9. Mawar putih
Karena menjadi tidak tau adalah hal paling menenangkan yang paling tidak beresiko.
_________________________________Bagas membuka buku cetak matematikanya yang tergeletak sedari tadi diatas meja. Tak berminat sama sekali bahkan untuk membaca barang satu halaman. Tapi untuk mejadi duta sekaligus pasangan Ternita dalam lomba yang akan ia ikuti dalam waktu dekat. Bagas jadi harus berusaha mati matian tahan dengan pembelajaran yang biasanya ia tinggal mabal nongkrong bareng anak anak lain.
Jadi duta itu harus pinter, harus bisa jadi panutan buat yang lain. Bukan cuma ajang siapa yang menang. Perkataan Ternita terngiang ngiang ditelinganya.
Cewek itu tak berusaha apa apa. Bukannya menyepelekan, tapi Ternita sudah bilang kalo dia cuma akan ikut atas permintaan Angga. Untuk menang? Itu bukan tujuannya. Salah satu alasan adalah agar membungkam mulut mulut kotor orang orang yang hobi sekali mengatai Ternita didepan wajah cewek itu. Berani sekali kan? Tapi giliran Bagas datamg dan mensejajarkan dirinya dengan Ternita. Mulut mulut kotor itu tak bertindak sesuka hati mereka seperti biasanya. Malah berkomat kamit seolah olah Bagas adalah setan yang kalo dibacain ayat kursi bakal menghilang. Gue islam tau!
"Lagi ngapain?" Suara lembut Ternita mengalihkan atensi cowok itu sesaat. Bagas meletakan pulpen bertinta itu dan menopang pipinya menoleh Ternita. Sejenak menghentikan aktivitasnya.
"Mikirin masa depan sama kamuu," wajah Bagas dibuat segemas mungkin.
"Mau muntah gue anjg,"
Ternita memalingkan wajah. Bukan karna malu tetapi muak. Astaga Bagas, wajahnya sama sekali tak menggambarkan keimutan sedikitpun."Lo abis latihan, ya?" tanya Bagas melihat ada sisa air keringat menetes dipelupuk mata Ternita. Ternita mengangguk pertanda iya. Minggu depan Ternita ada pertandingan tingkat nasional yang diikuti dari berbagai sekolah. Ternita bukan cuma atlet biasa, dia adalah anak emas kebanggaan sekolah pula walaupun reputasinya dimata siswi lain tak sebagus demikian.
Peraih mendali terbanyak tahun ini. Sekitar hampir 20 mendali yang terdiri 11 emas, 5 perak dan sisanya perunggu. Memang Bagas gak pernah salah pilih. Ibunya yang bilang sendiri. Tapi ayah Bagas selalu bilang kalo Bagas itu pembawa bencana. Jadi sekarang siapa yang harus kita percaya? Ayah Bagas atau ibunya? Percaya sama yang maha kuasa ajalah.
"Lo capek ya? Mau gue beliin makan aja gak nanti? Biar lo gak usah keluar kelas. Istirahat aja. Biar gue sama yang lain beli makan," tawar Bagas perduli. Salah satu taktik mencuri hati para gadis.
Ternita masih menyeka keringatnya dengan handuk warna putih kecil itu. "Gue ikut aja. Gak enak nanti malah ngerepotin lo pada." jawab Ternita sungkan.
Bagas mengela nafas pelan. "Dalam kamus gue lo gak pernah tuh ngerepotin gue. Justru lo itu harus sering sering ngerepotin gue Ta. Malah kalo perlu lo minta tolong gue yang aneh aneh. Percaya deh, sekalipun lo nyuruh gue nyebur ke kali yang banyak buayanya. Mungkin bakal gue jabanin!" ujar Bagas menaikan satu alisnya.
Ternita tersenyum simpul, sifat jahilnya krluar untuk menggoda Bagas. "Ah masa? Yang bener nih Babang Bagas? Kalo adek Tata nyuruh nyebur ke kolam yang isijya buaya semua emang mau nyebur beneran?" ledek Ternita dengan menambahkan embel embel kata Abang pada kalimatnya. Awal mula pencetus nama panggilan itu adalah Oji. Cowok itu suka sekali memanggil Bagas dengan embel embel Abang. Biar keren aja sih katanya. Tapi setelah itu hampir satu kelas memanggilnya sebutan Babang tak terkecuali anak perempuan.
"Jangan panggil Babang ah, geli!" Bagas merinding. Padahal kan itu panggilan bagus kenapa musti geli?
"Ih kok Abang Bagas gitu sih?" goda Ternita ketagihan melihat respon Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
BABYBOY
Teen FictionBagas andara~ si jago basket petakilan yang gayanya selangit melebihi hotman paris. Punya jiwa jiwa sinting setengah waras yang masih dipertanyakan hingga sekarang, dimana letak kewarasannya? Bertemu dengan Ternita salsabila Ananta~ cewek mandiri si...