Pulang lebih cepat, seperti yang dijanjikan nyatanya tidak bisa terlaksana. Kesibukan dan jadwal yang padat membuat Haikal harus pulang sesuai jadwal rombongan.
“Halo..., Nad, bisa ke lobi sebentar,” ucap Haikal melalui sambungan telepon.
“Suruh Ojol titip di satpam saja, gue lagi malas turun.”
“Sebentar saja,” pintanya.
Nadia mematikan sambungan telepon. Dia keluar dari ruang istirahat lalu berjalan ke arah lobi.
Pintu kaca sudah terbuka. Pandangannya menyelisik semua halaman rumah sakit. Tetapi tidak ia temukan satu pun ojek online yang mengantarkan makanan seperti hari-hari sebelumnya.
“Di mana sih?” ketus Nadia lewat panggilan telepon.
“Sabar, lagi buka helm. Kamu kelamaan sih tadi, turunnya.”
Ngapain coba ojek online pakai buka helmet, segala. Batin Nadia.
“Nad.”
“Haikal, kok enggak bilang sudah pulang.” Nadia berlari kecil menghambur dalam pelukan Haikal.
Sejenak dia lupa kalau ini tempat umum.“Aku kira abang ojek yang antar makan siang.”
“Ojek zaman now memang keren-keren. Wangi lagi.” Haikal menyerahkan kotak makan untuk Nadia.
“Aku ke kampus dulu ya, ada sedikit yang harus aku urus.”
“Lama enggak? Pulangnya jemput, ya.”
“Oke. Berangkat dulu, ya.” Haikal mengusap rambut Nadia, lalu melangkah menjauh.
Berbeda dengan Nadia yang masih setia memandang punggung laki-laki dengan jaket bomber kombinasi warna hitam dan abu-abu, yang beberapa hari ini terus bermain di pikirannya.Nadia melambaikan tangan setelah melihat Haikal menyalakan motornya. Lalu masuk kembali ke lobi dalam rumah sakit.
“Senyum-senyum saja, Buk, dari tadi. Dapat lotre?” Bintang yang baru masuk ke ruang istirahat, menggoda Nadia.
“Eh, Bin. Udah makan siang belum. Makan, yuk. Haikal, bawakan makan siang tadi.”
“Oh, suami sudah pulang. Pantes auranya lain.”
“Apaan sih, lo?”
***
Malam ini Nadia memaksakan diri ingin pulang naik motor. Padahal Haikal hanya bawa satu helmet.
“Motornya tinggal saja di sini. Kita pulang naik mobil kamu saja.”
“Gue lagi kepingin naik motor, mau ya,” rayu Nadia.
Setelah meminjam helmet dari salah seorang perawat, Haikal melajukan motornya.
Mengantre bersama puluhan motor lain di perempatan menunggu lampu berwarna hijau menyala. Berulang kali Nadia membetulkan posisi duduknya. Melihat gerak-gerik Nadia, Haikal sangat paham. Dia segera melepas jaket bombernya dan diserahkan ke Nadia.
“Ini, pakai saja.”
Nadia segera menerima jaket itu lalu menutupi kakinya yang sedikit terekspos.
“Mendung Nad! Agak ngebut, ya,” teriak Haikal sambil terus memacu motornya.
Motor sport berwarna kombinasi merah dan hitam itu akhirnya memasuki gerbang perumahan. Namun hujan deras tiba-tiba turun.
Haikal menepikan kendaraan di halaman masjid.“Tinggal semeter saja, hujan,” gerutu Nadia.
“Alhamdulilah,” tegur Nadia.
“Sambil tunggu reda kita jalan ke warung tenda depan perumahan yuk. Aku sudah lapar lagi, lagi pula di rumah enggak ada makanan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Nad!
General FictionKisah cinta jarak jauh antara Nadia Syadza Soraya dengan kekasihnya yang hampir 1 dasawarsa hampir menuju pernikahan. Bahagia pasti, setelah sekian lama LDR kini pernikahan akan segera dilaksanakan. Akankah rencana pernikahannya mulus, setelah berba...