Garis Hidup

138 18 21
                                    

Jarak hanya ruang sela
antara dua hati,
untuk tahu seberapa jauh
cinta bisa bertahan


Bahagia rasanya ketika hubungan istimewa yang telah bertahun-tahun dijalani berakhir indah. Nadia dan Hamdan mulai menyukai saat masih berseragam putih abu-abu. Sepasang kekasih yang terpisah benua. Asia dan Afrika. Nadia berprofesi sebagai dokter anak, sedangkan Hamdan masih melanjutkan program pasca sarjana di Mesir.

Bagi mereka jarak hanya ruang sela antara dua hati, untuk mengetahui seberapa jauh cinta bisa bertahan.

Kini, setelah hampir satu dasawarsa, hubungan mereka akan naik ke tahap yang lebih serius. Pernikahan.
Tiga bulan yang lalu, keluarga Hamdan yang berdomisili di Oman, berkunjung ke Riyadh Arab Saudi untuk membahas pernikahan keduanya. Kedua orang tua Nadia memang bekerja di Kedutaan Indonesia Riyadh. Sayang, Nadia tidak dapat menghadiri karena kesibukannya sebagai dokter anak. Ia memasrahkan tanggal pernikahan kepada orang tuanya, asalkan dilaksanakan pada hari libur.

“Nad, enggak terasa sudah sepuluh tahun, akhirnya kita segera menyusul teman-teman sebaya kita,” ucap Hamdan melalui sambungan telepon.

“Buat lu enggak terasa! Buat gue aib. Teman-teman selalu bilang, pacaran sepuluh tahun, jangan-jangan hanya jagain jodoh orang,” ucap Nadia dengan nada naik.

“Sepuluh tahun saja bisa, tinggal tiga bulan mau menyerah?” tanya Hamdan menggoda.

Setiap malam hanya itu yang mereka lakukan. Hamdan selalu menemani Nadia saat lelahnya tiba. Keluhan yang keluar dari mulut Nadia selalu terasa indah, meskipun suaranya selalu lantang, tanpa memikirkan perasaan Hamdan. Bahkan, terkadang apa pun pendapat Hamdan selalu ia tolak. Nadia hanya ingin didengar, tanpa harus dihakimi.

Dua bulan berlalu, Nadia mulai sibuk dengan persiapan pernikahannya. Gedung, katering, dan wedding organizer semua telah siap. Undangan juga sudah disebar. Beberapa undangan untuk kedutaan Arab dan Indonesia telah Nadia kirimkan melalui pos.

Abah dan umu telah pulang ke tanah air dari minggu lalu. Mereka sengaja mematangkan persiapan pernikahan putri semata wayang mereka. Abah ingin pernikahan putrinya menjadi pernikahan yang paling berkesan dalam hidupnya. Hingga rela mengeluarkan biaya ya tidak sedikit. Begitupun dengan keluarga Hamdan.

Seminggu sebelum Hamdan pulang, baik Nadia dan Hamdan menjadi sering berbeda pendapat. Masalah lama kembali terjadi mereka berselisih tentang di mana mereka akan tinggal setelah menikah.

Padahal sebelumnya mereka sudah sepakat jika semua akan berjalan seperti sekarang. Hamdan di Mesir dan Nadia di Indonesia.

Awalnya Hamdan mengira ini adalah sindrom pra nikah yang sering melanda calon pengantin.

“Nad, ini sudah pernah kita bahas, jauh sebelum kita memilih untuk menikah. Kenapa sekarang kamu permasalahkan lagi?” tanya Hamdan kesal.

“Apa kata orang nanti? Kita menikah namun tetap terpisah.”

"Kita yang jalani, peduli apa dengan orang lain?"

“Mesir jauh, Dan!” teriak Nadia

“Lalu ?” Kekesalan Hamdan kian menjadi.

“Jangan-jangan, putus nyambung kita selama ini isyarat dari Allah, jika kita bukan jodoh.”

“NADIA! Jaga ucapan kamu!”

Hamdan segera mengakhiri sambungan telepon. Meskipun hatinya masih panas dengan ucapan Nadia, dia tetap melanjutkan berkemas agar besok tidak terlambat sampai ke bandara.


***

Seharusnya pesawat yang ditumpangi Hamdan sudah mendarat. Tetapi sudah lebih dari 20 jam sejak Hamdan mengirimkan pesan, ponselnya belum juga aktif. Nadia mulai gelisah. Meskipun dia masih menemani dokter kandungan operasi malam ini, tetapi pikiran dan hatinya terus tertuju pada calon suaminya.

“Nad, lihat ini.” Haikal memperlihat sebuah berita online melalui ponselnya ketika Nadia keluar dari ruang operasi menuju ruang istirahat dokter.

“Ke-ce-la…” Kalimat Nadia terputus.
“Bukan. Bukan. Ini bukan pesawat yang ditumpangi Hamdan. Haikal tolong! Gue harus apa, gue sudah tidak bisa mikir lagi,” ucap Nadia gemetar. Tidak pernah dia sepanik ini.

Haikal kemudian menghubungi abah, menanyakan kebenaran berita kecelakaan pesawat yang dia baca. Menurut informasi dari paman Hamdan yang menjemput di bandara, memang benar jika Hamdan ada dalam pesawat itu. Namun, belum ada kepastian kenapa pesawat itu hilang kontak.

Pesawat hilang saat akan memasuki perairan Indonesia dan belum dapat dipastikan bagaimana kondisi sekarang.

“Aku antarkan kamu pulang, ya?”

Nadia menggeleng. Dia duduk di kursi penunggu pasien. Lengan ia tumpukan pada bagian lututnya, sementara jari-jari tangannya menopang kepala yang semakin terasa berat. Rasanya asupan oksigen tak cukup kuat mengisi paru-paru, hingga berulang kali dia menghirup napas panjang dan mengembuskan dengan mulutnya.

“Antarkan aku ke Bandara.”

“Buat apa? Kata abah bandara sangat penuh dengan keluarga penumpang. Paman Hamdan, sudah berada di sana. Kamu bisa menghubunginya. Lebih baik kamu pulang, Nad. abah dan umu, sangat mencemaskanmu.”

“Tapi gue ingin pastikan Hamdan baik-baik saja.”

Haikal merangkul pundak Nadia dengan sebelah lengannya. Menuntun Nadia berjalan keluar dari rumah sakit. Nadia hanya menuruti apa yang dikatakan Haikal.

Sepanjang perjalanan menuju rumah tidak ada pembicaraan sama sekali. Sekarang mobil sudah memasuki halaman rumah. Beberapa saudara bahkan telah berada di sana.

“Sudah sampai Nad,” ucap Haikal ketika mobil sudah berhenti.
Nadia segera keluar dari mobil dan berlari menuju kamarnya, tanpa peduli banyaknya saudara yang tengan menunggu kehadirannya.

Nadia segera masuk ke kamar, membanting pintu dan merebahkan diri. Detik berikutnya, air  matanya tak terbendung. Kata demi kata keluar dari mulutnya. Hanya satu nama dalam setiap katanya Hamdan.

“DAN, LU DI MANA? HARUSNYA LU SUDAH SAMPAI!”

“Aktifin ponsel lu! Gue mohon, gue yakin, lu baik-baik saja.”

Umu yang mendengar teriakan Nadia segera masuk ke kamar Nadia. Memeluk putrinya yang sedang berduka. Terluka karena impiannya hampir sirna.

Lelaki yang akan menikah dengannya ada dalam daftar salah satu penumpang pesawat yang hilang di perairan Indonesia.

Umu hanya bisa menyediakan pundak untuk bersandar, dan telinga untuk mendengar. Saat ini apapun nasihat yang diberikan akan terbantah oleh Nadia.

🙏🙏🙏

Ini cerita yang kemarin sempat saya bilang di cerita sebelumnya.

Semoga tidak kalah seru ya,

Mohon maaf masih pendek, tahap pendahuluan😂

Vote dan komen, ditunggu ya😘

Hai, Nad!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang