Malam hari tiba tepat pada pukul 19.00 WIB. Saat ini Vanya sedang bermain dengan Agatha di rumah Valent, rencananya semakin maju saja. Agatha sudah hampir sembilan puluh persen terpengaruh oleh ibu kandungnya sendiri yang berniat jahat.
Valent yang sedang mengobrol dengan Araxi, sesekali melirik Agatha yang terlihat bahagia bermain dengan Vanya. "Agatha... udah kerjain PR-nya?"
Agatha yang sedang tertawa tiba-tiba saja berhenti dan memasang wajah malas. "Belum... Agatha nggak mau kerjain PR, Agatha mau main aja sama mama."
Valent tidak bisa membiarkan ini terjadi, semakin hari, Agatha semakin melupakan kebiasaannya seperti biasa. Valent berdiri dan menghampiri ponakannya. "Agatha kerjain PR-nya dulu, besok harus dikumpulin, kan? Biasanya Agatha itu jam segini lagi kerjain PR."
Agatha merasa kesal, dia sedang asik bermain, tetapi Valent justru menyuruhnya untuk mengerjakan PR. "Agatha nggak mau, Aunty! Agatha mau main aja, PR itu nggak penting!"
Valent yang memang sudah lelah karena mengejar pekerjaannya di kantor, mendengar teriakan dan bantahan Agatha membuat dirinya tersulut emosi. "Agatha! Aunty nggak pernah, ya ajarin kamu kayak begini, Aunty nggak pernah ajarin Agatha ngebantah dan nggak mau ngerjain PR!" bentak Valent.
Araxi berusaha menenangkan sahabatnya itu dengan mata yang menatap Vanya curiga. "Val, tahan emosi lo."
Valent memejamkan matanya sejenak, menarik napas, dan mengembuskannya pelan. "Agatha masuk kamar sekarang, kerjain dulu PR-nya. Besok pulang sekolah bisa main lagi sama mama, ya," ucap Valent mencoba melembutkan Agatha.
"Agatha nggak mau, Aunty!" teriak Agatha lagi, membuat hati Valent berdenyut sakit.
"Agatha! Aunty bilang ma–"
"Udah, Valent!" potong Vanya, dengan dramatisnya dia menggendong Agatha dan mengusap lembut rambut anaknya. "Lo kenapa, sih? Agatha itu cuma main sama gue, gue mamanya... lo kenapa, sih? Nggak suka banget anak gue sendiri main sama gue. PR, kan bisa dikerjain nanti. Lo juga nggak usah bentak-bentak anak gue."
Valent mengerutkan keningnya. Dia sedikit menyesali karena emosi dan lelah sampai akhirnya membentak Agatha. Sungguh, dirinya tidak bermaksud seperti itu, dia hanya ingin Agatha mengerjarkan PR-nya dan waktu bermain dengan Vanya sudah cukup dari siang tadi. "Sorry, Va. Tadi gue emosi... Agatha nggak biasanya kayak gini, dia pasti tau waktunya main, waktunya belajar, dan waktunya ngerjain PR."
Vanya berdesis. "Jadi maksud lo, semenjak ada gue Agatha berubah. Gitu?"
"Iya!" jawab Araxi, dia menatap Vanya dengan tidak suka, "Emang iya, semenjak lo dateng padahal nggak diundang, Agatha berubah... bukan ke yang lebih baik, tapi malah ke yang lebih buruk."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Aunt My Hero [END].
General Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA.] (PART MASIH LENGKAP, RINGAN KONFLIK.) SAYA MENANTANG KALIAN BACA CERITA INI. Agatha nggak punya Mama. Agatha nggak punya Papa. Agatha nggak punya Paman. Agatha nggak punya Kakak atau Adik. Agatha nggak punya Opah dan Omah. ...