(1)

13 0 0
                                    

Selalu saja begini, saling menatap tanpa enggan menyapa. Padahal tidak ada jarak yang cukup jauh di antara kami. Tapi saat ini, satu patah katapun tidak ada yang tertuju untukku.

“perasaan aku bukan makhluk halus deh, tapi sikapnya ke aku udah kek ke setan, dilewatin doang, maunya apasih. Heran”

“sabar ya ra, masih perlu waktu kali dia.”

“masalahnya ini tuh udah masuk 3 tahun dari waktu itu, bocah banget gak sih? Iya, kan.”

“udah sabar aja dulu ra, siapa tahu besok udah gak kek gitu” ucap Ebi menenangkanku.

“gak tau ah, udah yok lanjut kantin. Laper nih, ntar keburu masuk jam ekskul bahasa inggris, ntar malah gak sempet makan kita.”
“ya udah ayok” sambut Ebi sambil mengikuti ku yang lebih dulu meluncur.

Baru juga beberapa langkah, ada saja halangan jika ingin makan. Memang takdir sepertinya menginginkanku untuk lebih sabar hari ini.


“Hanira Natasya, mau kemana kamu? Kamu tadi pagi datang terlambatkan? Sholat berjamaah sudah selesai dari tadi, kenapa tidak langsung membersihkan mushola? Lakukan sekarang” teriak bu Viona.

ya, benar sekali yang dimaksud salah satu guru tertua disekolah ini adalah aku. Tentu saja aku ingat untuk membersihkan mushola karena hukuman ku datang terlambat tadi pagi. Aku tidak berpikir untuk kabur, sungguh. Tapi tentu aku perlu makan sekarang untuk mengisi tenaga bukan? :’).

“iya bu, nira langsung bersihin musholahnya nanti kelar makan ya bu, laper banget bu ini, gak punya tenaga” jawabku dengan nada bicara yang lesu. Tapi ini benar adanya ya. Aku tidak berbohong.

“baik, langsung bersihkan nanti.” Ucap bu Viona sembari masuk kembali kedalam ruangannya.

Karena waktu terus berjalan, aku dan Ebi langsung lari menuju kantin. Sungguh cacing-cacing diperutku sudah mendemo sejak jam pelajaran terakhir tadi. Aku harus makan sekarang!

H-A-R-U-S!

S-E-K-A-R-A-N-G!

-
-

Rasanya baru tiga hari yang lalu kaca ini dibersihkan, tapi sekarang entah berapa centi ketebalan debu disana. Selepas makan aku langsung berlari ke mushola untuk melaksanakan hukumanku yang diberikan tadi pagi.


Malas sekali rasanya untuk menggerakkan tubuhku. Tidak ini bukan karena aku tidak mau membersihkan musholahnya. Tentu saja aku mau, hitung-hitung dapat pahala kan?

Akan tetapi…

Seketika atmosfer disekitarku menjadi menyesakkan. Sangat tidak nyaman. bagaimana tidak, sebenarnya apa yang terjadi dengan hari ini tuhan? Kenapa lagi-lagi aku harus berhadapan dengannya? Mengapa aku harus melaksanakan hukuman ini dengannya? Galang, bisa-bisanya aku menjalani hukuman ini dengannya.

-----

Galang pov

Jarakku dengannya tidak cukup jauh, entah apa yamg sedang ada dipikirannya. Wajahnya tampak tidak bersahabat sekarang.
Sebenarnya, aku ingin bertanya padanya sekarang. Menyapanya, meski hanya sebatas tanya ‘hei, kenapa?’ atau ‘hei, ada apa?’.

Aku sendiri sedang sibuk membersihkan ambal mushola seusai dipakai sholat dzuhur tadi. Tentu saja, aku melakukannya karena aku harus menjalankan hukuman yang diberikan padaku tadi pagi. Lagi-lagi aku terlambat, jelas saja jika aku dihukum. Tapi, aku tidak menyangka jika dia juga terlambat hari ini.


“lang, cepet kelarin woi. Jadi mabar kan?” tegur Dev sedikit mengejutkanku.

“iya aku usahain. Dari pada nyuruh cepet doang bantuin kek biar lebih cepet.”

“males ah, yang dihukum situ jugaan. Wkwkwkwk”.

“dasar, tidak berperik-ketemanan kamu Dev.”

“bodo amat. Dah, aku tunggu didepan ya sama yang lain.”

“oke sip.”

-----

Hanira pov


Sudah 1 jam aku bergelut dengan kaca serta debu yang menempel disini. Ini sudah ke tiga kalinya aku mengganti air di ember ini. Bukan apa-apa, tapi seakan hari ini adalah benar-benar hari terburukku.


Aku hampir gila rasanya. Saluran air di wc wanita tidak berfungsi, mau tak mau aku harus mengambil air di keran wc laki-laki.
Sial untuk kesekian kalinya. Sepertinya hari ini adalah hari penggugur dosa-dosa ku yang menumpuk. Ada saja masalah yang terjadi. Hanya ada satu keran yang berfungsi, tetapi keran itu rusak. Sialnya lagi airnya menyembur dan membuatku menjadi basah.

Aku ingin mengumpat sekarang. Sungguh jika itu bukan dosa, aku akan melakukannya.

“akh!” aku kaget.

“yah jadi basah, ya allah sial amat sih hari ini. Ada aja masalahnya.”

Karena terlalu sibuk dengan masalah yang kuhadapi. Hingga aku tidak sadar ada orang lain didekatku.


“kenapa kak?” sapa Dido adik kelasku.

“e-eh, Dido. Ini kerannya rusak. Airnya nyembur hehehe”

“baju kak nira jadi basah tuh.”

Yang Dido katakan benar. Bajuku cukup basah sekarang. Tentu saja sangat tidak enak untuk di lihat. Tapi mau bagaimana lagi? Inikan bukan kehendakku.

Tapi musibah.

Aku tekankan ini

M-U-S-I-B-A-H

dan Bagian dari kesialanku.

“hehe, iya Did”

“kak nira mau pinjem jaket Dido gak?” tanya Dido menawariku.

“boleh deh Did, gak enak juga diliat orang basah gini. Kakak pinjem sampe baju kakak kering ya. Boleh?”

“boleh kak, pakek aja dulu.” Ucap Dido sembari melepaskan jaketnya dan kemudian memberikannya padaku.

“makasih Did.”

“eh iya Did tolong izinin kakak ke pembina ya, kakak agak telat masuk ekskulnya, mau ngelarin ini dulu.”

“oh, sip kak. Dido duluan ya kak, semangat bersih-bersihnya.”

Aku tersenyum membalas ucapan Dido tadi. Untung saja ada Dido, jika tidak aku pasti akan menjadi pusat perhatian satu sekolah nanti. Setidaknya aku aman sekarang.

-----

Galang pov


Aku mendengar suara teriakan dari luar. Tentu itu dari arah wc laki-laki. Tepatnya di keran tempat ambil wudhu. Benar saja, Hanira? sedang kenapa anak itu.

Entah mengapa aku ingin berlari dan menghampirinya sekarang. Tapi baru satu langkah dari posisi ku. Aku melihat orang lain menghampirinya. Tidak,aku mengurungkan niat ku sebelumnya. Mereka tampak sedang berbicara.

Bukan. bukan aku tidak ingin menyapanya. Aku ingin, lebih dari apapun aku ingin. Tapi ada kecanggungan yang amat menyesakkan diantara kami. Entah sejak kapan dinding ketidak nyamanan itu semakin tinggi diantara kami.

Aku tahu, sebagai laki-laki aku pengecut. Hanya karena tidak ingin kejadian itu terulang lagi. Aku mulai memberi Batasan kepadanya. Tentu ini bukan karena aku membencinya. Aku juga ingin bermain dengannya, bercerita, sama seperti yang aku dan dia lakukan terhadap teman-teman lainnya.

Hanya saja..

Ada hati yang sedang kujaga. Ada orang lain yang sedang aku perjuangkan. Aku hanya tidak ingin ada salah paham yang semakin mendalam terjadi. Semua orang disekitar kami tahu betul apa yang terjadi diantara kami. Ada yang belum usai meski sudah bertahun-tahun. Tapi aku sendiri tidak mengerti bagaimana cara menyelesaikan itu semua. Aku menahan diri meski dia berada di hadapanku sekali pun.

Seperti saat ini, aku hanya mampu memperhatikannya dari balik jendela. Melihatnya berbicara dengan orang lain. Meski aku pun sangat ingin. Jika saja, orang itu tidak datang. Aku mungkin yang berada di hadapannya sekarang. Mungkin aku yang meminjamkan jaketku padanya bukan orang lain.

-----

Hanira pov


Entah hanya perasaanku saja, atau aku salah lihat? Galang melihat ke arah ku? Nggak mungkin sih. Bukannya dia bersikap acuh selama ini. Persetanlah dengan Galang, menyelesaikan hukaman secepat mungkin adalah hal terpenting sekarang. Aku tidak ingin menambah kesialanku lagi.

“huh, kelar juga akhirnya. Capek banget. Besok-besok gak akan mau aku datang telat lagi kesekolah.”

“e-eh bentar, kunci Gudang mana dah”

“tadi ibu Viona ngasih ke aku gak ya? Keknya gak deh. Males banget ke kantor ya allah”

Karena terlalu sibuk merutuki kesialanku yang kesekian ini, hingga tidak sadar ada seseorang dibelakangku.

Aku yang kurang peka terhadap kehadiran seseorang? Atau keberadaan mereka yang seperti makhluk halus sih?

“nir”. Laki-laki itu memanggilku.

‘ini orang gak lagi kesambet kan?’-minime ku bingung.

“apa?” balasku dengan posisi membelakanginya.

“ini, kunci gudangnya.”

“ok.”

Hening sesaat..

-
-

“nir, kamu tadi kenapa?”

Aku terkejut, sungguh. Ini orang beneran lagi kesambet apa gimana sih? Bikin ngeri-ngeri gimana gitu asli. Sikapnya bikin bingung. Ini aku harus gimana? Aku gak ngerti sama pola pikir anak adam satu ini.
“nir?” panggilan itu sukses membuatku kaget untuk yang kedua kalinya.


“o-oh, gpp.”

“serius? Tapi tadi kek-“

“lang kamu kenapa sih? Ngapin tiba-tiba ngajak aku ngomong? Biasa juga kamu acuhin kek setan.”

“nir, aku gak maksud gitu, ak-“

“gak maksud?! Kamu Lagi ngelucu apa gimana?”

“gak gitu nir, dengerin aku dulu”

Aku mendengus kesal.

“lucu banget sumpah” kataku sembari meninggalkan galang ditempatnya.

Tentu saja, aku sadar jika galang menatap keperegianku sekarang.

Tbc ...


Hujan dan (G)enanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang