Shaka menatap kearah papan kaca berukuran 100X80 yang berisikan sebuah denah sekolah beserta asrama yang sedari tadi Shaka cari. Sesekali ia mengumpat didalam hati, walau pun matanya tak luput mencoba menghafal setiap sisi denah yang terpampang jelas didepan nya.
Ia menemukan denah ini sesaat setelah ia kembali dari asrama bersama Dikta dan Raihan yang kini tengah berada dikelas.
Shaka memilih izin untuk kekamar mandi, padahal ia hanya sedang tidak mood belajar saja."El?" tanya seseorang dari arah belakang nya.
Tubuh Shaka sempat menegang sebelum akhirnya berbalik, melihat Raihan yang berdiri dibelakang nya dengan kedua tangan didalam saku celananya.
Lelaki berwajah tampan dengan tatapan tenang itu menatap kearah Shaka aneh."Kenapa Han?" tanya Shaka mencoba mengibah mimik wajahnya setenang mungkin.
"Nggak balik kekelas?" tanya Raihan, matanya menatap kearah denah sekolah yang berada dibelakang tubuh Shaka.
Shaka mengangguk, sesekali membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot.
"Ini mau balik," ucapnya dengan berjalan lebih dahulu.Dibelakang, Raihan hanya mengangkat bahunya acuh. Mengikuti Shaka dari belakang, karena tadi ia hanya izin keluar sebentar untuk kekamar mandi.
Ruangan kelas disekolah ini dibagi menjadi 8 kelas, dengan kapasitas 40 anak setiap kelas. Jurusan ipa terdiri dari 3 kelas, ips juga 3 kelas, dan yang terakhir jurusan bahasa yang hanya memiliki 2 kelas.
Dengan satu angkatan yang berisikan sekitar 370 anak. Dan total seluruh murid sekitar kurang lebih 1000 anak."Kenapa lama sekali?" pertanyaan yang terlontar ke arah Shaka. Sesaat setelah ia membuka pintu kelasnya.
Yang bisa Shaka lakukan hanya meminta maaf dengan menundukkan kepalanya. Tidak ada keberanian didalam dirinya saat menatap guru laki-laki yang kini tengah menatap kearahnya tajam.
"Nggak usah ribet bisa kan?" ucap Riahan dari balik pintu, yang baru saja datang.
Menarik salah satu tangan Shaka agar mengikutinya. Menghiraukan tatapan marah yang gurunya lontarkan.
"Han, kalau pak itu marah gimana?" lirih Shaka menatap Raihan yang kini duduk disebelahnya.
"Nggak usah di peduli in," jawab Raihan ynag kini tengah membenamkan wajahnya diatas lipatan tangan nya.
Dikta yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya oelan, tidak heran dengan sifat Raihan yang sangat bertolak belakang dengan Shakeel.
Setelah menempuh hampir 4 jam belajar, pukul 2 siang bel pulang berbunyi. Hampir semua murid berhamburan keluar dari kelas dengan barang mereka masing-masing. Rasa lelah menumpuk menajdi satu, membuat mereka ingin segera sampai di asrama untuk segera mengistirahatkan pikiran mereka masing-masing.
Shaka tengah membereskan buku-bukunya. Raihan sudah selesai lebih dahulu karena semua buku lelaki itu ia tinggal didalam loker kelas, dengan alasan ia tidak mau punggung nya pegal karena membawa buku-buku tebal itu. Dikta beranjak dari kursinya, teman sebangkunya lebih dahulu keluar.
Lelaki itu mencoba meregangkan otot-otot miliknya setelah lama duduk dengan posisi yang sama. Membawa satu buah binder berwarna hitam berisi semua tugas miliknya. Sedangkan buku yang lain ia tinggal disekolah seperti apa yang Raihan lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
blacklist - Haechan
Ficção AdolescenteSingkat saja, Shaka memilih untuk merubah penampilan nya agar semirip mungkin dengan Shakeel, kembaranya yang meninggal secara mendadak tanpa tau penyebab nya apa. Dibantu sang sahabat, Raden Mas Aditya panggil saja Raden, jangan Mas karena dia buka...