Bagian 1, 1037

26 4 0
                                    

Hutan Sephtis, hutan yang berisikan kematian abadi serta penderitaan tanpa henti. Orang-orang percaya bahwa aku dan puluhan orang lainnya yang sempat lari ke dalam hutan ini telah mati, mereka percaya bahwa kami telah dimakan hidup-hidup oleh kawanan serigala. Padahal di sinilah aku merasa bebas dan lepas, tanpa beban pikiran akan perekonomian atau kemiliteran. Ditemani dengan suara tawa kanak-kanak dan gonggongan anjing jinak.

Seperti saat ini. Aku berbaring di atas hijaunya rumput di samping air mata danau. Masyarakat dari Kerajaan Leómara—yang kini mengganti namanya menjadi Renatine—menaruh iba kepada siapa saja yang percaya padaku. Tapi mereka tak tahu, bahwa di balik segala darah dan ngeri di gerbang hutan ini, terdapat surga dunia tempat mengukir harsa.

Memang agak sulit bagi kami untuk mendapat baju dan rumah yang layak, terkadang aku bahkan harus merelakan diri untuk menyamar menjadi gadis desa ke pasar. Tidak sedikit laki-laki yang merayu dan membujuk aku untuk mampir ke rumahnya,  tidak jarang pula aku mengiyakan tawarannya lalu merampok keseluruhan isi kediamannya.

Sebagai seorang pangeran pastinya perlakuan itu terhitung busuk dan tak pantas, bagaimanapun juga darah biru mengalir di nadiku. Tapi, apa yang tak akan aku lakukan untuk bertahan hidup?

"Woong, aku rasa kau harus kembali ke dalam gua, aku mendengar keributan dari dalam sana," ujar seorang ibu yang sedang menimang buah hatinya. Aku mengernyitkan dahiku dan bangkit berdiri untuk membantahnya.

"Keributan apa? Aku tak mendengar—" ucapanku terpotong oleh seorang penjaga berpakaian serba hitam yang badannya diselimuti dedaunan. "Apa?"

"Kami menangkap seseorang."

"Bisa jadi mata-mata atau pengelana penasaran. Apa dia memiliki kawan? Sudahkah kau membunuhnya? Apa dia membawa harta?" kulontarkan pertanyaan bertubi-tubi sebelum ia dapat menjawab. Seorang lelaki lain menghampiri kami dan memotong ucapannya.

"Perhiasan yang ia gunakan cukup banyak, sepertinya ia bangsawan dari kerajaan seberang," kata penjaga lain itu. Aku berpamit kepada ibu dan anak tadi lalu meminta petunjuk arah kepada mereka berdua.

"Dari kerajaan mana?"

"Entah, tapi kalung berlian merah menggantung di lehernya, dan ia tampak lebih bijaksana daripada bangsawan Renatine," para penjaga itu mengikuti aku yang mulai berlari, di belakangku mereka saling menyaut seakan aku tak pernah ada di situ. "Seorang _lady_ yang cukup cantik, apa kau pikir ia akan cocok untuk tinggal di sini?"

"Bagaimana jika dia kabur?"

"Dan bagaimana jika tidak?"

Aku menghentikan langkahku, menatap mereka dengan tajam sambil diam-diam meraih pedang di samping pinggang. "Tak ada satu pun yang boleh masuk atau keluar dari hutan ini kecuali aku."

Mereka mengangguk dan tunduk. Tampaknya mereka sempat lupa cara orang-orang Sephtis menangani penyusup. "Katakan padaku, mengapa kalian belum membunuh dia?"

"Karena ia ingin bertemu langsung denganmu, Tuan."

"Bertemu? Kupikir satu dunia tahu bahwa Yeo Hwanwoong telah lama mati," jawabku sambil kembali melangkahkan kaki ke dalam gua. Jujur aku agak terkejut dengan ucapannya barusan, apa bangsawan itu gila? Semua orang yang telah mendengar kisah pemberontakan seorang Yeo Hwanwoong pasti percaya sepenuhnya bahwa tak ada anak buahku yang selamat.

"Apa gadis itu sudah sadar?"

"Belum, tapi sebelum pingsan ia sempat menyebutkan soal emas murni."

Kunaiki tangga dari batu satu persatu, sambil merenungkan kira-kira siapa yang berani memasuki hutan terkutuk ini. Wanita gila itu bahkan percaya bahwa aku masih hidup, aku sempat mengira bahwa dia anak kecil, tapi anak kecil mana yang tidak lari ketakutan ketika mendengar cerita tentang serigala buas dan pemberontak ganas?

Leómara dan MurkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang