Chapter 4

67 6 0
                                    

Chapter 4

Viel terbangun di pagi hari dan mendapati tubuhnya diserang rasa sakit yang luar biasa. Ia menggeliat perlahan, menahan rasa sakit yang menusuk di pinggangnya dan juga pening di kepalanya.

“Aduh, kenapa rasanya sakit semua ya?” tanya Viel dalam hati. Perlahan ia beranjak dari ranjangnya dan menuju kamar mandi untuk cuci muka. Setelah keluar dari kamar mandi, Viel menuju ke kamar Rosto dan mengetuk pintu kamar Rosto, namun tidak ada jawaban.

“Paman kemana ya? Apa masih tidur? Apakah sebaiknya kubangunkan saja ya..” batin Viel ragu-ragu. Tepat ketika Viel hendak mengetuk pintu kamar pamannya, ia mendengar suara dari bawah. Ia pun bergegas ke bawah.

“Paman?” panggil Viel seraya menuruni tangga. Tidak ada jawaban. Viel mematung di ujung tangga terbawah, sebuah perasaan aneh merayapinya. Suara itu kembali terdengar. Viel merasa tangannya mendadak menjadi dingin. Setelah bimbang sesaat, ia memberanikan diri maju dan memanggil pamannya lagi.

“Paman? Paman ada dimana?” teriaknya ragu-ragu. Suara itu kembali terdengar. Viel memaksakan kakinya melangkah ke dapur.

Suara itu terdengar lagi dan semakin keras.

“Apa itu? Seperti suara benda yang dipukulkan ke alas kayu di dapur.” pikiran Viel mulai dirayapi berbagai macam kemungkinan buruk. Perlahan-lahan ia melangkahkan kakinya ke dapur sepelan mungkin, berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun.

Ketika sampai di pintu dapur, Viel menguatkan hatinya dan mencoba mengintip ke dalam dapur. Ia melihat seorang lelaki sedang menghantamkan pisau besar ke alas kayu di dapur, seperti sedang memotong sesuatu yang sulit dipotong. Bekas darah bermuncratan dimana-mana.

“Paman!” teriak Viel. Rosto terkejut dan menoleh ke belakang.

“Ah, Viel. Kau sudah bangun?” tanya Rosto sambil mengelap bekas darah di wajahnya dengan tangannya yang juga berlumuran darah, akibatnya wajahnya justru semakin berlumur darah. “Ah, sial!” umpat Rosto.

“Apa yang sedang Paman lakukan?” tanya Viel bingung.

“Ha? Memangnya kau tidak bisa melihat? Aku sedang memotong-motong daging untuk dimasak hari ini. Kan kemarin kau bilang persediaan daging kita sudah habis.” jawab Rosto sambil terkekeh kecil.

“Oh, iya. Jadi Paman sudah membeli dagingnya?” tanya Viel lagi. Rosto hanya tersenyum kepada Viel dan mulai memotong-motong lagi.

“Tulang-tulang ini terlalu besar, jadi sulit untuk menyimpannya” keluh Rosto.

“Paman. Kapan Paman membeli daging ini? Memangnya toko daging sudah buka sekarang? Dan, ini dagingnya banyak sekali. Tumben Paman membeli banyak daging sekaligus.” tanya Viel semakin penasaran.

“Memangnya tidak boleh kalau kita punya banyak persediaan daging?” Rosto bertanya balik sambil tersenyum. “Siapa tahu, hari ini ramai seperti kemarin kan?” tambahnya lagi. Viel hanya tersenyum mendengar jawaban Pamannya.

“Sini biar kubantu Paman” ujar Viel sambil bergegas menghampiri Rosto.

“Tidak usah, Viel. Biar aku saja yang kerjakan ini. Kau urus saja yang di dalam, dan juga sapu jalanannya. Kau kan tahu aku paling malas menyapu.” Rosto berkata sambil tersenyum kecil.

“Baiklah, Paman” jawab Viel. Ia pun segera membereskan kedai, mempersiapkannya untuk hari ini, kemudian menyapu jalanan di depan kedai.

“Kenapa ya? Sepertinya, aku pernah mengalami hal ini sebelumnya..” pikir Viel sembari menyapu jalanan. Bayangan Rosto sedang memotong daging kembali menghampiri benaknya.

Aku yakin sekali ini bukan pertama kalinya. Dulu hal seperti ini pernah terjadi juga. Aku terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhku, dan Paman Rosto sudah bangun pagi-pagi sekali sedang memotong daging. Tapi dimana Paman Rosto membeli daging itu? Kan belum ada toko daging yang buka sepagi ini.

 

Viel terduduk di depan kedai sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Sesekali suatu bayangan terlintas di kepalanya. Bayangan ia sedang menghantam seseorang. Bayangan ia sedang menendang seseorang, dan semacamnya. Viel mulai berteriak karena rasa sakit yang menusuk-nusuk kepalanya. Ia tidak bisa memahami arti bayangan-bayangan yang terlintas di kepalanya.

“AAAAAAAA!!!” jerit Viel. Rosto bergegas menghampiri Viel dan menariknya ke dalam kedai lalu mendudukkannya di kursi.

“Tenang Viel, tenang. Tarik nafas pelan-pelan. Tidak usah pikirkan apa-apa. Lihat aku, Viel. Lihat aku!” perintah Rosto kepada Viel. Viel masih berteriak keras. Rosto memegang wajah Viel dan menampar Viel, lalu memaksa Viel menatap matanya.

“Dengarkan aku, Viel! Lihat mataku!” teriak Rosto. Viel terdiam terpaku menatap Rosto.

“Tenangkan dirimu. Tidak usah pikirkan apa-apa. Tidak ada apapun yang terjadi. Kau hanya terluka karena terjatuh di tangga semalam.” Bisik Rosto berulang-ulang di telinga Viel. Perlahan Viel menjadi tenang, tubuhnya kembali rileks dan nafasnya mulai teratur.

“Viel..” Panggil Rosto pelan.

“Ya, Paman?” Jawab Viel pelan setelah terdiam beberapa detik.

”Semalam, kau terjatuh dari tangga lagi ya?” tanya Rosto sambil tersenyum manis.

“I, iya, Paman. Aku tidak ingat apa-apa. Tapi rasanya sakit sekali.” jawab Viel sambil meringis.

“Lain kali, hati-hati ya. Untung kau masih selamat.” Ujar Rosto sambil menepuk kepala Viel yang cuma bisa meringis menahan sakit. “Ayo, cepat bereskan kedai. Siapa tahu kedai kita ramai lagi seperti kemarin.” Perintah Rosto sambil kembali ke dapur.

“Baik, Paman.” Jawab Viel. Ia pun berdiri lalu beranjak keluar untuk menyapu jalan.

********************************************************************

CHOPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang