Part 15: Trapped

1.2K 68 15
                                    

Gemericik air hujan jatuh membasahi aspal halus tempatnya berpijak. Untunglah Kelsey bawa payung. Jika tidak, rambutnya sudah basah karena air hujan. Meskipun hujannya belum begitu besar, tapi tetap saja. Ia akan menjadi basah jika tidak membawa payung. 

Payungnya tidak besar. Well, tergantung berapa orang yang berada di bawah payung itu. Jika hanya Kelsey sendiri yang ada di bawahnya, maka payung itu besar. Tapi, sekarang ia tidak sendiri. Melainkan ia bersama Faris. Maka payung itu menjadi tidak besar lagi. 

Faris memegang badan payung sementara Kelsey berjalan perlahan, mencoba mengimbangi langkahnya yang sedikit terhambat karena ia juga harus mengimbangi langkah Kelsey. Hm, besok-besok Kelsey akan membawa payung yang berukuran lebih besar dari ini. 

Mereka berjalan perlahan, sangat perlahan hingga bisa mengalahkan kelambatan dari seekor siput. Wajar saja, sih. Jika mereka buru-buru, air hujan akan tetap mengenai sebagian tubuh mereka karena sang payung tidak begitu fleksible dan tidak memungkinkan untuk mereka berjalan cepat-cepat. 

Setelah terasa sepuluh menit berlalu—hanya lima menit, jika tidak ada hujan yang mengguyur—mereka akhirnya tiba di depan pintu Mall. Petugas keamanan yang berdiri di samping pintu Mall melemparkan senyum ke arah mereka, sementara Faris menutup payung basah dan menitipkannya pada petugas keamanan. 

Dengan senang hati, lelaki itu mengambil payung dari tangan Faris dan memberinya sebuah kartu bertuliskan tiga buah nomor yaitu 237. Nomor itu menunjukkan loker penyimpanan. Ketika mereka selesai dan hendak pulang yang harus mereka lakukan adalah mengembalikan kartu itu kepada petugas keamanan—yang sekaligus menjadi tempat penitipan barang—agar memudahkannya dalam mencari titipan barang tersebut. 

Kelsey mengangguk sambil tersenyum ke arah petugas keamanan itu, secara tidak langsung mengucapkan terimakasih. Lantas mereka melangkah masuk ke dalam Mall. 

Sekarang hari Rabu, keadaan Mall tidak begitu ramai. Tidak seramai pada akhir pekan, tentu saja. Faris menolehkan kepalanya ke samping, menatap Kelsey. “Mau langsung nyari dress?” 

Kelsey mengangguk pelan. “Iya, find a dress dulu ya. Terus baru deh ke toko mainan, oke?”

Sejak hari Senin, Kelsey memang sudah merongrong minta ditemani untuk membeli dress kepada sahabat-sahabatnya. Awalnya ia meminta Mikayla, tapi perempuan itu tidak bisa. Ada tes wawancara untuk magang di sebuah majalah, katanya. Nathan bilang ia tidak mau. Malas, katanya. Malas menemani Kelsey mencari dress untuk waktu berjam-jam, lebih baik ia main xbox di rumah. Dasar Nate, tidak bisa ya membuat hati Kelsey senang? Jason juga tidak bisa. Ia sudah ada janji mengantar Victoria untuk pergi mengunjungi rumah neneknya. 

Jadilah ia pergi bersama Faris. 

Awalnya ia tidak enak meminta Faris untuk menemaninya mencari dress, karena ia tahu betapa sibuknya Faris menjadi manajer dari kedai kopi milik Omnya itu. Akhirnya ia mengirim pesan pada Faris, memintanya untuk menemani Kelsey membeli dress. Faris bersedia. Dia bilang ia juga harus mencari sebuah hadiah untuk dijadikan kado ulang tahun ponakannya yang akan berulang tahun minggu depan. 

Jadi, sekalian saja.

Syukurlah Faris mau. Kelsey enggan jika harus mencari dress untuk dipakai ke pesta Za sendirian. 

“Naik eskalator aja, ya? Lift bakal lama kayaknya.” Faris mengangkat tangan kanannya dan menunjuk ke arah elevator yang di depannya terlihat segerombolan orang sedang menunggu kedua pintu berlapis besi itu terbuka.

Kelsey mengangguk lantas mereka berdua berjalan ke arah eskalator. Mata Kelsey berkeliaran dengan liar ke toko-toko yang berjejeran di lantai dua. Ia terlihat sedang memilih toko mana yang harus ia kunjungi pertama. Di depannya ada dua toko yang menarik perhatiannya. Chloe’s dan BJ’s Boutique. Kedua toko itu memiliki tiga mannequin dengan dress yang indah-indah. 

Did Our Love Worth It? (Sequel Affair) - j.bTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang