ada sebuah mobil merah yang sedang terparkir di rumahnya. Tanpa berpikir panjang, Bagas segera berjalan santai memasuki rumahnya. Ia lupa ibunya sudah pulang, pasti dia akan dimarahi abis-abisan karena pulang lama. "Samlekom maa," sapanya dengan menampilkan senyum terindahnya.

"Dari mana aja kamu!" ketus ibunya yang lelah menunggunya pulang hingga selarut ini.

"Abis memastikan calon ibu dari anak-anak Agas selamat sampai rumah, mama masih pingin cucu kan?"

"Sejak kapan Lo punya cewek? kayanya semua orang disekolah lo galakin mulu dah," komen Wina seraya duduk di sofa sambil mengangkat kakinya.

"Diem lo kutu kupret," sinis Bagas melirik sepupunya itu.

Wina tertawa nyaring, "sok galak dih."

Belum lagi Bagas sempat menjawab, ia dapat merasakan telinganya ditarik dengar kerasnya. Tentu saja pelakunya adalah ibunya sendiri, "Aduhh, maaa, kalo telinga Agas yang sempurna ini rusak gimana?" ia merengek seraya mengusap usap telinganya yang memerah.

"Biarin, kalo besok pulang lama lagi, mama kunciin kamu di luar."

Mendengar itu hanya membuat Bagas cekikikan tak jelas lalu segera menunjukan jari telunjuk dan tengahnya, "Peace maa, besok Agas pulangnya ga bakal ga lama kok."

Sudah lama sekali sejak terakhir kali ada yang memperhatikan jam pulangnya. Biasanya juga hanya Bibi yang bekerja di rumahnya. Jihan mengernyit mendengar hal itu, lama ditinggalkan sepertinya anaknya itu malah menjadi semakin goblok.

"Eh, Agas udah pulang, yaudah ayuk makan malam bareng," ajak tante Jenny, ibu dari Winarta yang baru keluar dari dapur.

Bagas meletakkan ujung tangannya di alis, seperti gerakan hormat pada bendera, "SIAP TANTE" ujarnya dengan suara baritonnya yang biasa dipakai ketika menjadi pemimpin upacara di sekolah. "Tapi Agas ganti baju dulu"

Suara Bagas yang begitu kontras dengan yang sebelumnya membuat Wina terbahak mendengarnya, "Dasar berkepribadian ganda lo!" celetuknya lalu bangkit mengikuti ibunya ke ruang makan.

"Yang penting ganteng ga kaya cowok lo," Bagas menjulurkan lidahnya untuk mengejek Wina. Ia segera menaiki tangga untuk berganti baju tanpa menghiraukan jawaban dari Wina.

Di meja makan yang di tempati empat orang itu, hanya terdengar dentingan sendok. Keempatnya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Bagas dan Wina sibuk dengan ponselnya, sedangkan ibu mereka fokus pada makanan itu. Sesekali Jihan dan Jenny melontarkan pertanyaan. Namun hanya di jawab singkat oleh anak-anaknya.

"Woy, Anjing, manusia laknat lo!" seru Wina tiba-tiba dan berakhir mendapatkan tatapan menusuk dari Jenny.

Bagas seraya menahan tawanya bertanya, "Siape?" menatap sepupunya yang duduk di depannya.

"Lo, gile, si Aletha nyasar bege, katanya lo yang nyuruh naik angkot" pekiknya seraya melemparkan sepotong ayam ke arah Bagas.

"Aletha siapa?" pertanyaan itu malah di hadiahi pelototan dan injakan kaki dari gadis di depannya. Laki laki itu segera meringis dan menaikan kakinya.

"Temen sebangku gue la geblek, yang sering lo hukum,"

"Ooh" Bagas yang menangkap potongan ayam tadi melahapnya, "Lah, siapa suruh dia nanya sama gue, gue sendiri kagak pernah naik angkot."

*

Siang tadi...

"Terus aku pulang sama siapa?" pekik gadis itu. Ia melirik ke arah Bagas yang berdiri santai seraya memasukkan tangannya di dalam saku celananya. Tidak mungkin kan Aletha meminta Bagas yang mengantarnya. Tentu aneh sekali rasanya jika diantar oleh orang yang hampir tidak dikenalnya. Bisa bisa jantung Aletha copot karena berada di dekatnya dalam waktu yang lama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang