Undercover Mission

16.6K 824 7
                                    

Untuk pertama kalinya aku mengucapkan kata cinta kepada seseorang pria. Entah mengapa walau baru mengenal Revan aku telah merasakan nyaman di dekatnya. Aku juga menyukai caranya menghargaiku. Bukannya aku tidak tahu kalau Revan ingin sekali menyentuhku namun selalu di tahannya karena memang aku tidak ingin disentuh sampai kita menikah nanti. Dia sungguh pria yang bertanggung jawab.

Aku pun baru bia tertidur pukul dua malam gara-gara peristiwa pengungkapan cinta kemaren. Ah.. aku merasa seperti gadis remaja yang baru jatuh cinta. Ya memang aku memang masih tergolong muda tetapi bukan sekali ini aku merasakan jatuh cinta. Aku pernah merasakan perasaan ini pada tetanggaku di kampung namun perasaan itu telah terkikis karena dia lebih memilih orang lain di bandingkan aku.

Pagi ini setelah jogging berdua dengan Revan aku segera mandi. Setelah segar aku pun turun ke dapur untuk memasakkan sarapan buat Revan. Namun betapa kagetnya aku ketika menemukan seorang wanita paruh baya sedang memasak di dapur. karena merasakan kehadiranku dia pun menoleh lalu tersenyum.

“Kamu pasti Vania ya.” Wanita itu mematikan kompornya lalu menuang masakannya yang ternyata adalah tumis kangkung di dalam wadah lalu dia pun menghampiriku dan memelukku.

“I..Iya tante.”

“Jangan panggil tante. Panggil mama. aku Rissa mamanya Revan. Dan karena kamu adalah calon menantuku maka kamu juga harus memanggilku mama.” Ternyata mamanya Revan. Aku pun tersenyum dan balas memeluknya.

“Baik Ma.” Kembali kurasakan bahagia karena mamanya Revan sangat baik dan menerimaku dengan baik pula.

“Kamu memang cantik. Pantas saja Revan sampai luluh. Padahal dulu mama sempat khawatir Revan itu gay gara-gara dia tidak pernah terlihat bersama wanita. Semua wanita yang dekat dengannya pasti diabaikannya.” Aku tersenyum malu mendengar pujian mama Revan. Perkataannya persis seperti yang dikatakan Reno dulu “Ayo sayang bantu mama masak. Kamu bisa masak kan?”

“Sedikit-sedikit bisa ma. Vania udah terbiasa jauh dari orang tua dan hidup sendiri.” Aku pun membantu mama menyiapkan sarapan buat kami pagi itu. aku mengobrol banyak dengan Mama Revan. Kebanyakan sih membicarakan tentang masa kecil Revan yang cenderung dingin dan sok cool. Sesekali kami tertawa bersama jika ada pembicaraan yang lucu.

“Mama kapan datang?” Tanta Revan yang sudah ada di belakang kami. Diapun menarik kursi di meja makan dan mendudukinya

“Baru aja sayang. Papa kamu bentar lagi datang. Kita sarapan sama-sama. Mama pengen sarapan bareng calon menantu mama.”

“Mamaaa... Revan....” terdengar suara laki-laki dari arah ruang tengah. Aku pun melihat kearah datangnya suara. Mungkin itu Papanya revan.

“Di dapur pa..” Mama membalasnya dengan sedikit teriakkan. Tak lama muncullah seorang laki-laki seumuran dengan Mamanya Revan namun masih sangat tampan. Mukanya adalah muka Revan 20 tahun kemudian. Ketampanan Revan sekarang adalah turunan dari Papanya kecuali warna manik matanya yang seperti mamanya.

“Ini ya calon menantu kita,Ma.” Papa Revan menghampiriku lalu memelukku. Sepertinya keluarga Revan memang mempunyai tradisi memeluk. Terbukti sudah dua kali pagi ini aku di peluk.

“Cantik kan, Pa.”

“Masih cantik kamu kok,Ma.” Ucap Papanya Revan sambil mengerling ke arah Mama. Mereka tidak sungkan-sungkan menunjukkan kemesraan mereka di depan aku dan Revan. Aku hanya tertawa melihat aksi romantis mereka.

“Udah deh Ma Pa. Nggak malu apa diliat Vania.” Revan memprotesnya dengan nada muka masam.

“Hahahaa.. kamu pasti iri kan, Van. Nanti kalau kamu sudah menikah dengan Vania kamu juga akan mengalaminya.”

Love FighterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang