"Nona, anda benar-benar tidak ikut dansa?"
Philip mendatangi Irene yang sedang berdiri di balkon, setelah mengambil beberapa kue untuk menghibur suasana hati perempuan itu yang tiba-tiba memburuk.
"Alasanku tidak ingin pergi sepetak pun dari tempat ini, semua gara-gara kau!" Irene tak peduli jika teriakannya terdengar orang-orang. Dia sangat kesal sekali dengan pengumuman raja yang tiba-tiba, serta melibatkan Philip dalam kalimatnya.
"Nona, saya juga tidak menyangka akan diumumkan disini. Saya dapat perintah baru beberapa hari yang lalu. S-saya hendak memberi tahu nona di kemudian hari." Philip meraih telapak Irene setelah meletakkan kue di meja di dekatnya. Walaupun mencoba menghindar, akhirnya tangan kurus itu dapat ia genggam.
"Mau memberitahu kapanpun, kau tetap akan pergi meninggalkanku kan?!" Itu yang ia permasalahkan. Sepertinya percuma Irene sibuk menata hati demi cincin yang belum tersampaikan niatnya, atau bahkan terlupakan. Air matanya ingin keluar karena malu menantikan hal yang tidak ada.
Philip terkejut, dan langsung bersimpuh. Menciumi punggung tangan orang terkasihnya itu. "Saya mohon jangan menangis nona. Hati saya sakit melihatnya." "Hiks, kau tahu hiks, sekarang aku hanya punya kau di dunia ini kan?" Telinga Philip memerah mendengar kalimat menyakitkan itu. "Jika kau pergi, aku akan mati di tangan mereka."
Irene selalu mendapatkan ancaman pembunuhan, dan yang menjadi pelindung satu-satunya adalah penyihir agung termuda, Philip. Hidupnya bergantung pada keberadaan lelaki itu. Mereka tidak akan berani mendekat.
Duke memang bodoh, membiarkannya hidup, saat dia masih kanak-kanak. Dia baru mencoba lebih menaikkan level perbuatan-perbuatan kejinya saat Philip sudah hatam sihir dengan baik. Sangat seru meladeni para pembunuh bayaran itu. Irene tidak bodoh, mereka harus ingat itu.
"Nona, saya sudah mempersiapkan hal itu. Saya bilang kepada master bahwa keamanan nona adalah segalanya bagi saya. Beliau setuju dengan itu. Saya mohon kepada anda, untuk berhenti khawatir tentang hal yang tidak perlu." "Si lelaki sialan itu?"
Entah kenapa, orang yang Philip sebut sebagai guru itu sangat mencurigakan. Lelaki tersebut kentara menunjukkan rasa tidak suka saat melihat Irene dan Philip sedang bersama. Selalu membawa Philip menjauh untuk belajar sihir sampai kehilangan beberapa waktu istirahatnya.
Irene yakin tersangka utama dibalik ini adalah Duke Tudor. Tapi tanpa turun tangan orang berwenang juga akan mustahil, karena Philip tidak akan mau mendengarkan Duke. Dan orang yang dia hormati dan segani sampai tidak bisa dilawan kehendaknya hanyalah para tetua di menara sihir. Termasuk si guru itu.
"Dia yang menyuruhmu ikut ya?" Philip memejamkan mata, merasa bersalah. "Beliau bilang ini hal yang bagus untuk menaikkan posisi saya." "Cih," menaikkan derajat omong kosong. Irene yakin Philip mampu memusnahkan orang-orang di menara sihir dengan beberapa sihir saja, kalau mengingat insiden beberapa tahun lalu yang membuatnya langsung diangkat menjadi penyihir agung. Philip terlalu lembut dan penurut untuk melakukan perbuatan sesat itu. Lelaki yang taat.
Dan Irene termakan semua hal itu. Hampir ingin memaafkan, karena melihat wajah sialan tampan dan memelasnya. "Hah~ Kau, sudah tanda tangan kontrak pembasmiannya kan?" Philip mengangguk lemah. Sudah pasti, Irene yakin.
"Coba bayangkan nona. Setelah ini saya akan berada di posisi yang tinggi. Tidak ada pihak yang mampu mengganggu anda!" Dalihnya. Mulutmu membual dengan manis ya, dumel Irene dalam hati.
Philip dengan segera memberi capnya di kontrak yang diberikan raja setelah berpikir beberapa menit saja. Dia tidak melihat keburukan dari kontrak itu. Ia segera melakukannya, agar dia tidak ragu lagi, jika Irene suatu saat bersikeras melarangnya. Karena dia sangat lemah pada gadis tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOODY MARY
FanficDia pujaan hati semua bangsawan, sebelum suatu insiden menghancurkan kesan tersebut