5. CONFESSION

485 44 4
                                    

Mean merebahkan Plan di ranjang pasien saat mereka tiba di pintu utama. Beberapa perawat segera membawanya ke ruang gawat darurat dan tak lama kemudian dokter memeriksanya.

Dokter menjelaskan bahwa Plan harus melahirkan saat itu juga. Ia diinduksi dan persalinan berjalan alami.

"Jangan tinggalkan aku! Aku takut!" lirih Plan memegang tangan Mean dan menatapnya memohon. Mean tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Iya, aku tak akan ke mana-mana. Aku akan selalu di sampingmu," sahut Mean sambil tersenyum. Mean menemani Plan melahirkan dan setelah dua jam berjuang, akhirnya, anak mereka lahir. Bayi yang berjenis kelamin lelaki itu bernama Tee Phiravich.

"O, dia tampan sekali, sangat mirip dengan ayahnya!" puji beberapa perawat saat Plan melakukan kangaroo care. Plan dan Mean saling menatap, keduanya tak bisa menahan untuk menyunggingkan sebuah senyuman. Mereka kemudian saling memalingkan wajah yang memerah karena malu.

Plan pulang setelah tiga hari berada di rumah sakit. Ia setuju untuk tinggal di rumah Mean untuk sementara dengan ditemani ayahnya juga. Ayahnya masih menjalankan bisnisnya dengan dua asisten yang dicarikan Mean untuk membantunya dan Mean juga yang menggaji mereka.

"Hei, Tee! Jangan menangis na! Biarkan Mae istirahat, na! Dengan Pho dulu! Tidurlah kembali!" bisik Mean kepada Tee sambil menggendongnya dan mendekapknya erat di dadanya.

Tee bangun tengah malam dan sepertinya Plan terlalu lekah sehingga ia tak sadar Tee bangun. Mean tergesa dari kamarnya. Ia bahkan tak sadar bahwa ia telanjang dada.

"Ssst! Tidurlah! Pho janji pho akan menjaga dan merawatmu sekuat tenagaku. Aku akan berusaha sekuatku membuatmu bahagia. Kau akan mendapatkan kasih sayang Mae dan Pho. Apa yang terjadi kepada Pho dulu, tak akan Pho biarkan terjadi kepadamu. Pho janji," ujar Mean perlahan sambil mencium pucuk kepala Tee.

Tee tidur lelap. Mean menidurkannya kembali di keranjang bayi. Baru saja ia akan pergi, Tee menangis lagi. Mean kembali ke keranjang dengan cepat dan menggendongnya dengan lembut.

"Berikan dia kepadaku. Dia haus," ujar Plan dari atas ranjang. Mean kaget. Ia menoleh ke arah Plan dan membawa Tee kepadanya. Mean tak sadar sejak tadi Plan sudah bangun dan mendengar apa yang Mean sejak tadi katakan kepada anak mereka. Mean memberikan Tee kepada Plan dan duduk di hadapannya.

"Kau boleh kembali ke kamarmu! Nanti masuk angin!" tunjuk Plan pada tubuh Mean yang tanpa pakaian. Wajah Plan memerah saat itu. Ia terlalu hapal dengan tubuh yang selalu membuatnya hangat hampir setiap malam meski caranya memang tak menyenangkan.

"Ah, i-iya!" ujar Mean sambil berdiri. Ia juga gugup saat Plan mengeluarkan satu gunung kembarnya dan memberikannya pada Tee. Mean juga meneguk ludah sebab ia  seolah sudah menjadi ahli untuk meneliti gunung kembar itu saking terlalu sering menikmati.

"Panggil aku jika perlu apa-apa!" sahut Mean sambil berjalan menjauh. sekilas matanya menatap lagi gunung itu dan ia meneguk ludah sambil menggelengkan kepalanya. Plan menatap Tee sambil mengelus kepalanya lembut. Ia menekan dadanya perlahan, tak berharap jantungnya berdebar sekencang itu.

Sementara itu, Mean yang berada di kamarnya juga merasakan hal yang sama. Ia duduk di tepi ranjang san mengatur napasnya yang tak teratur. Mean sadar yang terjadi kepada dirinya. Ia jatuh cinta kepada perempuan yang berwajah sama tetapi berbeda juga.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Usia Tee sudah hampir enam bulan. Plan tinggal di rumah Mean dengan ayahnya dan seiring berjalannya waktu hubungan Mean dan ayah Plan semakin dekat. Mereka sering diskusi tentang bisnis dan kehidupan.

Hubungan Mean dan Plan juga bisa dikatakan membaik. Setidaknya, mereka bisa saling menyunggingkan senyum saat ini dan mereka bisa berbicara dengan lebih santai, meski topiknya hanya seputar Tee dan perkembangannya.

Track 7 Mean Plan Short Stories CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang