“Kal, kita makan nasi goreng ke depan, yuk,” Nadia mengetuk pintu kamar Haikal tetapi tidak ada balasan.
“Hufft”
Lelah mengetuk pintu dan tidak mendapatkan hasil apa pun, Nadia berjalan menuju dapur, untuk memasak mi instan.
Siang tadi selesai praktik, Nadia sengaja menjemput Haikal yang memang tidak membawa motor, ke kampus. Dia sengaja menjemput Haikal, untuk meminta maaf atas kesalahan yang Nadia lakukan semalam. Meskipun Haikal masih diam, tetapi Nadia yakin, jika Haikal bukan pendendam.
Hanya satu porsi mi yang ia masak, dengan pelengkap telur mata sapi dengan bentuk yang tidak terlalu sempurna. Setelah meletakkan di meja, Nadia mengambil keripik yang tadi siang ia beli saat menunggu Haikal, masih tersisa di mobil.
Beberapa menit setelah Nadia keluar, Haikal yang baru saja membuka mata setelah tertidur beberapa saat, menyambar handuk berniat segera mandi. Sayang, aroma mi instan menggoda penciuman. Ia mengurungkan rencana mandi. Menyantap sepiring mi goreng dengan telur setengah matang di atasnya. Hampir ludes. Jika tidak segera berhenti karena suara melengking dari Nadia.
“Iiihh mi gue!”Nadia memukul punggung Haikal dengan bungkus keripik yang dia beli. Mukanya pun berubah merengut.
“Lo, kenapa?” Tanya Haikal heran.
“Itu mi gue!” Nadia menunjuk sisa mi di piring depan Haikal
“Oh, ini mi, kamu?” Haikal menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Aku pikir sengaja masak buat aku.”
“Itu mi instan terakhir di rumah ini, Kal.”
Nadia akhirnya menghabiskan mi yang masih tersisa. Bukan sengaja mengirit tetapi memang Nadia bukan tipe wanita yang rajin berbelanja, sekadar memenuhi kulkas atau stok bahan makan lain saja tak terpikir olehnya.
Haikal yang berniat mandi, mengurungkan niat, karena dipaksa menemani Nadia, menunggu penjual nasi goreng yang kadang lewat.
“Kal, Gue minta maaf…, yang kemarin.”
Haikal hanya tersenyum, masih sibuk dengan ponsel di tangannya.
“Lo ngapain, sih? Ruangan ini kan enggak ada sinyal, dari tadi senyum-senyum terus.”Nadia merebut ponsel Haikal dan melihat di layar benda segi empat tersebut.
Tawa Haikal semakin kencang, melihat kekesalan di wajah Nadia.
“Dapat dari mana, video-video masa kecil, gue?”
Haikal semakin keras tertawa, dan membuat Nadia semakin kesal.
“Ternyata, ISTRI aku, berjiwa preman dari kecil.” Haikal sengaja melakukan penekanan pada kata istri, dan membuat Nadia mengerucutkan bibir.
Malam itu, saat di hotel Haikal mendapat video-video masa kecil Nadia dari abah. Dalam video itu Nadia terlihat menggunakan kaos lengan pendek warna kuning dan celana jogger warna oren, sedang berebut sepeda dengan teman laki-laki seusianya. Nadia tampak mendorong teman lelakinya dan menyebabkan ia menangis.
Keduanya masih asyik mengobrol sambil menonton ajang musik yang disiarkan salah satu televisi swasta. Hingga malam semakin larut, udara di ruangan juga semakin dingin. Perlahan dengkuran halus dari pemilik rambut sedikit bergelombang itu terdengar saat jeda iklan di layar televisi. Nadia tidur berbantal tangan sedangkan kakinya entah sejak kapan sudah menopang di pangkuan Haikal.
“Nad, bangun. Pindah ke kamar, sudah malam.” Haikal menggoyang kaki di atas pangkuannya yang tak kunjung bergerak.
“Nad, aku mau mandi. Badanku sudah lengket semua ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Nad!
قصص عامةKisah cinta jarak jauh antara Nadia Syadza Soraya dengan kekasihnya yang hampir 1 dasawarsa hampir menuju pernikahan. Bahagia pasti, setelah sekian lama LDR kini pernikahan akan segera dilaksanakan. Akankah rencana pernikahannya mulus, setelah berba...