Siapa mereka?

48 1 0
                                    


Hiruk pikuk manusia di tengah kota sukses membuat pandangan matanya sakit. Ia menatap deretan manusia yang sedang mengantri di SPBU depan cafe ia biasa mendinginkan kepala.

"Bbm mahal, beras mahal, semuanya mahal. Gimana manusia bisa hidup dengan harga yang melonjak naik tanpa aba-aba. Pemerintah sialan, makan duit rakyat mulu" gumamnya.

Didepannya terdapat secangkir kopi dan kentang goreng yang asapnya masih mengepul panas. Hari ini ia memiliki rencana untuk bertemu dengan kedua sahabatnya.

Hidup dengan latar belakang yang tak berbeda jauh menjadikan mereka akrab satu sama lain.
Hani Ajisatya, sebut saja Hani. Mahasiswa teknik semester akhir yang sebentar lagi akan melaksanakan sidang skripsi.

Tak lama setelah itu, dua orang pria muda mendekati tempat duduk Hani. Menepuk pundak Hani dengan keras, "DOR!!" Teriaknya.

Abiyantara Mahendra dan Hanandito Bagaskara, kedua pemuda itu berada di kelas yang sama dengan Hani. Namun berbeda dengan Hani, baik Mahen maupun Bagas sudah menyelesaikan sidang skripsi mereka terlebih dahulu. Dan juga umur yang terpaut membuat Hani memanggil Mahen dan Bagas dengan panggilan kakak.

"Anjir Bang Mahen, ngagetin aja lu" katanya.

"Haha nglamun aja lo, Han" ujar Mahen.

"Udah pesen?" Hani bertanya pada mereka berdua.

Anggukan sebagai jawaban ia terima, mereka bertiga melihat keluar kaca cafe. Menampilkan pemandangan yang sejak tadi Hani lihat.

"Ngeri, orang-orang kaya takut keabisan pertalite daripada keabisan waktu" Mahen bergumam, jemarinya menyomot kentang goreng yang sejak tadi belum Hani makan.

Bagas mengendikkan bahunya lalu menggeleng, "Ya gitulah, pemerintah yang makin meres rakyat nya buat bayar utang negara lewat kenaikan semua SDM."

"Mereka gak mikirin gimana rakyat kecil yang bahkan buat makan aja kudu nyari-nyari barang yang bisa dijual lagi. Mereka yang punya kuasa selalu lupa kalo Tuhan gak pernah tidur, suatu saat kalo keadaan berbalik. Gue yakin mereka bakal ngerasain yang lebih pedih daripada mereka yang sekarang lagi ngalamin ini semua"

Hani menoleh kearan Mahen yang menggeleng heran, selalu saja seperti ini. Pemikiran seperti ini yang membuat mereka akhir nya bersatu dan berteman.

Lahir dikeluarga yang menengah cukup membuat mereka tau bagaimana kesulitannya mencari uang di tengah kebutuhan yang semakin mencekik rakyat.

Bagas hanya terkikik kecil, netranya menangkap reaksi Hani dan Mahen yang menggeleng.

"Sidang lu gimana Han?" Tanya Bagas.

"Aman Bang, gue sidang dua minggu lagi."

Bagas dan Mahen mengangguk, diantara mereka bertiga memang Hani yang paling muda. Bagas dan Mahen hanya tinggal menunggu waktu wisuda.

"Gue udah lama mau ngobrolin ini ke kalian" ujar Bagas.

Hani mengeryit, "Apaan?"

Mahen menyesap kopinya, panasnya kopi menjalar ke tenggorokan miliknya. Ia sudah tau apa yang akan dibicarakan Bagas.

"Kita kan udah free nih istilahnya, lo tinggal nunggu sidang dan kita berdua tinggal nunggu wisuda. Nah, gue ada ide. Gimana kalo sebelum kembali ke real life buat wisuda kita hiking" tawar Bagas.

"Hiking?" Hani menoleh ke arah Mahen dan Bagas.

"Iya hiking, kita muncak foto-foto abisitu turun. Keren tuh, pas sidang nanti ditanyain temen-temen eh lo liburan skripsi dirumah ngapain aja? Kita jawab aja yakan, kita bertiga muncak lumayan dapet view buat background di kampus" balas Bagas.

Hani tampak kebingungan, satu sisi ia ingin juga karena hiking memang sudah lama ia inginkan. Namun, satu sisi ia juga bingung karena ini pertama kalinya ia ke gunung.

"Sama siapa aja tuh, Bang?" Tanya Mahen.

"Kalo kita bertiga fix, gue ajak temen gue satu lagi yang biasa ikut gue hiking" balas Bagas.

Tergiur. Mahen dan Hani benar-benar tergiur. Tawaran Bagas sangatlah menjanjikan.

"Tapi kita berdua belom pernah naik gunung, Bang" kata Hani.

"Gampang, lo pikirin dah berdua. Kalo fix lo kabarin, gue bakal naik tanggal lima belas. Sekarang tanggal dua belas, ada waktu tuh dua hari."

Hani dan Mahen manggut-manggut, "Oke deh"

•••

Jam menunjukkan pukul setengah tiga pagi, namun Mahen belum juga terlelap. Pikirannya melayang jauh entah kemana, hatinya seperti tidak tenang. Ia berusaha tidak menghiraukan itu dengan bermain instagram, ia melihat username Hani sedang online dan melakukan siaran langsung.

Tak lama untuk masuk kedalam siaran langsung milik username 'hnajisatya' itu. Layar hitam ditampilkan dengan alunan musik metal/indie sebagai background. Sembilan puluh tujuh orang, lumayan banyak juga yang mengintip siaran langsung anak ini, pikir Mahen.

'Terbit sang fajar pun tak ubahnya kekacauan yang menyilaukan
Gemerlap yang sama sekali tak kuinginkan
Menggelapkan sadar yang tersisa dari segala yang bisa disaksikan mata.....'
Puisi indah pada lagu Perayaan Patah Hati oleh For Revenge (ft. Wira Nagara) mengalun pelan di telinga Mahen.

"Eh, ada Bang Mahen. Belom tidur Bang?" Tanya Hani dari seberang.

Mahen mengetikkan jawaban dikolom komentar, 'Belom, gak bisa tidur gua'

"Sama dong. Kepikiran omongan Bang Bagas gue"

Mahen membalas, 'Sama'

"Eh btw guys, gue tanggal lima belas diajakin naik gunung sama Bang Bagas. Kalian tau kan Bagas siapa? Temen nongkrong gue bareng Bang Mahen. Menurut kalian, gue ikut gak ya? Nanya doang ini mah" Suara Hani memecah keheningan Mahen.

Entah kenapa jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya, kolom komentar dipenuhi oleh pro dan kontra dari orang-orang yang melihat siaran langsung Hani.

'Wah agak bahaya tuh Han'

'Setuju sih, kapan lagi yakan bisa hiking'

'Gas aja, Han. Buat vlog amatiran dah.'

'Eh jangan hiking ah takut banget nanti tersesat'

'Dimana btw ndaki nya, Han?'

Ujar kebanyakan dari mereka. Ada salah satu komentar yang membuat Mahen berdesir.

"Kalo masih mau hidup sih mending gak usah."

Apa maksutnya? Mahen berusaha membuka akun yang melontarkan komentar itu namun nihil, akun bodong.

Ia menggulir komentar ke atas, menemukan bait komentar itu lantas me-screenshot nya.

"Gue belum tau sih guys mau diajak kemana, besok gue update ke kalian yak. Btw gue duluan ya guys, see you besok di another side of Hani. Selamat tidur dan selamat pagi"

'Live ended'

Mahen meletakkan benda pipih itu di samping kepalanya. Pertanyaan yang masih terus terngiang di kepala nya adalah, "Apa maksud dari orang itu?"

Lebih baik ia tidak menghiraukan perasaan aneh dan segera tertidur agar besok, ia bisa mendiskusikan ini dengan Hani. Apalagi, sudah hampir tak ada waktu lagi dari tenggat waktu yang mereka sepakati.

BROKEN COMPASS [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang