37. SQUARE LOVE

100 19 0
                                    

Chapter sebelumnya telah ditarik.

Baca selengkapnya di akunku Valent C di Dreame atau Innovel.

❤️❤️❤️

Belakangan Dad nampak semakin dekat dengan Ardo.  Bahkan dia seakan lebih mendukung hubunganku dengan Ardo daripada berusaha menyatukan diriku dengan Dion seperti dulu.  Entah mengapa bisa berubah seperti itu, aku pernah menanyakan langsung pada Dad .. dia hanya mengatakan bahwa kebahagiaanku adalah yang utama.
            Anehnya lagi, Dad mengundang Ardo tinggal dirumah kami.  Tentu saja ia tak tidur di kamar sempitnya yang dulu.  Dad memberi Ardo kamar tamu yang sangat spesial, kamar tamu paling bagus di rumah kami.  Kebetulan kamar tamu itu terletak tepat di sebelah kamarku.  Tentu saja hal itu mengundang pertanyaan bagi orang lain, termasuk Sheila.
            Dia menatap heran saat melihat betapa Dad melayani Ardo dengan sangat baik di meja makan saat kami makan malam. 
            “Kak, apa Kakak tak merasa heran melihat perubahan sikap Dad yang begitu drastis?”
            Tentu saja aku heran, tapi aku tak mau membahasnya dengan saudara tiriku yang kepo ini.  Aku hanya berdeham dingin.  Tapi Sheila tetap meneruskan rumpiannya padaku.
            “Bahkan sampai menyingkirkan Kak Dion!  Cowok yang tadinya akan dijodohkan dengan Kakak dan sekarang merana gigit jari.”
            Sebelumnya aku tak memikirkan hal itu karena saking bahagianya diriku, tapi kini terselip perasaan iba pada Dion.  Meski bukan aku yang PHP-in lelaki itu, tapi Dad sempat memberi angin segar padanya. 
            “Kita tak boleh berburuk sangka pada Dad, dia pasti punya alasan sendiri.  Atau .. mengapa kau tak menanyakannya sendiri pada Dad?” tantangku.
            Seperti perkiraanku, Sheila si kura-kura licik tak akan berani langsung unjuk gigi pada Dad.  Dia hanya nyengir dan mengedikkan bahunya. 
“Kakak tahu, Dad sulit dibantah.  Hanya Kakak yang berani melakukannya.  Tapi untuk masalah ini Kakak tak akan melakukannya kan?”
Eh, dia balas menantangku, tapi sorry ya .. aku tak mau terpancing,
“Tentu tidak.  Tak ada faedahnya bagiku melakukan itu.”
Rupanya perbincangan kami telah menarik perhatian Dad.  Senyumnya berkembang karena perasaan bahagia yang melingkupinya.
“Dad senang melihat kedua putri cantik Dad bercengkrama dengan akrab.  Begitulah sikap yang baik sebagai saudara sejati.”
Mendengarnya, Sheila segera memasang tampang sumringah sok sucinya.  “Tentu Dad, kami saling menyayangi dan akan saling melindungi.  Iya kan Kak?” tanya Sheila dengan mata mengerling.
Bah!  Munafik!
Aku malas menanggapinya.
 
==== >(*~*)< ====
 
“Sepertinya hubunganmu dengan saudara tirimu jauh lebih membaik ya,” cetus Ardo seakan sambil lalu. 
“Biasa saja,” sahutku dengan bibir melengkung kebawah.  Ternyata hal itu tak luput dari perhatian Ardo.  Dia menarik bibirku keatas hingga membentuk lengkungan senyum.
“Jelek kalau cemberut, aku suka melihat Bellaku tersenyum manis menatap dunia.”
            Amboi, siapa yang tak meleleh hatinya mendengar rayuan semanis ini?  Apa betul itu rayuan?  Anggap saja begitu!  Hubungan kami sedang manis-manisnya, rasanya ingin seharian bersamanya.  Tiap jam, tiap menit, tiap detik.
            “Ardo, apa kau tak ingin kita pergi berduaan?”
            “Mau kemana?” Ardo balas bertanya.
            “Terserah, pokoknya berdua denganmu saja.”
            Ardo tersenyum menggoda, wajahnya mendekat ke wajahku.  “Bagaimana kalau kita berduaan di kamar?”
            Blush ...
            Akhir-akhir ini Ardo sering menggodaku hingga membuatku tersipu-sipu malu.  Mengapa aku merasa keadaan sekarang sangat bertolak belakang dengan kondisi dulu kala Ardo masih menjadi supirku.  Dunia benar-benar terbalik!
            “Kamar siapa?  Ah gila, kita tidak boleh main gila di rumah ini.  Ada Dad.”
            “Tak berani?” ejek Ardo.
            Sial, dia menantangku.  Tapi aku tak boleh terpancing.  “Orang tak akan mengotori rumah sendiri,” cengirku.
            Dia mendelik, lantas memojokkanku ke dinding.  “Jadi kamu menganggap kegiatan kita kotor?”
            Glek.  Aku menelan ludah kelu, pasalnya dia nampak sangat mengintimidasi.  Dengan sikap dan perbuatannya.  Tangannya menelusup masuk kedalam blusku, terus keatas hingga ke bagian dada. 
            “Apa yan dimaksud dengan kotor?  Seperti ini?” desisnya sembari meremas lembut dadaku.
            “Doooo ..”
            Dia mengangkat alis malas, berlagak sok polos.  “Ada apa?”
            “Tangan .. “
            Ardo mengangkat tangannya yang lain, sementara tangan nakalnya masih bermain di dadaku. “Ada apa dengan tanganku ini?”
            Lagaknya menyebalkan, dia melihat tangannya dengan gaya dibuat-buat.  Astaga meski menyebalkan, bagiku dia nampak menggemaskan.  Fix, kurasa aku memang sudah gila!
            Cup.
            Kukecup bibirnya cepat.  Bertepatan dengan itu terdengar suara dehaman seseorang membuat kepala kami menoleh bersamaan ke asal suara.  Ternyata yang berdeham tadi adalah Sheila, dia muncul bersama Dion yang berwajah masam .. menatap kami benci.
            “Kakak hendak kemana? Kami ikut!” pinta Sheila.
            Aku menggeleng cepat.  “Kami akan pergi berkencan.  Gak ada tempat buat pihak ketiga!”
            “Tentu saja, Kakak.  Tapi tak ada pihak ketiga, kami akan pergi berempat!     
 
==== >(*~*)< ====
 
            “Mengapa kau mengijinkan mereka ikut bersama kita?” bisik Ardo yang duduk di sebelahku, di bangku belakang.
            Didepan, Dion yang menyetir didampingi Sheila.  Aku menatap sebal kearah mereka, dua manusia tak tahu diri yang telah merusak acara kencanku.
            “Dia mengancamku, tak akan membiarkan kita berduaan selamanya!  Licik kan?” desisku menahan amarah.  Sebaliknya Ardo mengulas senyum geli.
            “Cih, mengapa kau tak merasa terganggu karena ancaman itu, Do?!  Apa kau senang kita tak bisa berduaan?” cibirku gusar.
            Ardo mencubit pipiku gemas.  “Gemas, Bellaku sangat menggairahkan jika marah begini.  Benar kan kataku tadi?  Lebih baik kita kencan didalam kamar,” bisik Ardo menggoda.
            Dia mengaduh ketika aku mencubit pinggangnya.  Kutahu Sheila dan Dion diam-diam memperhatikan kemesraan kami, bahkan gadis itu sengaja berdeham untuk merusak keintiman kami.
            Benar saja, sepanjang acara kencan kami .. mereka berdua tak memberi kesempatan bagiku bisa berduaan dengan Ardo.  Mereka terus mepet aja pada kami, sampai ke acara ‘pup’ dan ‘pip’.
             “Aku mau ke toilet lagi,” cetusku tiba-tiba, padahal baru dua menit aku kembali dari restroom.  Kami sedang berada di suatu cafe mewah.
            Ardo menoleh dengan raut wajah khawatir.  “Are you okay?”
            “Yes, I am.  Aku hanya ingin pip melulu.  Tentunya kamu tidak kan, Sheila?  Jadi berhenti mengikutiku!” sarkasku telak.
            Bibir Sheila manyun mendengar teguranku.  Sepertinya kali ini ia tak berniat mengikutiku.  Aku memberi kode pada Ardo supaya ia mengikutiku, tapi sialnya priaku itu nampak tak paham.
            “Mengapa matamu?  Kelilipan?”
            Arrghhh, bodo!  Tak paham ya sudahlah!  Dengan geram aku bangkit berdiri, diikuti Dion.
            “Mau apa?!” bentakku pada Dion.
            “Ke toilet.  Tak boleh?  Aku baru sekali melakukannya,” sinis Dion.
            Aku menghembuskan napas panjang.  Bodo!  Aku bergegas menuju toilet, aku tak mau berlama-lama disana.  Sheila tak boleh kubiarkan berduaan dengan Ardo terus.  Keluar dari toilet, ada seseorang yang menarikku paksa ke pojokan ruangan yang sepi di bawah tangga.       
            “Dion, apa-apaan ini?!” bentakku kesal.
            “Bella, aku hanya ingin tahu .. apa kekuranganku dibanding mantan supirmu itu?!  Dia tak memiliki kelebihan apapun selain parasnya yang rupawan itu!” ucap Dion penasaran.
            “Kau salah Dion.  Dia lebih segala-galanya darimu, kecuali ditinjau dari segi keburukanmu!” tandasku tanpa tedeng aling-aling.
            Mata Dion menyorot kesal, dan mendadak dia memaksa menciumku!  Tentu saja aku berusaha menghindar, tapi dengan kekuatannya yang lebih besar ia memaksa melumat bibirku.  Dion jahanam!  Tak kehilangan akal, aku menggigit bibirku sekeras mungkin.  Dion terpaksa melepaskan ciumannya sembari mengumpat kesal.
            “Wanita tolol!  Apa kau tak tahu kalau dia telah memanfaatkanmu!  Kamu diperbodoh olehnya!  Pria itu tak sebaik penampilannya, dia licik.  Dia punya maksud mendekatimu, Bella!” ucap Dion dingin, dengan kedua lengannya dia mengurungku antara tembok dan tubuhnya.
            Pasti dia bohong, Ardo tak mungkin seperti itu!  Ardo mencintaiku dengan tulus.  Aku menatap Dion geram dengan pandangan berapi-api.
            “Liar!”
            “Suatu saat kau akan menyadarinya .. dia tak mencintaimu.  Kau hanyalah pion dalam rencana balas dendamnya.  Kau dibohongi olehnya!”
            “Liar!  Liar!  Liar!” pekikku geram.
            “Dengar Bella, sadarlah.  Ardo itu adalah ...”
            DUK!
            Aku menendang selangkangan Dion hingga kungkungannya atas diriku lepas.  Lantas aku bergegas berlari meninggalkan bajingan ini.  Sial, kusumpahi perkututnya yang baru saja kutendang telurnya pecah!
 
==== >(*~*)< ====
 
ARDO POV
 
            “Apa maumu, Sheila?” tanyaku tanpa basa-basi setelah Bella dan Dion tak nampak lagi.  Beberapa menit lalu dia mengirim pesan padaku, bahwa ada sesuatu yang perlu dibicarakan denganku.  Berdua!
            Sheila tersenyum centil, kutepiskan tangannya yang mengelus lenganku.
            “Ardo, aku tahu siapa dirimu,” cetusnya sok misterius.
            Deg. 
            Jantungku berdebar kencang.  Apa dia tahu kalau aku pangeran?  Tahu darimana?
            “Aku tak mengerti apa maksudmu!” dengusku dingin.
            “Penyamaranmu, mau kujelaskan lebih lanjut?”
            “Aku tak berminat membahas hal absurd denganmu.”
            “Kau akan menyesalinya, Do,” senyum Sheila.  “Kalau kau mau bekerjasama denganku, mulutku akan terkunci.” 
            Dia menirukan gerakan mengunci mulut, menyebalkan!  Wanita ini ular beludak.  Apa aku harus berkompromi dengannya?  Sementara ini identitas asliku tak boleh terbongkar.  Aku tak yakin apa dia benar-benar tahu identitas asliku, tapi berhati-hati lebih baik bukan?
            “Lalu apa maksudmu dengan bekerjasama denganmu?” pancingku sinis.
            Sheila tersenyum culas, kali ini kubiarkan ia mengelus ringan lenganku.  “Dari dulu aku tertarik padamu.  Kau tahu itu kan?  Bersikaplah sedikit baik padaku, untuk awalnya cukup itu.  Selanjutnya ...”
            “Selanjutnya apa?!” bentak Bella yang mendatangi kami dengan napas memburu.  Wajahnya merah padam menahan amarah.
            Sheila buru-buru menjauhkan tangannya dari lenganku.  Wajahnya kembali datar.
            “Selanjutnya .. aku akan memenuhi permintaan Dad untuk mengawasi kalian baik-baik.”
            “Mustahil!” bentak Bella gusar.
            Sementara aku hanya bertanya-tanya dalam hati.  Apakah benar Mr Alfonzo meminta Sheila melakukan itu?  Atas dasar apa?  Apa dia telah mencium maksud tak baikku?
           
==== >(*~*)< ====

37. The Mafia Love : CINDERELLA MAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang