3. RESTART

433 44 2
                                    

Mean berjalan menuju pasar tempat ayah Plan berjualan. Ia mengenakan pakaian seolah ia bukanlah seorang pengusaha terkenal. Ia kemudian duduk di salah satu meja pelanggan dan memesan makanan. Mean menatap lelaki tua yang ada di foto Hp Plan. Saat itu, ia tengah melayaninya sendiri. Tak ada pelanggan yang lain kecuali dirinya.

"Khun, biasanya ditemani oleh puteri Anda, di mana dia? Sudah menikah?" tanya Mean berpura-pura kenal dengan sepak terjang sang bapak. Ayah Plan sangat kaget. Ia diam dan ekspresi di wajahnya berubah sedih.

"Kau tak lihat itu, anak muda?" ujar Ayah Plan sambil menunjuk beberapa flyer yang ditempel di banyak tempat dengan wajah Plan bertuliskan orang hilang lengkap dengan informasi lainnya. Mean terkejut.

"Dia pergi dari Anda? Kabur, maksudku?" tanya Mean lagi sambil menatap ayah Plan.

"Tidak mungkin. Ia sangat sayang kepadaku. Dan aku sangat kenal anakku. Kupikir ia diculik," sahut ayahnya lagi. Nadanya mengandung kesedihan yang amat dalam.

"Astagaa! Sebenarnya sudah berapa lama ia hilang?" Mean berpura-pura lagi bertanya.

"Hampir empat bulan sekarang. Semoga dia baik-baik saja. Aku hanya ingin dia kembali kepadaku. Aku khawatir dia dijual oleh rantai mafia yanh sering berkeliaran di dekat pasar mencari mangsa untuk dijadikan pekerja seks di Jepang atau Dubai," ujar ayahnya Plan.

"Astagaaa!" ujar Mean lagi. Semoga Khun bisa segera bertemu dengan anakmu, uhm, siapa namanya?" tanya Mean lagi memastikan.

"Plan, Plan Rathavit," sahut ayahnya lagi dengan nada sedih.

Mean semakin yakin bahwa Plan bukanlah Cannie. Siapapun Cannie dan Plan, mereka dua pribadi yang berbeda dengan sikap dan gaya yang berbeda dan kini Mean menyadarinya. Mean kembali ke rumahnya dan berjalan menuju kamar Plan.

Plan kaget saat Mean memasuki kamarnya. Waktunya terlalu awal. Masih sore dan pelayan sama sekali tak mendandaninya. Ia menatap Mean yang berjalan mendekatinya. Ekspresi di wajahnya menjadi lebih lembut dan begitu juga dengan tatapan di matanya yang terlihat lebih tenang. Plan deg-degan. Ia juga takut dengan Mean yang sangat berbeda dari kebiasaannya.

Mean duduk di bawah. Ia menyimpan kepalanya di atas pangkuan Plan dan kemudian memeluk pinggang Plan dengan kedua tangannya yang kekar.

"Elus kepalaku!" lirih Mean.

Plan mengernyitkan alisnya, tapi ia menurut. Ia mengelus kepala Mean perlahan dan lembut dan itu membuat Mean menjadi lebih santai. Mean merasa sangat tenang dan ia memejamkan matanya dan tanpa sadar menyunggingkan sebuah senyuman. Plan melotot dibuatnya. Seorang lelaki berhati es itu menunjukkan sisi lainnya. Apa yang terjadi kepadanya?

Ia terus melakukannya sampai akhirnya Mean membuka matanya dan mengangkat kepalanya dan menatap Plan dalam. Mean bangkit dari duduknya. Ia mendekati wajah Plan, membelainya dengan lembut sambil menyunggingkan sebuah senyuman lagi. Plan lagi-lagi kaget dibuatnya. Ia hanya diam terpaku. Sekilas ia berpikir, senyuman sang lelaki itu sangatlah manis dan teduh dan ia harus mengakui bahwa itu semakin membuat sang lelaki tetlihat tampan.

"Aku ingin bercinta denganmu!" lirih Mean sambil masih membelai kepalanya. Plan kaget. Kenapa ia harus bilang? Biasanya ia akan langsung menggendongnya dan menindihnya dengan pemanasan yang sangat layak.

"I-iya," jawab Plan terdengar sangat takut. Mean tersenyum. Ia mendekatkan bibirnya ke bibir Plan dan menggamitnya pelan. Tak perlu lama-lama untuk mendapatkan balasan. Plan sudah paham dan mereka berciuman cukup lama dan intens.

Ada yang berbeda juga saat mereka bercinta. Mean memperlakukan Plan sangat lembut. Plan benar-benar dibuat nyaman dan nikmat oleh Mean. Itu juga membuat perubahan pada respons Plan dan ini membuat Mean merasakan sesuatu yabg hangat dan nyaman juga. Keduanya menjadi lebih menikmati permainan dan mencapai klimaks lebih dari biasanya, seolah ada koneksi di antara keduanya.

Ada yang lebih membuat Plan heran. setelah usai bercinta, Mean biasanya pergi dan tak menghiraukan Plan sama sekali. Kali ini saat Plan memunggungi dirinya, Mean tetiba memeluknya dari belakang dan tidur seranjang dengannya.

"Tidurlah!" bisik Mean. Ia tahu bahwa Plan merasa tak nyaman dengan posisi mereka. Mean sadar Plan pasti sangat bingung dengan yang dilakukannya.

Mean merasa bersalah pada gadis itu. Ia sudah memaksanya lebih dari tiga bulan dan tidak mungkin ia akan memaafkannya jika ia berterus terang bahwa ia salah sasaran. Mean lebih sadar lagi saat ia melihat tahi lalat pada bagian leher belakang Plan dan semakin yakin bahwa Plan bukanlah Cannie.

Plan berusaha memejamkan matanya dan setelah beberapa saat karena kelelahan dan juga kehangatan dari pelukan lelaki di belakangnya, akhirnya, ia terlelap juga.

Mean bangun tengah malam dan mendapati Plan mengahadap ke arahnya. Tangan Plan berada di pinggang Mean dan wajahnya tampak tenang. Itu kali pertama mereka tidur bersama dan Mean hanya menganga melihat wajah sang perempuan yang begitu menawan.

Tangannya tanpa sadar membelai kepala Plan pelan dan itu memberikan sebuah desahan halus dari mulut Plan dan Plan tersenyum. Sebuah senyuman yang sangat tulus sekaligus naif. Tangan Plan mengerat di pinggang Mean dan ia masih menyunggingkan sebuah senyuman sambil masih memejamkan matanya.

"Cantik sekali!" gumam Mean sambil tersenyum dan  ia menjauhkan tangannya dari kepala Plan.

"Pho, jaga dirimu!" gumam Plan tiba-tiba. Ia mengigau. Mean terhenyak sebab ia melihat bulir air mata mengalir dari kedua sudut mata Plan. Entah kenapa Mean tetiba memeluk Plan dan Plan juga menangis keras dengan mata yanh masih terpejam.

"Hei," lirih Mean. I mengusap punggung Plan lembut dan kemudian mendekapnya erat sampai akhirnya Plan kembali tertidur.

Dini hari, giliran Plan yang bangun. Ia juga kaget dengan posisi tidurnya. Ia berada di dalam dekapan Mean dan yang paling mengejutkan, ia juga membalas pelukan Mean. Plan menatap Mean yang tengah tidur dengan lelapnya.

"Dia seperti anak kecil. Wajahnya sama sekali terlihat tak berbahaya." Plan berkata kepada dirinya sendiri.
Tangan Plan, meski awalnya ragu-ragu, membelai wajah Mean dan Mean bergerak sejenak dan kemudian tersenyum.

"Mae, aku sangat merindukanmu," igau Mean dan Plan melotot. Ia terenyuh dengan yang dikatakan Mean. Nada suaranya sangat lembut dan wajahnya benar-benar seperti anak kecil.

"Mae," desah Mean dan ia mengambil tanhan Plan dan menciumnya sambil tersenyum. Plan diam. Ia menatap Mean lama. Namun, rasa kantuk kembali menghinggapi dirinya dan ia kembali tidur. Tangannya berada di dalam genggaman tangan Mean. Keduanya masih dalam keadaan terpejam.

Keesokan harinya, Plan bangun dan betapa kagetnya dirinya sebab ia mendapati dirinya berada di kamarnya sendiri. Ia segera bangkit dan kemudian meneguku ludahnya. Ia mencubit tangannya sendiri. Ia tak bermimpi. Bergegas Plan keluar dam berteriak memanggil ayahnya. Plan  kaget sebab Mean ada di ruang tengah bersama dengan ayahnya. Saat Plan keluar kamar, keduanya menatap Plan. Yang satu dengan wajah yang penuh penyesalan dan yang lainnya wajah penuh dengan kerinduan.

Bersambung

Track 7 Mean Plan Short Stories CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang