{4} Sadar

20 7 0
                                    

"Pagi, Lani Artha." Sapa seseorang yang selalu mengganggu hari-hariku. Tapi ada yang aneh di wajahnya. Ia tampak pucat dan memiliki lingkar hitam di bawah mata. Ah entahlah, rasanya aku juga terlalu lelah untuk meladeninya.

"Yud, Lo abis pake eyeshadow ya? Kataku ketika mengarahkan kepala ke belakang.

"Mirror dong, Lan. Lo juga tuh, mata panda segede gaban. Anak cewek begadang ngapain sih? Stalking-in orang ya?"

"Cih! Seenak jidat kalo ngomong. Ga salah juga sih, tapi ga sepenuhnya bener! Gue abis nonton konser oppa-oppa semaleman."

"Eleeuuhhh. Unfaedah!"

"Cih. Awas aja Gue kasih video girlband baru tahu rasa!" Celotehku padanya. Eh! Ia malah mengabaikanku dan tidur di atas mejanya.

"Udahlah, Lan. Ngeladenin dia mah ga ada habisnya. Buang-buang energi." Sahut Naya yang baru saja meletakkan tasnya di kursi sebelahku.

Setengah jam berselang, guru seni budaya pun masuk ke kelas.

"Selamat pagi anak-anak. Hari ini kita akan melakukan life sketch di halaman sekolah. Kalian akan dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil untuk membuat sketsa. Ketua kelas dan wakil silahkan ambil peralatan di ruang kesenian."

"Sisanya silahkan menuju halaman dekat taman sekolah. Nama dan kelompok sudah saya share di grup WhatsApp mapel. Silahkan cari teman-teman segrupnya."

"Baik, Pak!" Satu kelas menjawab dengan kompak.

Untunglah mentari pagi ini bersinar tak terlalu terik. Sehingga aku bisa membuat sketch lebih tenang. Aku sedang bersama kelompokku saat ini, Mayra dan Malfin. Tak satupun teman gengku yang sekelompok denganku. Sialnya takdir berkata lain.

"Yo, Malfin! Eh ada Mayra juga. Kita sekelompok nih." Kata seorang lelaki sok asik yang sangat ingin kuabaikan.

"Lan, ngapain Lo di sini? Hehehe. Bau-baunya kita sekelompok nih."

"Gue lagi semedi. Puas!" Jawabku ketus.

"Udahlah... Jodoh mah ga kemana, Lan."

"Dih! Seenaknya." Kualihkan tatapan secepat kilat sebelum gila melihat lelaki itu terus-menerus.

"Kalian bisa ga sih sehari aja ga berantem. Ya ampuuunnn telinga Gue butuh dokter THT." Seru Mayra.

"Sorry, May hehe. Eh May, bagus tuh hasil sketch Lo." Kataku sambil menunjuk ke arah sketsanya. Sebenarnya sih sekalian mengalihkan pembicaraan. Ternyata ia bahagia mendengar pujian itu dariku. Begitu juga dengan Malfin, aku senang memujinya karena selalu bersemangat dalam membuat sketsa.

Tak lama lelaki bernama Yudha itu berulah lagi. Kali ini dia mengeluh hingga membuatku geram.

"Lan, tega banget sih Lo. Gue belom selesai gambar nih. Susaaaahhhh."

"Yudha, bisa ga sih ga ngeluh terus. Tinggal gambar aja. Ga usah takut salah, seni itu ga ada yang salah!" Kataku kesal.

"Tapi kan Gue pengennya bisa rada realis gitu."

"Dasar manusia perfeksionis! Eh tapi Gue juga sih. Sini Yud! Gue ajarin! Tapi awas ya kalo ga merhatiin!"
Akhirnya aku menyerah dan mengajarinya menggambar sketsa.

"Asiiikkk. Makasih Lani Cikgu!" Teriaknya bahagia seperti anak SD yang baru diberi hadiah.

Aku menempatkan posisi dudukku di dekat lelaki itu. Aku mengajarinya perlahan, hingga akhirnya ia mampu membuat sebuah gambar yang luar biasa. Luar biasa sekali hingga aku tak mengerti apa yang ia goreskan. Tampaknya aku memang harus bersabar. Aku harus memegang kendali atas tangan kanannya untuk mengarahkan pensil 2B itu agar bergerak dengan baik. Ah, tangannya begitu kaku rupanya.

UNEXPECTED !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang