Part 9: Woop, Silent Treatment!

982 62 7
                                    

“We’re going to the carnival!! Wohoo!!” Jason yang memegang kemudi berseru keras.

Kelsey yang duduk di jok belakang—dihimpit oleh Faris dan Nate—hanya tersenyum tipis. Senyuman yang sama sekali tidak pas dengan pendar di kedua matanya. Pendar di kedua bola matanya terlihat redup, jika kau meneliti lebih dalam kau akan melihat seberkas kesedihan disana.

“Yay!!!” Mikayla yang duduk disebelah Jason ikut berseru riang.

Nate diam-diam menoleh ke arah Kelsey, memperhatikan wajah sahabatnya yang sudah kusut sejak satu minggu yang lalu. “He haven’t texted you, yet?” Tanya Nate ragu-ragu.

Kelsey lagi-lagi hanya menggeleng pelan sambil tetap memamerkan senyum tipis yang tidak pas dengan kedua bola matanya itu. Nate memberinya tatapan iba, sebelum akhirnya merangkul Kelsey. “Cheer up, Kels! Let’s having fun!”

Let’s having fun..

Yeah, I wish I can.

Sudah satu minggu. Satu minggu dan Kelsey mendapatkan ‘silent treatment’ dari Justin. Dan selama satu minggu juga Kelsey merasa harinya berlalu lama sekali. Detik waktu pada jarum jam seperti berlalu dua kali lebih lambat dari biasanya. Sang ponsel selalu ada digenggamannya, namun benda itu tak kunjung memberikan sinyal kelap kelip yang biasanya ia dapatkan. Bahkan, SMSnya malam itu hanya dibaca, yah. Sepertinya Justin memang marah padanya.

Kelsey mengerti, ia salah. Ia tahu ia sudah salah besar karena telah salah ketik nama kekasihnya sendiri dengan nama seorang lelaki yang bahkan Justin sendiri tidak tahu siapa lelaki itu. Kelsey memang ceroboh. Kelsey bodoh.

Sebenarnya, bukan hanya pemberian ‘silent treatment’ Justin yang membunuhnya perlahan. Namun juga rasa ingin tahunya akan suara perempuan yang mengangkat telepon Kelsey.

“Hallo?”

Familiar sekali.

Kelsey tahu siapa pemilik suara itu.

Selena Gomez.

Dan demi Tuhan Kelsey ingin tahu mengapa Selena bisa mengangkat telepon itu? Mengapa Selena bisa berada di tempat yang sama dengan Justin?

Mengapa… Oh, mengapa.

Semuanya masih menjadi pertanyaan besar dalam benaknya. Kelsey ingin bertanya pada Justin, sungguh. Tapi sepertinya tak ada gunanya, SMS terakhirnya saja tidak dibalas.

Ah, Kelsey jadi ingin menangis jika ingat beberapa hari terakhir yang begitu menyiksa batinnya. Ia ingin tahu kabar Justin, ia ingin tahu apa yang sedang Justin lakukan, ia ingin tahu Justin sedang dimana….Tetapi sepertinya Justin masih marah padanya.

Segalanya berubah dalam kurun waktu satu minggu.

Justin menjadi seperti stranger. Dan Kelsey seperti seorang penggemar Justin yang ingin tahu apa kabar Justin sementara dirinya hanya bisa menonton lelaki itu di layar TV. Sedih, ya sedih sekali.

Justin masih sering mengupdate Instagramnya, bahkan tweet terakhir yang ia post baru tiga puluh menit lalu.

Lantas sesusah itu kah untuk mengirimi Kelsey sebuah pesan? Sesusah itu kah mengabari Kelsey?

Tidakkah lelaki itu rindu padanya?

Apa hanya karena ‘salah ketik’, sekarang Kelsey bukanlah lagi prioritasnya?

Entahlah.

Kelsey pusing memikirkannya. Kadang ia benci dirinya karena selalu overthinking terhadap sesuatu yang bahkan tidak penting untuk dipikirkan. Dan selama beberapa hari terakhir ini Kelsey sering melamun, memikirkan hal ini. Memikirkan Justin. Memikirkan kebodohannya. Memikirkan bahwa jika saja ia tak salah ketik seperti itu, semuanya akan baik-baik saja.

Did Our Love Worth It? (Sequel Affair) - j.bTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang