Aku terbangun saat merasakan tenggorokanku kering. Aku pun memutuskan untuk turun dari tempat tidur dan menuju lemari es yang berada di sudut ruangan kamarku dan Revan. Setelah meneguk habis satu gelas aku melihat jam yang tergantung di dinding. Pukul 3 pagi. Entah mengapa aku merasa sedikit pusing. Apa besok aku izin saja ya. Badanku benar-benar lemas.
Saat aku kembali ketempat tidur, aku baru menyadari jika Revan tidak ada disana. Segera aku memakai kimono tidur untuk menutupi tubuhku yang memang tidak berpakaian. Setelah itu aku menuju connecting door yang menghubungkan dengan kamar Novan. Setelah kami memutuskan untuk mengadopsi Novan, Revan memang langsung memanggil pekerja bangunan untuk membuatkan pintu penghubung antara kamarnya dan kamar disebelahnya yang saat ini dijadikan kamar Novan. Hal itu supaya aku dan Revan mudah untuk menuju kamar Novan jika tiba-tiba dia menangis di malam hari.
Aku pun menemukan Revan sedang duduk di sofa kamar Novan sambil memberi susu formula Novan yang ada di dekapannya. Aku langsung mengambil tempat di sampingnya. kucium pipinya sekilas.
Pasti tadi Novan menangis.
“Tadi dia nangis ya? Kenapa nggak bangunin aku?” tanyaku kemudian.
“Aku tahu kamu capek karena aktifitas kita semalam. Jadinya aku nggak tega bangunin kamu.” Aku pun memukul bahunya pelan. Masih bisa-bisanya di berfikiran untuk menggodaku, padahal jam masih menunjukkan pukul 3 dini hari.
Revan melepas botol susu yang memang isinya sudah habis. Dia berdiri untuk meletakkan Novan di box bayi. Revan menatap Novan lembut yang membuatku tersenyum. Revan sangat luwes mengasuh Novan. Terkadang jika Novan menangis dia akan diam jika di gendong Revan. huh.. aku merasa tersaingi sebagai Ibu. Tapi tentunya tidak membuatku sedih melainkan sebaliknya.
Setelah memastikan Novan tertidur lelap, aku dan Revan berjalan kembali ke kamar kami.
“Ayo tidur lagi.” Katanya ketika kami sudah berada di tempat tidur.
“Peluk.” Ucapku manja. Aku tidak tahu kenapa aku menjadi manja seperti ini. Tapi rasanya aku memang ingin bermanja-manja dengan suamiku tersebut.
“Kamu sekarang jadi manja ya.” Revan pun menarikku ke pelukannya. Tangannya berada di atas pinggangku. Aku menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya yang entah mengapa menenangkanku.
“Ayah. Bunda besok boleh izin. Bunda sedikit pusing.” Revan yang mendengarnya langsung bangun dari tidurnya. Matanya menatap mataku dengan pandangan khawatir.
“Bunda sakit? Besok kita kerumah sakit ya?”
“Cuma pusing kok, Yah. Istirahat sehari aja cukup. Boleh ya?” revan pun kembali merebahkan badannya disampingku. Lalu membawa kepalaku ke dadanya.
“Boleh. Kalau perlu sampai Bunda sehat. Yakin nggak mau kerumah sakit?”
“yakin.” Kataku dengan nada yakin. Palingan aku hanya masuk angin. Tak perlu dilebih-lebihkan.
“Tapi kalau besok belum sembuh kita kerumah sakit ya?”
“Oke Ayah.” Revan pun mengusap kepalaku lembut. Usapan tangannya ampuh membuat mataku semakin berat. Hingga akhirnya aku pergi ke alam mimpi dengan indah.
Aku mengerjapkan mataku. Aku melihat jendela yang berada disamping tempat tidur. sepertinya sudah terang. Revan pun sudah tak ada disampingku. Aku melihat jam didinding. Jam 9. Akh.. aku bangun siang. Ini keduakalinya aku bangun sesiang ini. Aku pun segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ketika aku turun, aku melihat Bi Tari yang sedang bermain dengan Novan. Aku pun segera mengahampiri Novan dan mencium pipi gembulnya. Dia tertawa lucu. Umur Novan sudah enam bulan. Dia sudah mulai bisa mengoceh walau dengan bahasa yang hanya dia yang mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Fighter
Romance17+ Vania seorang gadis kurang mampu dan menguasai teknik bela diri Jet Kune Do yang tergila-gila dengan film action yang berbau agen federal. hingga suatu hari seorang laki-laki tampan seperti dewa yunani datang untuk menawarkannya menjadi agen dar...