Chapter two

626 118 9
                                    



_____________________
________

Warning!: mentions of self harm, physical and mental abuse

-

[Isn't that a sin?]

.
.
.
.
.
.

"Apa anda pernah melakukan dosa saat muda?" Pria itu menatapnya setelah memasangkan perban di lukanya.

"Tentu saja, kita semua pendosa." Ia kemudian mencari sesuatu setelah memastikan perban yang ada di pelipis gadis itu terpasang dengan benar.

Gadis itu menatapnya dengan tajam. Ia pun menghisap rokoknya untuk terakhir kalinya sebelum mematikannya. Ia kemudian menggerakan kakinya untuk berjalan menuju pria itu namun dia langsung meringis, mengingat kakinya pun terluka.

"Jangan bergerak dulu, kaki mu masih belum ku perban," ujar pria itu.

Namun ia tidak bisa membohongi dirinya. Perasaan kesalnya yang sudah meluap-luap benar-benar tidak menghentikannya untuk menarik lengan pria itu untuk duduk di kursi depannya. Dengan satu tarikan kuat, pria itu di paksa duduk kembali.

"Kalau begitu beritau aku." Suara gadis itu mulai bergetar.

"Apa mencintai seseorang itu sebuah dosa?" Genggamannya pada lengan pria itu kian menguat. Nafas gadis itu mulai sedikit berat.

"Tidak. Tentu saja tidak." Tangan gadis itu kini berpindah untuk meremas kerah baju pria itu.

"Kalau mencintai bukan sebuah dosa. Kenapa semua orang menentang hubungan ku dengannya?" Pria itu mencoba untuk melepas tangan gadis itu dari kerah bajunya, namun nihil. Gadis itu malah lebih mengeratkan remasannya pada kerah bajunya.

"Kau salah mengartikannya. Kau hanya menyayanginya, bukan mencintainya." Perkataan pria itu cukup untuk membuat amarah gadis itu meledak.

"Tidak. Ini semua karna kau tidak pernah mencintai seseorang seperti diriku!" Gadis itu menaikkan suaranya dan di saat yang bersamaan mendorong pria itu hingga terjatuh dari tempat duduknya.

Gadis itu bisa merasakan matanya mulai berair. Nafasnya pun mulai berat, ia tidak menahan air matanya untuk turun dan membasahi pipinya. Ia kemudian mengusap wajahnya frustasi lalu menggebrak mejanya, hingga beberapa benda yang ada di meja terjatuh.

Sedangkan pria itu berusaha untuk berdiri dan mencoba menenangkan gadis itu. Ia berusaha mengerti perasaan gadis itu sekarang.

Ia menghela nafasnya kemudian membereskan beberapa kekacauan yang di sebabkan gadis itu.

"Kau tau? Aku rasa aku punya sebuah cerita yang tidak banyak orang tau," ujar pria itu sembari mengambili barang-barang yang jatuh akibat perbuatan gadis itu.

"Jisoo-ssi, percaya atau tidak..." pria itu menghentikan perkataannya lalu menelan ludahnya dengan kasar sebelum berbalik dan menghadap gadis yang ia panggil Jisoo.

"....aku pernah mencintai seseorang seperti dirimu." Perkataan pria itu membuat Jisoo terdiam.

"Namun karna kita berdua terlahir di keluarga yang benar-benar agamais kita–" ia menghentikan perkataannya sejenak untuk menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya. "–We just didn't make it."

Cigarettes and grapefruitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang