Ariani - Doa

44 5 5
                                    


Setelah dua kali mengucap salam, Aku menengadahkan tangan ke atas. Ku pintal doa agar Tuhan mau memberiku ketenangan, dan menguatkan langkah-langkahku menuju masa depan. Dan kuceritakan tentang kepedihanku kepada Tuhan. Ku adukan semua penderitaanku hanya kepadaNya, sang pemilik ruh di raga ini. Dan keluh kesah yang tak berkesudahan, kusampaikan semua agar terasa ringan beban yang menggayuti pundakku.

Dan di atas semua doa - doaku, nama Indra selalu ku lantunkan.

" Kau adalah hal yang selalu kubicarakan dengan Tuhan "

Sungguh aku berharap ia baik-baik saja, aku meminta Tuhan untuk mengetuk hati Indra, agar ia tahu sedalam apa luka yang telah ia torehkan, aku berharap ia menyadari kesalahannya. Tapi aku tak berani meminta pada Tuhan agar Dia mengembalikan Indra padaku. Tidak. aku malu untuk meminta meski jauh di kedalaman hatiku, aku berharap Indra kembali. Biar Tuhan saja yang memutuskan yang terbaik untukku.

Entah mengapa setiap kali aku duduk bersimpuh di atas sajadah, ingin menumpahkan segala lara, namun tak sedikitpun ada air mata yang menggenangi mataku. Padahal rasa sesak di dada ini begitu membuncah, ingin ditumpahkan. Tangis itu hanya mengalir di dadaku dan merembesi dinding - dinding sukmaku. Apakah karena aku telah terbiasa memendam tangis ini sendiri hingga akhirnya dihadapan Tuhan pun aku malu menangis ?

Sesungguhnya hatiku selalu diliputi perasaan bersalah. Aku lah yang menyebabkan hubungan kami terberai, aku yang membuat Indra putus asa dan kemudian pergi, aku lah awal mula penyebab perpisahan kami. Wajar saja jika Indra akhirnya berpaling. Hanya yang aku sesalkan, mengapa begitu cepat bagi Indra untuk menyingkirkan cintaku ? Semudah itu kah hati bisa berubah semudah membalikkan telapak tangan ? Tapi mengapa hatiku sulit berubah ? Mengapa sulit bagiku untuk membuka hati bagi cinta yang lain ? Ataukah memang cintanya tak sebesar cintaku ? Ataukah aku yang terlalu bodoh telah memberikan seluruh hatiku, hingga saat dia berpaling, hatiku menjadi sekosong ini ? Ternyata cinta yang kurasakan terhadap Indra telah membuatku melupakan realita. Aku terus saja menanti dan berharap ia datang kembali untuk merajut kembali cinta yang telah lama terberai. Dan aku terus saja berkubang di antara khayalan dan kebodohan. Ada saat - saat aku membenci diriku sendiri karena tak mampu melepaskan rasa terhadap Indra, padahal ia telah jauh meninggalkanku dan melupakan semua kisah manis kami. Ah, mungkin baginya cinta kami tak se istimewa yang kurasakan. Cinta kami tak cukup sempurna untuk dipertahankan. Cinta kami hanyalah selintas cerita yang mudah untuk dilepaskan demi sesuatu yang menurutnya lebih layak diperjuangkan. Aku benci Indra, tapi aku lebih membenci diriku sendiri, disamping  rasa iba pada ragaku yang begitu mudah patah, begitu mudah rapuh.

Usiaku sekarang sudah dua puluh dua tahun, namun bayang - bayang Indra masih saja tinggal dikegelapan jiwaku, meski aku pernah bertekad untuk bangkit dan melupakannya.
Seringkali aku memimpikan Indra, mimpi yang serupa. Di mimpiku kerap aku melihat kesedihan dan keputusasaan di mata Indra, aku berusaha mendatanginya, dan selalu ada saja halangan yang membuatku tak pernah sampai padanya. Di lain waktu aku bermimpi kami sepakat untuk bertemu, di sebuah tempat yang dulu biasa menjadi tempat pertemuan kami. Namun kembali, di mimpi itu kami tak dapat bertemu. Pernah pula aku bermimpi kembali kesana, dan mendapati rumah Indra begitu lengang, tak seorangpun ada disana.
Aku sering bertanya - tanya apa maksud semua mimpiku ? Setiap kali aku terbangun dari mimpi, ragaku seperti tak berjiwa, begitu hampa rasanya. Dan mimpi sepeti itu terus saja berulang.

Kadang aku berpikir apakah
Indra tengah dirundung masalah ? Dan kalaupun iya, mengapa harus hadir di mimpiku ? Bukankah disana Indra telah melupakanku ? Kucoba menelaah kembali semua mimpi yang menghampiri tidurku, sampai aku tiba pada sebuah tanya, apakah ini berarti ikatan diantara kami sedemikian kuatnya hingga aku bisa merasakan kegundahannya ? Dan bagaimana dengan Indra, apakah ia rasakan juga jeritan hatiku selama ini ?
Ah, pemikiran - pemikiran seperti itu hanya membuatku kembali membayangkan hal yang tak mungkin. Indra telah bahagia disana, bahkan kudengar dari Eli ia sudah memiliki dua orang anak yang lucu - lucu.
Betapa mirisnya, sedang aku disini masih bertahan dengan kesendirianku.

*********

Hingga akhirnya aku memutuskan bahwa ini adalah saat bagiku membuka hati untuk cinta yang baru. Terlalu lama aku tenggelam dalam keterpurukan. Kesetiaan seperti apa yang mau kupertahankan ?
Hanya kesia-siaan yang kudapat.

Waktu itu aku telah menolak Arya. Padahal dia pria yang baik, santun, terkesan kalem, walau saat bersamaku ia suka melontarkan candaan yang bisa membuatku tertawa lepas. Aku mengenalnya saat masih menjadi SPG, dan ia mengisi acara di mall tempatku bertugas. Entah bagaimana kabarnya sekarang. Terakhir kudengar dia sudah pindah kantor.

Setahuku di kantor ini ada tiga orang pria yang menaruh hati padaku, tapi aku masih bersikap biasa saja, bergurau semaunya, dan akrab dengan siapa saja, membuat mereka yang ingin mendekatiku jadi surut langkah.
Padahal aku sudah berusaha membuka diri, tapi entahlah, rasanya belum ada yang bisa menyentuh hatiku.
Tak apa lah, paling tidak aku tak lagi terpaku pada sosok Indra. Biar lah mimpi - mimpi yang membuatku resah selama ini hilang bersama kepercayaan diriku yang mulai tumbuh.
Biarlah Indra hanya tersimpan dalam doaku. Dan hatiku mulai terasa ringan saat memikirkan hal ini.

Wahai dunia, ini lah aku yang baru, yang senyumnya tak lagi malu - malu, yang bisa tertawa lepas saat bersama teman-temanku. Yang sudah bisa berpikir dewasa dan tak kekanak-kanakan lagi. Aku telah membuka diri bagi pergaulan, namun tetap menjaga norma seperti ajaran ke dua orangtuaku. Dan aku merasa hidup kembali sebagai seseorang yang baru. Biar lah kusimpan Indra hanya diantara aku dan Tuhan.
Ini lah jawaban dari doa-doaku. Dan benar, Tuhan tidak akan memberi ujian diluar kemampuan hambaNya. Lihatlah aku, aku kuat bukan ? Terimakasih Tuhan telah membimbingku hingga aku tak salah langkah.

END

*******

Moga kalian gak kecewa dengan ceritaku. Ini adalah karya pertamaku, mohon maaf jika ada kata - kata yang kurang berkenan di hati kalian.

Oh iya, masih ada part dua nya ya. Di part dua ini cerita akan dilihat dari sisi Indra. Dan 'caya dech....sedih puoolll.
Happy reading
Thanks ya gaess 🙏🙏🙏

Menggenggam Ranting PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang