Pagi ini, Dicky harus pergi dari rumah Siska, sesuai dengan permintaan mamanya... kalau dia hanya diberi kesempatan semalam untuk tidur di rumah.
Berjalan dengan paksaan untuk tidak berputus asa, saat ini pria itu merasa kalau semua orang mengasingkannya. Hanya Michelle harapannya sekarang.
Tujuan pertamanya adalah ke apartement Michelle, menceritakan padanya apa yang sudah terjadi, dan mungkin akan meminta Michelle sedikit bantuan.
Mengembuskan napasnya pelan, Dicky menatap langit yang cerah dan matahari yang nampak terik itu. "Semoga Michelle bisa bantu gue."
Dia merogoh kantong celananya, tetapi tidak menemukan benda yang dia cari.
"Stupid! Gue lupa kalo mobil gue udah ditarik," decaknya pada diri sendiri.
Menggeleng pelan, Dicky langsung berjalan kaki untuk sampai pada halte dekat komplek rumh Siska. Berjalan dari komplek ke halte tidak terlalu jauh, tetapi cukup melelahkan bagi seorang Dicky yang biasanya naik mobil walau hanya jarak dekat.
Cuaca hari ini sepertinya mendukung untuk menghukum Dicky atas perbuatannya yang sudah mengkhianati Araxi.
Matahari sangat terik, Dicky merasa seperti akan terpanggang hidup-hidup padahal dia sudah memakai jaket untuk melindungi tubuhnya dari paparan sinar matahari.
Sesampainya di halte, dia harus menunggu angkot untuk menuju apartement Michelle. Mengapa tidak naik taxi? Uang Dicky tidak cukup untuk menaiki taxi, dia juga harus berhemat sekarang atau kalau tidak, dia akan benar-benar seperti gelandangan.
Tin!
"Mas, naik angkot?" tanya supir angkot.
Dicky mengangguk dan langsung menaikinya, namun sayang... di dalam cukup penuh, Dicky harus berdempetan dengan yang lainnya.
Setelah angkot itu melaju, Dicky mulai merasakan tidak nyaman menaiki angkot. Sebenarnya dia hanya tidak terbiasa saja, tetapi untungnya pria itu mampu untuk tidak memperlihatkannya.
Hebat banget orang-orang ini, bisa tahan panas sekaligus bau badan orang lain yang nggak enak. Gue harap, gue bisa tahan juga dan nggak pingsan sampe turun di apartement Michelle, batinnya.
"Mas, udah sampe. Apartement, kan?" ucap supir angkot membuyarkan lamunan Dicky.
"Iya, Pak. Berapa?" tanya Dicky.
"Biasa, Mas. Jauh deket lima ribu," jawab supir angkot itu.
Dicky mengeluarkan uang dari dompetnya, dia memberi supir angkot itu selembar lima ribu, dan langsung memasuki apartement.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Aunt My Hero [END].
General Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA.] (PART MASIH LENGKAP, RINGAN KONFLIK.) SAYA MENANTANG KALIAN BACA CERITA INI. Agatha nggak punya Mama. Agatha nggak punya Papa. Agatha nggak punya Paman. Agatha nggak punya Kakak atau Adik. Agatha nggak punya Opah dan Omah. ...