(Y/N) bersandar di pohon sembari mengawasi langit. Tatapannya hampa, menerawang hari esok— Mimpi buruk yang kini sepertinya ditakdirkan menjadi kenyataan yang harus dijalani.
Sesaat ia mendengar seseorang terbangun, namun ia tak terlalu mengacuhkannya. Toh dia mungkin bangun karena haus atau ingin buang air, atau apalah itu.
Lalu sebuah tepukan di pundaknya membuyarkan lamunannya. (Y/N) menengadah mendapati Reiner sedang berdiri di sebelahnya.
"Bir?"
"Terima kasih, tapi aku sudah berhenti minum Alkohol." Elak wanita itu.
Pria yang nyaris membunuhnya itu kini duduk dan bergabung untuk melamun bersamanya. Dia menatapnya tajam. Cahaya api unggun yang nyaris padam menyinari mereka, dan Reiner dapat melihat setiap detail wajah (Y/N). Mata, hidung, dan dahinya yang berkerut.
"Kalau sejak awal kita membicarakannya.."
"Ya?" Tanya Reiner meskipun dia merasa ngeri untuk mendengar jawabannya.
"Kita masih belum saling bicara, Reiner. Bukankah itu sebabnya kita saling membunuh dan semacamnya hingga salah satu dari kita mati?" (Y/N) memicingkan matanya ke arah pohon-pohon yang menjulang tinggi di sekelilingnya. Tempat Petra, Gunther, dan para rekannya yang lain berakhir. Hatinya kembali terasa nyeri. "Kalau saja hari itu kita sungguh-sungguh saling bicara, semua pembunuhan yang terjadi hingga sekarang.. Tak akan terjadi."
"Marco." Tatapan Reiner jatuh ke tanah. "Dia mendengar pembicaraanku dengan Annie dan Bertholdt, kemudian aku melemparnya dari atap. Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri bagaimana bisa ia dimakan—"
"Tapi aku pikir, masih belum terlambat untuk memulai sekarang." Potong (Y/N), berusaha sekuat mungkin, melawan keinginannya untuk membentak. "Paling tidak, saat ini kita bisa mendengarkan satu sama lain tanpa saling bunuh."
"Ya, kau benar." Pria itu bergedik, ragu-ragu, takut akan akibat dari perkataan yang akan diucapkannya. "Aku tahu aku lancang, tapi.. Aku minta maaf. Atas segala hal— Kematian Bertholdt.." Ia tak menyelesaikan perkataannya.
"Lanjutkan lagi seperti itu dan aku akan mematahkan lehermu, di sini, di depan semua orang." Amarahnya tersulut karena nama anak malang itu. "Bertholdt mati karenaku, bukan kau. Itu tak ada hubungannya denganmu, dasar sinting."
"Aku.. Menyuruhnya untuk membunuhmu hari itu."
"Aku sudah tahu." Katanya, matanya nyalang menatap Reiner. "Setelah malam itu kita bicara, mustahil kalian tak curiga padaku."
"Apa kau membenciku?"
"Reiner, tentu saja aku ingin menendang bokongmu sampai mati."
"Aku mengerti,"
(Y/N) diam sejenak, memandang satu per satu rekannya yang sedang terlelap di atas rumput. Lalu pandangan penuh dendamnya kembali pada pria itu, "Tapi kalau aku melakukannya, kita akan kalah."
"Aku lebih berharap kau melakukannya, (Y/N). Aku memang pantas di tendang."
"Aku mengerti rasanya berada di posisi yang terdesak, Reiner. Dimana kau ingin melakukan sesuatu, selalu saja salah. Tapi jangan mengatakan hal sekejam itu pada dirimu sendiri."
Reiner bungkam, tidak satu kata pun keluar dari mulutnya. Dan itu membuat (Y/N) semakin semangat untuk menertawainya.
"Sekarang kau jadi lemah, huh? Kau sudah hilang arah? Apa-apaan." (Y/N) tertawa, nadanya terdengar keji— Seolah pria malang itu hanyalah bahan guyonan yang lucu. Kemudian wanita itu mendorong wajah Reiner dengan telapak tangannya, membuat bocah tengil itu terjengkang ke belakang. "Memalukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Remember You: Beginning of the End
Romantik(16+) Kerahkan jantungmu! Akhir sudah dekat! Dunia berada di ujung tanduk. Apakah (Y/N) akan mendukung Eren dan memperjuangkan kebebasan Paradis, atau mengkhianati Bangsanya demi menyelamatkan dunia? ••• The Second Season of I'll Remember You [Levi...