Selamat berbuka puasa.
Yang belum buka nnt aja bacanya ya💜*
Jimin menghela napas pelan saat melihat rentetan pesan dari Ayahnya. Pria tua itu meminta Jimin untuk menemuinya sebentar saja untuk menjelaskan tentang proyek yang Jimin kerjakan selama 2 bulan lalu.
Mau tidak mau Jimin harus datang, hanya dia yang mengerti setiap detail dari proyek itu. Jika dia lepas tangan maka perusahaan akan rugi besar.
"Ji, aku akan pergi sebentar, kau tidak apa kau kutinggal sendiri?" Jimin mendekatkan diri kearah Jiera, meletakkan kepalanya dipaha gadis itu lalu mendongak menatap wajah cantik sang pujaan hati.
"Pergilah, aku tidak apa." Jiera tersenyum, mengelus rambut Jimin yang mulai memanjang. "Saat ada aku saja kau lupa merawat dirimu, bagaimana jika tidak ada aku?"
"Biar saja, aku tidak akan merawat diriku jika tidak diingatkan olehmu. Sengaja, kau ini suka tidak perhatian padaku." Kening Jimin berkerut mengucapkannya. Kesal, Jieranya tidak perhatian. "Lagipula kau akan selalu ada disisiku, jadi ingatkan aku terus ya?"
Jiera hanya menampilkan senyumnya, tak bisa menjawab apapun. Sebab ini hari terakhirnya bersama Jimin, tak mungkin dia menjanjikan hal yang pasti akan dia ingkari. Jimin akan semakin terluka.
"Sudah sana bersiap, kau harus pergikan?"
Jimin mengangguk, mencuri sebuah kecupan dari Jiera barulah akhirnya dia pergi bersiap kekamar.
Sepeninggal Jimin, Jiera malah tersenyum masam. Ingatan bagaimana Nyonya Ryu memohon padanya kembali terputar jelas.
Jiera tidak tau keputusannya ini benar atau tidak. Dia rasanya ingin egois dan mementingkan kebahagiaannya, tapi dia tidak bisa, hatinya masih terlalu baik untuk melakukan itu.
"Setelah ini berbahagialah, Jim. Aku sudah berkorban untukmu, jadi tolong raih kebahagiaanmu sendiri." Gadis Goo itu bangkit dari duduknya lalu mempersiapkan pakaian yang akan dipakai Jimin untuk pergi nanti.
*
Jimin rasanya bosan sekali saat menghadiri rapat yang beberapa saat ini tidak dia lakukan. Jujur saja, walau gaji menjadi pelayan disebuah cafe sangat kecil, tapi Jimin sangat menyukai pekerjaan barunya itu. Apalagi teman bekerjanya merupakan seseorang yang dia cintai, komplit sudah.
Mengingat itu Jimin jadi merasa sedih, seharusnya ia menghabiskan waktu berdua dengan Jiera seharian ini-walau hanya dirumah saja.
Setidaknya menonton televisi sembari cuddle bukanlah hal yang buruk.
Namun semua itu harus dibatalkan sebab urusan perusahaan yang penting, harus melibatkan Jimin.
Setelah 2 jam duduk diam dirapat penting itu akhirnya Jimin bernapas lega saat orang-orang yang ada dirapat itu mulai keluar satu persatu.
Begitu pula dengan Jimin, dia hendak bangkit sebelum suara Tuan Ryu memasuki rungunya.
"Kau mau kemana?"
Jimin mengerutkan kening, "tentu saja pulang, sudah selesai 'kan? Aku lelah, ingin pulang dan istirahat."
Tuan Ryu menatap Jimin lamat-lamat sebelum akhirnya ikut berdiri dihadapan putra sulungnya itu. "Kau harus menyelesaikan satu hal lagi."
Mata Jimin membelalak dengan bahu yang melemas. "Apalagi? Bukankan Appa bilang aku hanya perlu hadir dirapat ini dan semuanya selesai?"
"Ini tentang perjodohanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Epoch [End]
Fanfiction[Be wise: mature content] Awalnya semua dilandasi akan dendam yang dimiliki Jimin kepada sahabatnya-Goo Taehyung. Namun siapa yang menyangka bahwa dendam tersebut membawa warna sendiri dalam kehidupan Jimin. Dengan kehadiran Goo Jiera sebagai alat b...