6. END

681 40 9
                                    

Kesehatan Mean berangsur baik. Plan merawat Mean dengan baik. Ia tahu Mean menyukainya dan sebenarnya ia juga menyadari bahwa ia juga menyukai Mean, hanya saja ia tak yakin bagaimana ia akan memulai hubungan itu.

"Kurasa ini cocok untuk Tee. Bagaimana menurutmu?" tanya Mean sambil membawa sepasang pakaian kepada Plan.

Mereka tengah berada di sebuah toko pakaian khusus anak dan sudah merencanakan akan pergi membeli beberapa helai pakaian untuk mereka pada akhir Minggu. Plan melihat-lihat pakaian itu dan menganga.

"Kau gila. Lihat harganya!" bisik Plan memukul lengan Mean pelan sambil mengerling.

Mean terhenyak. Sentuhan itu begitu berarti baginya. Sama halnya dengan sentuhan-sentuhan lainnya saat mereka bberkomunikasi pada waktu yang lain.

"Tapi ini untuk Tee. Tidak apa-apa kalau cocok. Harga tidak masalah," ujar Mean lagi sambil menatap Plan.

"Masalah, karena pasti hanya akan sebentar saat dipakainya. Anak sebesar ini cepat tumbuh Mean. Pakaiannya beli yang murah saja, tak perlu semahal itu," gerutu Plan.

Setelah cukup lama berdebat dan ia tahu bahwa ia tak akan memenangkannya, ia hanya menganggukkan kepalanya dan menurut kepada Plan.

Mereka membeli beberapa helai pakaian dan kemudian keluar dari toko. Hanya bertiga. Mean mendorong stroller yang berisikan Tee yang tengah tidur lelap.

Mereka melewati sebuah butik khusus perempuan. Mean berhenti di sana, padahal mereka tengah berjalan menuju restoran.

"Ada apa?" tanya Plan. Ia ikut menghentikan langkahnya dan menatap Mean heran.

"Kalau aku membelikanmu pakaian, uhm, maukah kau menerimanya?" tanya Mean dengan wajah yang agak malu. Plan kaget. Ia melihat ke arah Mean lalu ke arah butik. Gaun-gaun kasualnya memang bagus dipadukan pula dengan sandal atau sepatu. Sungguh serasi!

"Ya, oke," ujar Plan.

Mean tersenyum. Mereka memasuki butik itu dan Plan mulai memilih beberapa pakaian. Setelah mencobanya ia mengambil satu pakaian, tapi Mean mengambil semua yang Plan pilih dan membayarnya.

Giliran Mean. Plan tidak sama dengan Mean. Ia  pergi ke toko di luar mal dan membeli sepasang kaos dan memberikannya kepada Mean. Itu ia lakukan saat Mean pergi ke kamar kecil dan Plan membeli dari toko yang paling dekat ia menunggu.

"Untukmu!" ujar Plan sambil memberikan sebuah bungkusan. Mean kaget! Tapi ia menerimanya dengan senang hati.

"Boleh aku membukanya?" tanya Mean. Mereka tengah duduk di salah satu meja restoran, menunggu pesanan. Plan menganggukkan kepalanya. Tee sudah bangun. Ia duduk di kursi khusus anak.

"Ini bagus sekali!" Mean kaget saat melihat isinya.

"Kau sedang menyindirku? Itu hanya kaos biasa," ujar Plan.

"Tapi ini sangat berharga bagiku," sahut Mean sambil tersenyum dan melipatnya kembali.

"Harganya tidak sefantastis gaun-gaun yang kau belikan untukku. Jangan terlalu berlebihan," ujar Plan.

"Tidak, aku tak peduli soal harga. Ini tidak ternilai karena kau yang memberikannya. Terima kasih. Aku sangat bahagia," ujar Mean lagi sambil tersenyum.

"Uhm," gumam Plan.

Mereka menikmati makan siang dan setelah usai mereka pulang ke rumah menikmati lagi kebersamaan mereka.

Begitulah sebuah gambaran kehidupam sehari-hari mereka. Bukankah keduanya saling menjaga dan menghargai. Kenapa tidak saling terbuka dan mulai lagi lembaran baru jika memang keduanya memiliki perasaan yang sama. Sebenarnya mereka menunggu apa? Momen untuk berterua terang? Mean bisa saja mengambil sebuah waktu dan mengajak Plan berbicara tapi ia juga tak melakukannya. Sungguh membingungkan.

Track 7 Mean Plan Short Stories CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang