KEJADIAN MISTERIUS

119 5 0
                                    

Keesokan paginya, Sapri dikejutkan oleh beberapa warga yang melihatnya. Perlahan dia buka matanya. Samar-samar, dia melihat Marco dan beberapa warga memandanginya tertidur di teras rumah kosong itu. Sapri merasakan badannya begitu pegal. 

“Ugh! Badanku pegel banget,” pikirnya.

Marco tersenyum melihat Sapri yang belum menyadari dimana dia. Dia menegur Sapri yang baru saja terbangun dari tidurnya.

“Eh, ngapain kamu tidur di sini? Udah tahu ada posko yang hangat, koq pilih tidur di sini,” kata Marco membalas ledekan Sapri semalam.

Sapri keheranan. Dia memandang sekitarnya, dan betapa terkejutnya dia. Matanya terbelalak mendapati dirinya ada di lantai ruang tamu rumah kosong yang mulai tak terawat itu. Tak ada dekorasi lagi di rumah itu. “Loh, semalam kayaknya ada banyak dekorasi, koq sekarang semuanya begini?” pikirnya.

 Sebagian warga heran melihat Sapri yang ada di dalam rumah kosong itu.

“Bang, bagaimana ceritanya nih, koq bisa-bisanya abang tidur di sini,” kata salah satu warga.

Sapri yang masih terkejut hanya diam. Marco tersenyum kepadanya. Dia bantu Sapri untuk bangun. Marco meminta warga yang bersamanya untuk bubar. Mereka mengerti dan akhirnya membubarkan diri. Sepeninggal beberapa warga, Sapri berbisik pada Marco.

“Mar, tadi perasaan semalam ada semacam keramaian deh di rumah itu. Tapi, koq hari ini rumah itu tetap kosong?” bisiknya dengan wajah malu.

“Gimana? Sekarang kamu percaya kan sama aku?” balas Marco.

“Iya, kamu benar,” kata Sapri yang merasa kalah.

“Sudahlah, Pri. Kita mah sama-sama kacung. Kita lupakan kejadian semalam. Udah, kamu pulang langusng tidur. Kalo perlu, kerokan tuh ama bini. Kuatirnya kamu masuk angin. Toh hari ini kita dapat shift pagi. Biar aku ijinin deh ke komandan,” kata Marco.

Sapri hanya mengangguk. Dia masih merasakan punggungnya begitu pegal. Beruntung, komandan mereka mengerti keadaan Sapri. Dia memberi ijin pada Sapri untuk beristirahat. Sementara itu, Firdha yang semalam sudah menyiapkan berbagai bahan untuk membuat kue tengah membuat adonan kue. Angga memandangi istrinya dengan perasaan kagum. Dia tahu istrinya begitu sibuk. Angga tersenyum memandangi istrinya sambil menikmati sarapan pagi yang telah disiapkan istrinya. Sebelum berangkat, dia mencium kening istrinya. 

“Mas, aku sibuk banget, nih. Aku minta tolong, hubungi papa dan mama untuk kemari buat jaga Meyla, soalnya nanti siang aku harus antar pesanan kue ini,” kata Firdha.

“Oke, sebentar,” kata Angga mulai menghubungi mertuanya.

Tak lama Angga menghubungi mertuanya. Setelah selesai, dia menutup teleponnya dan segera berangkat ke kantor. Tak lama setelah Angga pergi, datanglah ayah dan ibunya Firdha. 

"Nak, papa senang melihatmu sekarang," kata Ayahnya sambil memeluk Firdha.

"Terima kasih, Pa. Semua ini juga karena doa Papa dan Mama," balas Firdha.

Meyla begitu bahagia melihat kakek dan neneknya datang. Dia berlari mendatanginya.

"Kakek … Nenek … ," sapanya dengan nada polos.

"Owh … owh … cucu nenek yang cantik … ," balas Mamanya Firdha memeluk erat gadis cilik itu.

"Ma, Pa. Firdha mau buat kue pesanan pembeli dulu. Soalnya nanti siang harus diantar," kata Firdha.

"Iya, Nak. Papa dan Mama kemari karena kamu sibuk, selain itu karena kita juga kangen sama Meyla," kata Papanya Firdha.

Firdha tersenyum. Dia berjalan ke dapur, sementara Meyla bermain dengan Mama dan Papanya Firdha. Sesekali kedua orang tuanya melayani pembeli di toko kelontongnya ketika Firdha sibuk memasak kue.

Sebuah Tabir Kasus LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang