XV.Should We Part?

2K 420 27
                                    

Jiera kira itu hanya ancaman belaka, dalam pikirannya Nyonya Ryu tidak akan mengganggunya lagi. Namun dia salah, setelah 1 pekan setelah kejadian disupermarket itu, Nyonya Ryu muncul kembali dihadapannya.

Menarik gadis bermarga Goo itu pergi dari tempatnya bekerja menuju mobilnya—Nyonya Ryu.

"Uang ini, ambil semuanya dan segera pergi dari kehidupan putraku." Ujar Nyonya Ryu angkuh, melipat kedua tangannya didada sembari menatapmu hina. "Kau tau? Dengan kau bersamanya, kau telah merusak kehidupannya."

"Putraku sempurna, tak memiliki celah. Dan kau? Gadis tidak tau diri yang datang kekehidupannya, menghancurkan masa depan indah yang aku bangun untuk putraku."

Wanita paruh baya itu berbicara dengan santai tanpa nada yang meninggi, namun kata-katanya begitu menusuk. Jiera bahkan hanya bisa bungkam dibuatnya.

"Jadi aku minta tolong padamu, pergilah, jangan ganggu putraku lagi." Nyonya Ryu menangkupkan kedua tangannya dengan mata berkaca-kaca.

"Kumohon. Seorang Ibu sedang memohon padamu Jiera-ssi. Aku hanya ingin putraku bahagia." Ujarnya pelan. "Jika kau tidak pergi dan perjodohannya dibatalkan maka semua akan hancur. Suamiku, Jimin dan perusahaan kami akan hancur. Bukan mudah suamiku membangunnya."

Kau sukses terdiam, bagaimanapun jika dipikirkan yang diucapkan Nyonya Ryu benar. Sudah biasakan jika saham suatu perusahaan menurun maka diadakan kerja sama dengan berbagai persyaratan.

Mungkin keluarga Jiah mengajukan perjodohan ini sebagai syaratnya. Jiera tidak bisa egois karena akan merugikan banyak orang.

Bukan hanya keluarga Jimin, tapi karyawan di perusahaan mereka juga terancam. Sulit, ini semua rumit sekali. Jiera bingung harus bagaimana.

Disatu sisi dia tidak mungkin menyakiti Jimin dan dirinya sendiri, tapi dia juga tidak bisa membiarkan keluarga Jimin dan ratusan atau bahkan ribuan karyawan dari beberapa cabang perusahaan pria itu kehilangan pekerjaan begitu saja.

"Satu lagi, kasihanilah Jiah. Semenjak Jimin pergi dia selalu menangisi kehidupannya, dia dituntut oleh keluarganya untuk menerima perjodohan ini namun dia menolak karenamu, dia memikirkan perasaanmu."

"Haruskah?" Jiera berucap lirih, tanpa sadar air matanya bahkan perlahan menetes. Dia berpikir, terus memutar otaknya agar mendapat keputusan terbaik.

Dia memikirkan segalanya. Jika dia dan Jimin yang terluka, bukan masalah besarkan? Jimin akan segera melupakannya sebab Jiera yakin dia bisa menemukan kebahagiaannya bersama Jiah nantinya.

Dari sudut pandang Jiera—setelah Nyonya Ryu menyampaikan tentang Jiah yang memikirkan perasaannya, gadis itu baik, sangat baik malah. Dia pasti bisa membahagiakan Jimin, Jiera yakin.

"Bisa berikan aku waktu?" Jiera meremas rok yang dia pakai. "Aku berjanji, aku akan pergi. Tapi setidaknya berikan waktu untukku bersama Jimin, sebentar  saja. Setelahnya aku akan pergi, tidak akan menunjukkan wajahku barang sedetikpun."

"3 hari, setelahnya tolong pergi sesuai janjimu." Nyonya Ryu sedikit memperlihatkan senyumnya. "Maafkan aku."

"Tidak apa Nyonya, terimakasih karena telah menyadarkanku atas apa yang kuperbuat." Jiera meletakkan uang yang diberikan tadi keatas dashboard. "Aku tidak munafik, aku memang butuh uang. Tapi tidak dengan cara seperti ini, aku masih memiliki dua tangan dan kaki untuk bekerja. Maaf jika perkataanku menyinggung, aku permisi."

Jiera segera keluar dari mobil itu, kembali ke cafe untuk bekerja. Tadi saat Nyonya Ryu menariknya, Jimin pergi untuk mengganti pakaiannya yang tak sengaja terkena kopi milik pelanggan. Jadi pria itu tidak tau bahwa Jiera bertemu dengan Ibunya.

🌍

"Kenyang sekali sumpah," Jimin menepuk-nepuk perutnya yang sudah terisi penuh dengan makanan yang Jiera buatkan, "jika kau terus memasak makanan-makanan lezat ini maka perutku akan membuncit seperti Manager Lee."

Jiera sukses tertawa saat mengingat bagaimana perawakan Manager Cafe tempat mereka bekerja. "Kau mau begitu? Perutnya seperti ibu hamil."

"Tidak, nanti kau tidak cinta lagi."  Jimin tersenyum manis lalu menarik tanganmu untuk dia genggam. "Bagaimana kalau perutmu saja yang aku buat begitu? Aku siap, sekarang."

Tanganmu refleks memukul tangan Jimin. Sudah lama sejak pria itu terus berbicara frontal, sekarang mulai lagi.

"Mau?" Tanya Jiera sengaja menggoda Jimin. Tentu saja Pria Park itu mengangguk antusias. "Mau, mau sekali, ayo."

Saat Jimin akan menarik tangan Jiera, gadis itu langsung menahannya sembari tertawa kencang. Lucu sekali Jimin yang tampak bersemangat begitu.

Selama mereka tinggal dirumah baru, Jiera melihat sisi lain Jimin. Pria itu tidak hanya kasar dan penuh karisma. Dia lebih sering bersikap manja dan menggemaskan. Jiera suka jika Jimin sudah menunjukkan sikap itu.

"Kau ini menggebu-gebu sekali, ingin sekali?" Jiera terkikik kecil lalu memeluk Jimin erat. "Aku juga, ayo bawa aku dan berikan aku kenikmatan itu. Aku menginginkanmu, juga."

Mendapatkan lampu hijau dari Jiera, Jimin segera membawa gadis itu ke kamar. Memberikan sentuhan-sentuhan menggoda yang tentunya membuat dirinya dan Jiera sendiri berteriak kenikmatan.

Biarlah malam ini mereka menyalurkan rasa cinta itu melewati sentuhan dan kegiatan yang mereka lakukan. Sebab Jiera sendiri sudah memikirkan cara untuk pergi meninggalkan Jimin. Bisa, dia harus bisa. Walaupun rasanya sakit.

Tak apa, dia berkorban untuk Jimin juga. Dia yakin Jimin tidak akan merasakan sakit yang lebih dari ini.

🌍

Hari ini hari 3 setelah perjanjian itu. Hari dimana kau dan Jimin sama-sama bersantai sebab hari ini cafe tutup.

Pria itu tadi izin padamu untuk pergi sebentar karena ada urusan mendadak. Dan itu membuatmu mendapatkan ide yang akan memisahkanmu dengan Jimin.

Dengan air mata yang terus turun kau meletakkan kotak kecil berisi hadiah terakhir untuk Jimin. Isinya sebuah jam tangan yang Jiera beli dengan gajinya, juga sebuah clip suara untuk Jimin.

Setelah meletakkannya dinakas, Jiera segera mengambil liquid bening yang dia simpan dilemari. Perlahan menelan liquid itu hingga rasa aneh menyerang.

Cukup lama Jiera merasakan sebuah rasa tidak nyaman ditenggorakannya hingga akhirnya busa putih keluar dari sana.

Air matanya masih tetap mengalir tapi bibirnya terus menyunggingkan senyum. "Maaf Jim, semoga setelah ini kau bahagia walau tanpaku. Terimakasih atas kebahagiaan yang kau berikan, aku senang bisa mengenalmu."

Jiera menutup matanya perlahan, kesadarannya mulai hilang. Jiera harap Jimin akan datang lebih lama hingga ia berakhir mati disana, tidak ingin diselamatkan.

Karena setelah dia pikirkan. Dia tidak akan sanggup jika meninggalkan Jimin begitu saja, lebih baik dia mati dan meninggalkan semuanya. Itu lebih baik.

Tbc

Nahloh meninggoy😜
Jangan lupa vote gak bayar kok, jangan pelit atuh😢😭

-Jeedesultory-

Epoch [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang