Chapter 8

4.9K 835 44
                                    

Riuh angin terdengar, membawa riuh lainnya yang begitu berisik menemani hujan yang tak kunjung berhenti untuk siang kali ini, memberikan genangan pada salah satu titik jalanan maupun pedestrian karena hujan begitu lebat, seolah badai menyapa kota ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Riuh angin terdengar, membawa riuh lainnya yang begitu berisik menemani hujan yang tak kunjung berhenti untuk siang kali ini, memberikan genangan pada salah satu titik jalanan maupun pedestrian karena hujan begitu lebat, seolah badai menyapa kota besar kali ini. Bahkan, beberapa penghuni gorong tampak nya telah mencoba untuk menyelamatkan diri dan juga barangnya, air mulai menggenang di sana begitu menyeramkan.

Hal itu tak terlepas dari iris hitam yang kini menatap kosong di depan toko kelontong milik seorang wanita paruh baya yang telah merawatnya sejak ia berumur belasan, memberikan seluruh kasihnya, bahkan segala yang ia inginkan dalam keadaan sulit sekalipun. Wanita itu tengah menangis, di dalam rumah yang masih terasa begitu hangat karena pilihannya, pilihan yang terlalu ceroboh dalam keadaan ketakutan dan terdesak. Ia menyadari kecerobohan nya.

Namun, tak ada pilihan lain dengan tatapan kosong mengarah pada langit dan telinga yang terlalu penuh oleh suara, entah suara jeritan, entah suara guntur yang terdengar layaknya dinamit yang mengudara di langit, ataupun suara tarikan pelatuk yang kini mampu membuat tubuhnya berjengit, mengedarkan pandangannya dan menemukan sebuah mobil yang dikatakan akan menjemputnya, membawa ke rumah di mana pria itu berada— Pria yang telah menyelamatkannya.

Iris hitam nya menangkap seorang pria yang kini melangkahkan kakinya keluar dengan raut wajah yang begitu dingin dan tampak kasar, tampak akan menjawab tanpa belah kasih jika ia bertanya hingga pandangannya pun menunduk, menyimpan tas besar berisi pakaian dan melangkahkan kakinya masuk ke arah Nyonya Jeon yang kini masih terisak, membuatnya menggenggam jemari itu hingga Nyonya Jeon menggelengkan kepalanya pelan.

"Kau ceroboh, Jungkook— Tidak ada hal baik yang akan kau dapatkan di sana."

Wanita paruh baya itu berbisik membuat Jungkook terdiam dengan tatapan kosong serta air mata yang menetes. Ia mampu menerka hal itu dengan revolver yang dikeluarkan begitu mudah, raut wajah, serta tatapan yang begitu dingin itu menjadi saksi jika tidak ada yang baik di antara mereka hingga Jungkook hanya mampu mengangguk dengan air mata yang turut menetes dan merengkuh tubuh wanita paruh baya itu.

Setidaknya, Jungkook mampu membantu wanita itu dengan cara seperti ini, sebagai rasa terima kasih nya yang begitu besar karena telah memberikan kasih untuknya tanpa meminta balasan.

"Aku akan segera kembali, aku akan menjenguk mu dan mencari cara nya." Ucap Jungkook yang mencoba untuk menghentikan tangisnya, melonggarkan rengkuhan itu dan mengusap jejak air mata yang Nyonya Jeon miliki hingga Jungkook pun mengambil langkah mundur, membuat Nyonya Jeon memilih bangkit dan mengantarkan kepergian putra nya itu, yang telah menemani nya begitu lama dan mampu membuatnya merasa kehilangan bahkan ketika pemuda itu ada dihadapannya.

"Aku— Akan mencari sesuatu yang menarik untuk Tuan Kim agar kau kembali, bertahan lah, Jungkook."

Mendengar hal itu membuat Jungkook terisak dan menganggukkan kepalanya lalu mengangkat tas besar yang ia miliki, masuk ke dalam mobil yang cukup nyaman dengan iris yang kini mengarah pada Nyonya Jeon di sana. Wanita itu— Mungkin, akan merasa kesepian membuatnya terisak dan melambaikan tangan ketika mobil melaju, membelah jalanan yang begitu basah hingga Jungkook pun mencoba menahan tangisnya.

BETELGEUSE [TAEKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang