Siang itu, Angga berkunjung ke kantor tempat Reza bekerja. Di sana, dia temui resepsionis.
"Mbak, maaf. Saya bisa ketemu Reza?" tanya Angga sambil menunjukkan foto Reza.
"Pak, mohon maaf. Reza dari tadi tidak masuk kantor. Dia tak kasih kabar," kata petugas resepsionis.
Angga berusaha tersenyum di balik keheranannya.
"Uhm ... Terima Kasih," jawab Angga singkat.
Angga segera pergi keluar. Sementara di kantor polisi, Jamal masih berkelit dengan berbagai argumen. Petugas interogasi sudah berusaha mengorek keterangan dari Jamal, namun belum berhasil.
Rupanya, Jamal begitu licin. Koneksinya membuatnya bisa melenggang bebas keluar dsri tahanan polisi. Namun, Kompol Rizky tak putus asa. Dia segera mengecek identitas Reza, Lina dan juga korban-korban lain.
Polisi kembali mencari bukti baru. Dia kunjungi kontrakan Reza. Di sana, polisi menemukan bukti baru. Dia menemukan beberapa KTP palsu. Ya, KTP palsu yang di gunakan Reza untuk menyembunyikan dirinya.
Dan, dalam sebuah kotak, dia temukan dua buah KTP. KTP atas nama Fahreza Dian Pramono dan Lina Setyorini.
"Loh, bukannya di berkas laporan dikatakan bahwa Fahreza Dian Pramono turut meninggal?" kata seorang petugas polisi.
Dia memegang sebuah KTP atas nama Reza Persada. Dia amati foto dan tanggal lahirnya. juga sidik jarinya. ternyata sama.
Polisi kembali mencari bukti lain. Dia membongkar lemari pakaian Reza. Dan polisi menemukan berbagai kliping. Kliping mengenai kejadian lama.
"Yah, ini bukan bukti yang kuat," kata seorang Kompol Rizky.
Polisi terus mencari bukti lain. Dan, tak ada apa-apa. Setelah merasa cukup, polisi segera memasang police line di kontrakan Reza.
"Oke, kita coba ke sekitar pemukiman tempat tinggal Pak Sudi," kata Kompol Rizky.
Mereka segera menuju ke perumahan tempat tinggal Angga dan Firdha. Ketika di gerbang perumahan, Kompol Rizky turun dan bertanya pada satpam perumahan.
"Pak, Maaf. Blok H no 14 ada di mana?" tanya Kompol Rizky.
Satpam itu heran, namun menunjukkan lokasi rumah itu. Kompol Rizky akhirnya diantar
"Pak, Rumah itu milik Pak Sudi. Sejak anaknya berulang tahun, keluarga itu tak ada kabarnya lagi. Rumah itu sudah hancur, Pak. Tak ada apa-apa di sana,"
Kompol Rizky tersenyum. Dia lalu bertanya kepada Satpam itu.
"Anda kenal dengan Pak Sudi?" tanya Kompol Rizky.
"Kenal, Pak. Dia orang yang baik. Tapi, saya sempat curiga ketika ada preman yang mengikutinya," kata Satpam itu.
Kompol Rizky begitu antusias mendengar cerita satpam itu.
"Oh ya, lalu apa yang anda lakukan pada keempat preman itu?" tanya Kompol Rizky begitu antusias.
Satpam itu mengingat-ingat kejadian itu.
"Saya sempat ikuti keempat preman itu. Dan di suatu tempat, saya melihat seseorang memberikan sejumlah uang," kata Satpam itu.
"Seseorang? Siapa orang itu?" tanya Kompol Rizky.
Satpam itu mengernyitkan dahi.
"Pak, saya tak paham. Saya gak kenal orangnya," kata Satpam itu.
"Anda tahu ciri-cirinya?" tanya Kompol Rizky.
Satpam itu menjelaskan ciri-ciri orang yang membayar keempat preman itu. Dia jelaskan secara detil. Kompol Rizky akhirnya menunjukkan foto Jamal.
"Nah, iya. Orang itu, Pak. Orang itu yang bayar empat preman itu. Pakaian dan cara berpakaiannya sama," kata Satpam itu.
"Baiklah, kami kebetulan sedang menyelidiki kasus pembunuhan. Apakah anda bersedia jadi saksi di pengadilan nanti?" tanya Sersan Hamid.
Satpam itu berfikir. Dia merasa takut walau Kompol Rizky bersedia menjamin keamanan dan keselamatan Satpam itu. Berulang kali, mereka mencoba membujuk satpam itu.
Setelah di bujuk berulang kali, Satpam itu akhirnya mau bersaksi, namun dia meminta syarat.
"Pak, saya mau bersaksi, tapi saya minta menggunakan nama samaran. Saya tak ingin keluarga saya terancam," kata Satpam itu.
"Oke. Saya setuju. Saya tunggu kehadiran bapak dalam beberapa hari," kata Kompol Rizky.
Kompol Rizky memenuhi janjinya. Dia menyebar intel di sekitar kediaman satpam itu hingga pengadilan berakhir.
Beberapa hari kemudian, akhirnya kasus kecelakaan tunggal itu kembali di buka dan di perkarakan.
Jamal tak bisa lagi betkelit atas kasus pembunuhan keluarga Sudi ketika bukti rekaman Reza dan kesaksian Satpam yang nama dan wajahnya di samarkan oleh polisi.
Pengadilan menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup pada Jamal.
EPILOG
Sejak dirinya di penjara, Jamal merasa putus asa. Sudah dua tahun dia di penjara, dan masa hukumannya masih panjang. Karena tak kuat menanggung hukumannya, siang itu seorang sipir menemukan mayat Jamal yang tergantung di kamar selnya.
Seorang petugas sipir menyelidikinya.
"Bagaimana hasil penyelidikannya?" tanya seorang polisi.
"Pak. Saya sudah menanyai beberapa saksi, termasuk dua teman tahanannya. Katanya, kedua teman sekamarnya serung mendengar korban berteriak menyebut nama Sudi, Codet, Dullah, dan entah siapa saja. Kedua teman selnya tak betah. Itulah sebabnya mereka minta pindah sel," kata penyelidik itu.
Polisi itu manggut-manggut. Di amatinya sel tahanan itu. Polisi secara tak sengaja menemukan sebuah pesan yang mengerikan di tembok sel tahanan. Sebuah tulisan dengan lumuran darah, dan sebuah foto usang satu keluarga. Foto keluarga Sudi.
Polisi membaca pesan di tembok sel tahanan Jamal. Tulisan itu begitu singkat. Sebuah tulisan dengan bunyi
"Kamu harus mati, Jamal!"
Tulisan itu ada di beberapa sisi tembok sel tahanan Jamal. Polisi dan penyidik tak menemukan bekas-bekas kekerasan. Bahkan, dia tak menemukan bekas sidik jari orang lain kecuali sidik jari korban.
Akhirnnya, di tariklah kesimpulan bahwa Jamal tewas karena bunuh diri dengan cara gantung diri di sel tahanannya.Di lokasi lain, Angga yang telah mengetahui kematian Reza tengah berziarah bersama Firdha dan Meyla. Firdha teringat bahwa pria yang pernah menyelamatkannya adalah Reza. Reza di makamkan di sebelah makam Lina karena permintaan keluarga Lina.
"Reza, semoga kamu tenang di sana," kata Angga.
Firdha merangkul mesra suaminya.
"Lina, Reza. Baik-baik di sana, ya. Oh ya, maaf. Aku belum sempat berterima kasih kepadamu," kata Firdha.
Setelah Angga dan Firdha menabur bunga dan mengirim do'a pada Lina dan Reza, mereka makan siang di sebuah restoran.
Sesampainya di sana, mereka segera memesan menu makan siangnya. Sesekali Firdha menyuapi anaknya.
"Ma, makanannya enak sekali," kata Meyla yang makan hingga mulutnya belepotan.
"Enak, ya? Iiih, tapi koq belepotan gitu mulutnya?" kata Firdha sambil menyeka sisa makanan di bibir Meyla.
Angga tersenyum melihat Meyla yang begitu ceria.
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Tabir Kasus Lama
Mystery / ThrillerDua tahun setelah terungkapnya kasus penggelapan dana oleh mantan HRD lama, Angga diangkat oleh Pak Roby sebagai orang keprcayaannya. Perlahan, kehidupannya berubah. Pak Roby memberikan sebuah rumah di komplek perumahan. Baru dua bulan menempati ru...