Project 23 ; Likely

690 70 20
                                    

[Today, 22:18]
Jevano
Putri, udah jalan?

Nisrina
udah, aku on the way
10 mins and I'll be there

Jevano
hey, careful

Nisrina
hmm, don't you worry

Jevano
okay, take care
aku di stool ya, Putri


...

°•—Jevano
"...gua mau Dini, Van, gua mau Dini... kenapa dia milih Tian, sih? Kenapa dia nggak milih gua aja yang udah jelas sayang sama dia?" 

Sudah sejak satu jam yang lalu gua mendengar ocehan Willy, dan jujur gua sedih ngelihat temen gua sendiri malah jadi bucin tolol gini; nangis-nangis gara-gara cewek yang nggak balas nerima cintanya. Entah bodoh atau benar-benar cinta, atau mungkin garis antara kebodohan dan cinta itu juga begitu tipis sehingga Willy nggak bisa bedain sama sekali? 

"Bentar, Will. Bentar Nina ke sini," ujar gua sambil menarik tangan Willy yang sudah akan menggapai beer glass untuk nambah minuman, untungnya gua cekatan. Kalau nggak ya sudah wasalam. Willy pasti bakalan minta lebih banyak. 

"Gua maunya Dini! Nina mah buat elu aja!" ujar Willy sambil medesah keras. Sebenernya gua pengen ketawa, tapi gua takut dosa karena ngetawain temen sendiri. Apalagi temen gua ini lagi patah hati karena bakalan ditinggal nikah. Eh, tapi salahnya dia sendiri juga kan? Salah dia sendiri kenapa harus jatuh cinta sama cewek yang nggak sayang sama dia?

Sepuluh menit sudah berlalu dan gua nggak denger kabar di mana Nina. Gua kesal karena Willy kalau lagi kobam, mulutnya suka ngelantur kemana-mana. 

"...Van, lu tau nggak? Gua sayang banget sama dia, beneran deh, she tasted so good and—"

Dan gua nggak mau denger semua itu anjing. Gua mendengus keras, dan memilih untuk mengacuhkan laki-laki yang sedang wasted tersebut. Gua berusaha menghalau Willy untuk kembali bersentuhan dengan alkohol. 

"Jevano," suara Nina terdengar dari belakang gua. Gua langsung menoleh dan melihat Nina berdiri dengan wajah super panik, rambut berantakan, dan scrunchy yang gua kasih melingkar di tangannya.

Gua buru-buru turun dari stool yang gua duduki dan kali ini melihat Nina sepenuhnya berdiri di depan gua, menyadari kalau Nina nggak ke sini sendirian. Gua mengerutkan kening untuk melihat lebih jelas siapa laki-laki yang berdiri di sebelah Nina. Itu adalah laki-laki yang sama dengan laki-laki yang menghampiri Nina di meja kami di hari kami pertama kali bertemu. Jujur aja, gua nggak suka lihat ekspresinya. Gua juga nggak suka keberadaannya di sini. 

"Willy nggak papa?" tanya Nina panik, gua menoleh dan menunjuk pada William, kakak sepupunya sudah terkulai di atas meja.

"Dia udah berhenti minum kok, nungguin kamu buat pulang. Ini siapa?" niatnya gua pengen ramah, tapi kok kayanya munafik banget ya? Jadi gua apa adanya aja. Gua nggak suka keberadaan cowok ini, ada sesuatu di dalam diri dia yang bikin gua kesal. Percayalah, ini lebih dari sekedar jealousy. It's something I called guts. Something off about this guy.

"Oh ini Gavin, dia yang anterin aku ke sini," jelas Nina seolah-olah dia perlu banget bilang kalimat yang paling belakang biar gua nggak salah paham atau semacamnya.

Ada perasaan mengganggu yang tiba-tiba muncul di hati gua ketika Nina menyebutkan namanya. Jadi ini sosok Gavin yang Nina sebut-sebut itu. Gua nggak suka. Jelas. Oh demi apapun, demi apapun gua bakalan kasih semuanya buat Nina. Apapun yang dia minta asalkan dia gak suruh gua untuk pergi atau untuk nyakitin dia.

Karena gua nggak bisa jauh dari dia. Karena gua aja nggak bisa membayangkan if she walks aways from my life. I won't be able to do everything as the way it was, for sure. The way before she entered my life... I don't even remember how I survive this life before I met her.

When It's Just You and Me - [ DAY6 Lokal! Alternate Universe • pjh ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang