Aku tak bisa memiliki, menjaga cintamu. Walau sesungguhnya hatiku mencintaimu, memilikimu.
Aku tak ingin kau terluka, mencintai aku.
Hapuslah air matamu, dan lupakan aku.
.
.
.
Buku bersampul biru laut menyita perhatian Taehyun, terjepit selama lima tahun diantara buku lainnya yang lebih tebal.Peninggalan Beomgyu, itulah maksud Junho dari 'sesuatu' yang bertahun-tahun lalu ia ucapkan.
Dan Taehyun kehilangan nyali, jangankan membaca-menyentuhnya saja buat dirinya bergetar dahsyat.
Jadi, menghiraukan ejekan suara detik jarum jam yang sedari tadi seakan menyuruhnya membaca untaian kata di dalamnya, Taehyun baca perlahan halaman demi halaman.
Inilah yang membuat Taehyun merasa sinting, sensasi kesesalan yang dibawanya semenjak kematian Beomgyu tak mengurang sedikitpun. Merasa teramat bodoh sebab dulu merasa dirinya superior serta merasa paling menderita-padahal mereka berdua sama menderitanya.
"Taeh-"
"Bisa tunggu dulu diluar sebentar? Suamimu butuh ruang pribadi."
Yuna yang membawa secangkir kopi undur diri, menutup pelan kembali pintu kamarnya dengan sang suami-kamar mereka berdua.
Helaan nafasnya terdengar berat, Taehyun acap kali bertanya kepada diri sendiri, tentang kepada siapa hatinya berlabuh? Sayang beribu sayang, jawabannya terlambat di dapat, tatkala tempat labuh hatinya telah menyatu dengan tanah. Hati Taehyun kembali tak bertuan.
Panutan yang kini dipegang untuk teruskan hidup, hanya Junho seorang.
"Stereotipe kamu perlu diaransemen, Taehyun. Jangan berfikir dengan siksa diri seperti ini buat Beomgyu senang. Kamu tahu sendiri, tujuan Beomgyu bunuh diri untuk membuatmu senang lalu memohon maaf langsung kepada Mamahmu. Terdengar jahat, namun Taehyun, mau bagaimana lagi? Teruslah hidup, nikahi Yuna. Bukankah separuh hati kamu ada di dia? Jangan naif, mungkin perasaanmu untuk Beomgyu yang masih dangkal itu hanya suatu bentuk penyesalan. Bukan cinta. Jadi Taehyun, teruslah bahagia. Itu keinginan Beomgyu."
Entah benarnya bagaimana, Taehyun tidak peduli. Dia hanya berhasrat temui Beomgyu lagi. Bermain layangan, hanyutkan perahu kertas di sungai, saling mendoakan satu sama lain sepulang main dalam gereja.
Sialnya, Taehyun rindu. Semua yang ditulis Beomgyu, Taehyun rindu itu. Bahkan sesi penyiksaan darinya sekalipun. Andai saja Taehyun bisa mengobati semua luka itu, andai saja..
Ya, semua itu hanya jadi andai semata. Pun, Taehyun benci mengandai-andai.
Sampai di penghujung lembar akhir, Taehyun menyukai kejujuran pada setiap goresan pena Beomgyu, bagai tuntun dirinya kembali ke masa lalu.
21 Oktober, 2020.
Taehyun bilang, dia ingin agar aku menghadap langsung kepada Tante- ah, ngga, maksudku Nyonya Kang untuk meminta maaf. (Rasanya agak kurang ajar panggil Tante setelah segala sesuatunya yang telah terjadi.)
Mungkin itu ada benarnya, aku ingin bertemu Ayah juga. Hueningkai sudah punya teman, jadi aku tidak perlu mengagungkan rasa khawatir kan?
{}
22 Oktober, 2020.
Baiklah, dengan ini keputusanku sudah bulat. Aku harap, di kehidupan selanjutnya aku bisa berteman lagi dengan Taehyunie.. Tanpa permasalahan yang berarti.
Lagipula, hidup tidak selamanya indah, iya kan? Dengan mati, mungkin aku hanya akan tebus segala dosaku dalam neraka keabadian. Sungguh, itu lebih baik daripada hatiku yang di di cabik-cabik.
Terimakasih, buku. Ini begitu sesuai. Halaman terakhir, bersamaan dengan berakhirnya pula aku bernafas. Terimakasih sudah jadi tempat yang cocok simpan segala cerita dan rahasiaku bertahun-tahun lamanya.
P.s, agaknya aku berhutang budi kepada Junho karna sudah temani adik jelitaku.
"Sungguh, kebodohan macam apa ini, Beomgyu?" Tanya Taehyun lirih, sembari usap sayang diary, menganggap itu adalah Beomgyu.
Direngkuhnya erat buku tersebut bersamaan tubuhnya sendiri, meringkuk pada sudut kamar. Terisak keras, membuat Yuna yang mendengarnya dari luar ikut meringis sakit.
Teringat saat dahulu dirinya tertangkap basah oleh Beomgyu ketika sedang bercumbu panas dengan Taehyun.
Segalanya sudah jelas, dirinya kalah telak oleh Beomgyu. Maka, tanpa berfikir dua kali Yuna masuk ke dalam kamar. Peluk erat suaminya, lantas menangis bersama.
"Taehyun, mari bertahan. Setidaknya untuk anakmu yang sedang aku kandung, boleh?"
"Yuna, ak-aku.. Aku tidak bisa, maaf. Aku tidak bisa lagi mencintai kamu, bahkan semua orang. Bagaimana ini?"
"Tidak apa-apa, jangan berusaha terlalu keras. Aku akan menunggu, menanti kamu dengan sabar. Jadi, tolong Taehyun. Jangan ulangi kesalahan yang sama seperti kamu dulu pandang Beomgyu sebelah mata, jalanilah hidup senormal mungkin, oke? Aku tahu ini berat, tapi, sekali lagi, demi anak kita. Mau, ya?"
Anggukan lemah didapat, timbulkan secercah lega dalam benak Yuna. Dirinya tau, Taehyun tak akan bertindak gegabah. Jika dia tak mampu rebut kembali rasa Taehyun, setidaknya orang lain pun begitu-sama. Yuna tersenyum perih, ya, setidaknya begitu, kan? Taehyun tidak akan menyukai orang lain bukan?
"Beomgyu, maaf. Jika aku boleh lancang berharap, mari bertemu lagi dalam kehidupan selanjutnya, tanpa konflik sampah yang mengikut serta. Seperti apa yang kamu tulis."
Hujan tiba-tiba turun, entah mengaminkan atau justru menolak doa Taehyun tadi. Entahlah, mungkin ini memang lebih adil untuk Beomgyu supaya ketenangan dapat diraih.
Sebagai penutup, Kang Taehyun peluk Yuna balik, lantas menyimpulkan berkata, "Ya, aku setuju. Mari berbahagia dan saling menguatkan. Demi masa depan anak kita nanti."
<Kkeut>
Lagu Dygta, emang sempurna jadi teman menulis angst.
Dah, sekian.
Sudah kubilang, ceritanya emang udah rusak dari awal :") Jangan berharap banyak sama ending yang acak awut ini.
(Maap baru post, h3h3h3. Kemarin banget gajadi post malem karna terlampau pusing sm tugas yang minta di perhatiin kek bayi. )
KAMU SEDANG MEMBACA
Abnormal
Hayran KurguBeomgyu tau, rasa miliknya itu sebuah kesalahan. Sebuah perasaan yang tidak normal, jauh dari kewarasan. Namun, bagaimana jika Beomgyu menikmati ketidak normalan tersebut?