Akhirnya hari ini tiba. Hari dimana segalanya berubah. Tidak akan ada lagi menghabiskan akhir pekan bersama. Tidak akan ada lagi suara ketukan pintu di pagi hari. Tidak akan ada lagi rengekan minta perhatian.
Peran yang telah ia jalani sejak kecil kini telah di isi oleh orang lain. Tahta yang dulu ia duduki kini telah menjadi milik orang lain.
Senyuman yang dulu selalu terbit hanya untuknya kini telah dimiliki orang lain. Lengan yang dulu selalu berada dalam gandengannya kini berada dalam gandengan orang lain. Jari jemari yang dulu selalu ia genggam kini dalam genggaman orang lain, bahkan sebuah cincin dengan indahnya telah melingkari salah satu jemari itu.
Seharusnya ia bahagia melihat pernikahan sahabatnya. Seharusnya dengan pelukan bahagia ia mengucapkan selamat.
Mengapa kini hatinya justru menjerit tak terima? Mengapa acara yang seharusnya membahagiakan terasa sangat menyakitkan untuknya?
Mengapa?
Mengapa bukan air mata bahagia yang menuruni pipinya?
Mengapa?
"Tolong. Pergilah dari kehidupan Jeno sejauh mungkin. Kau bisa ke luar negeri, papa akan mengurus segalanya nanti. Kau bisa melakukannya kan Jaemin? Ingatlah siapa yang telah merawatmu selama ini."
Mungkin ia memang orang yang tidak tau diri. Keluarga Lee yang telah merawatnya selama ini. Memberikan rumah untuknya pulang, keluarga yang harmonis bahkan menyekolahkannya sampai ke bangku perkuliahan, agar ia tidak bernasib sama seperti ayahnya yang pengangguran. Bajingan yang telah merenggut sang ibu darinya.
Keluarga Lee telah memberikan kehidupan yang sangat layak untuk dirinya. Tapi ia dengan tak tau diri membalasnya dengan mencintai putra bungsu mereka.
Memalukan dan tak tau diri merupakan sebutan yang sangat cocok untuknya.
Namun hatinya memilih berlabuh pada putra bungsu mereka, Lee Jeno yang merupakan sahabatnya. Apa yang bisa ia lakukan untuk itu? Jelas tidak ada.
Alunan lembut musik menghilangkan keheningan di dalam mobil yang sedang ia kendarai. Selepas acara berakhir, ia memutuskan untuk mengunjungi tempat peristirahatan sang ibu di desa kelahirannya. Berharap apa yang kini ia lakukan dapat meredakan sakit yang sedang mendera hatinya.
Kegelapan malam dengan kabut tipis menjadi penghalangnya. Namun tidak sedikitpun menyurutkan tekadnya untuk menemui sang ibu. Berharap sang ibu dapat menghilangkan rasa sakitnya.
Semuanya terasa normal sampai ia mengingat satu hal yang sangat penting tentang kepala keluarga Lee.
Terlalu dekat. Jarak antara dirinya dengan Jeno masihlah sangat dekat jika hanya terpisah negara.
Dengan sedikit rasa sedih ia merengkuh sang ibu. Rindu. Ia sangat merindukan pelukan hangat sang ibu. Seperti yang ia duga, ibunya mampu menghilangkan rasa sakit yang mendera hatinya.
Perlahan ia menggenggam tangan sang ibu dan mengikuti langkah sang ibu. Ketenangan dapat ia rasakan, dan entah mengapa ia sangat bahagia. Mungkin karena bertemu kembali dengan sang ibu.
Meskipun begitu, sedikit rasa sakit masih tersimpan di dalam hatinya. Ia tak tau mengapa. Mungkin karena ia telah meninggalkan Jeno dengan segudang penyesalan yang sahabatnya itu rasakan.
Penyesalan karena tak mampu mengatakan I love You kepada sahabatnya Na Jaemin yang kini telah pergi sangat jauh darinya.
Jauh. Jaraknya dengan Jaemin terlalu jauh. Ia tak mampu mengikis jarak itu jika bukan Tuhan yang melakukannya.
Kini, yang bisa ia lakukan adalah menjalani kehidupannya dengan rasa sakit yang mendera hatinya. Berharap saat jarak di antara dirinya dan Jaemin terkikis, Jaemin dapat menghilangkan rasa sakit itu dengan senyuman dan rengkuhan hangatnya.
Mengapa mencintai seseorang sangat menyakitkan? Mengapa kisah cintanya tidak berakhir bahagia seperti orang lain?
Mengapa?
✓
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaemin Story Collection ~ JaeminXAll
FanficKau tak mengenalku, begitu pun diriku yang tidak benar-benar mengenalmu. Yang ku tahu hanya sebatas apa yang kau perlihatkan padaku, entah itu dirimu yang sebenarnya atau hanya bakat aktingmu yang sangat hebat. Namun aku percaya, apa yang kau perlih...