12. trust takes seconds to break.

339 63 9
                                    

Dita mondar-mandir depan rumah Jennie, menunggu pintu dibuka. Sudah satu menit dan masih belum ada tanda dari Jennie, dirinya kembali memencet bel pintu rumah.

"Siapa sih?" tanya Jennie membuka pintu dan melihat Dita yang sudah berdiri depan pintu dengan wajah kesal. "Gue udah lebih dari satu menit disini kenapa lo lama bang— Eh? Haris? Hey! Lo ngapain disini?" Dita menoleh ke Haris yang baru datang dengan segelas green tea.

Siapa yang belum pernah mencoba green tea keluarga Kamaniya? Dita paling doyan dengan green tea yang di buat oleh Jennie. Dulu setiap baru pulang sekolah, pasti Dita akan mampir ke rumah Jennie dimana chefnya sudah membuat empat gelas green tea, untuk Jennie Dita Greta dan Sheren.

"Udah lama gue gak liat lo, ayo masuk" ajak Jennie lalu menariknya masuk. "Di rumah ini banyak staff kenapa gue yang bukain pintu buat lo ya" ucap Jennie bingung. "Ya sekali-kali, mandiri" balas Dita yang membuat Jennie menatapnya dengan jijik.

"By the way lo ngapain disini, Ris?" tanya Dita mengalihkan topik, "Oh... Lo anterin bukunya Jennie ya? Padahal gue bisa tau, Ris" ucap Dita yang membuat Jennie menatap Haris bingung. Haris hanya bisa terdiam, dan memaki-maki Dita dalam hati. Dita tentu melakukan ini dengan sengaja, dirinya kesal melihat Haris bersama Jennie, apalagi dengan masa lalunya mereka.

"Katanya lo mau ketemu Brian? Mana Brian? Kok lo malah sama Jennie?" tanya Dita kembali dengan sengaja. "Brian lagi main sama temennya, gak ada dia di rumah" ucap Jennie. Dita hanya ber-oh ria sebagai jawaban.

"Lo sendiri ngapain disini, Dit?" tanya Jennie menatap Dita sekarang. "Gue? Udah lama gak ketemu lo, kenapa engga kan" ucap Dita tersenyum ke arah Jennie. "Sekalian mau nengokin Sheren, mana tu anak?" tanya Dita.

Pintu rumah baru terbuka, "Tuh baru nyampe kayaknya— Sama Desmon" ucap Jennie melihat Sheren dan Desmon yang berjalan ke arahnya. "Tumben rame. Kumpul-kumpul nih?" tanya Sheren melihat ke sekitar, "Mumpung ada setengahnya disini, gue ajak setengahnya lagi deh! Udah lama gak ketemu" ucap Sheren lalu membuka ponselnya.

Dita hanya bisa menatap Haris, berharap Haris menoleh ke arahnya dan memberi penjelasan kepadanya, tetapi nihil.

...

"Iyalah gue kalau cari pasangan harus sama prinsip politiknya karena cara seseorang liat politik mencerminkan moralnya" ucap Greta kepada teman-temannya, "Kalau dia gak dukung kesetaraan gender gimana? Sama aja boong anjir" ucapnya kembali.

Percakapan di antara mereka, dari pembicaraam kasual ke politik, pasti ada saja pembicaraan ini di angkat. Apalagi setengah orang disini belajar tentang bidang itu. Pasti ada saja perdebatan di antara keduanya. Contohnya yang paling sering berantem itu, Greta dan Daniel, dimana Daniel masih punya sedikit prinsip konservatif sedangkan Greta kebalikannya, Greta itu liberal banget. Mungkin karena dirinya yang setengah hidupnya berpindah-pindah di negara-negara liberal.

"Ren, bokap gimana?" tanya Dita mengalihkan topik kepada Sheren. "Baik-baik aja. Gue masih ngurusin surat-surat. Kalau bukti lebih kuat ketemu pasti langsung bebas bokap" ucap Sheren sambil tersenyum. "By the way, bokap nyokap cerai" tambah Sheren sambil tertawa, sedangkan yang lainnya memberi tatapan empati.

"Ayolah, jangan kayak gitu. Ketawa aja. Orang lucu kok, hidup gue tiba-tiba yang berubah drastis" Omong kosong yang Sheren katakan semuanya. Siapa yang tidak sakit melinat kehidupannya yang berubah lebih buruk.

"Ren, gue udah berusaha bilang nenek gue—" Sheren memotong pembicaraan Jennie, "Ih, gapapa di bilang. Santai aja, gue yakin kalo kita semua positif, papa bakal keluar secepatnya" ucap Sheren dengan senyuman terukir di wajahnya.

"Sepi amat" saut Daniel. "Tau lo semua. Diem-diem aja lo semua" tambah Rafael. "Ya coba baca ruangan, Niel, Yel" jawab Dita menatap keduanya. "Tau lo berdua! Kalo emang sepi kenapa lo berdua gak yang ide-in mau ngapain" tambah Jennie.

"Cringey, quirky, alay, tapi main truth or dare yuk" ucap Rafael yang membuat seisi ruangan meghela nafas malas.

"Ih tunggu dulu. Truth or darenya yang versi anak-anak luar negeri. Gue dulu main mulu sama si Greta, ya kan Gret?" tanya Rafael yang membuat Greta mengangguk kecil.

Greta tidak bisa berkonsentrasi saat ini. Dirinya terus memikirkan keadaan Angkasa yang ternyata di lilit banyak hutang. "Yang om temu dari Angkasa Oktavia, kalau ayahnya bangkrut dan ibunya baru saja di berhentikan sementara untuk praktek di rumah sakit. Dirinya dari dulu tidak mempunyai hubungan baik dengan orang tua dan tinggal bersama tantenya. Saat masuk kuliah dirinya pindah ke apartemen yang harga sewanya sebulan duapuluh lima juta. Sudah selama delapan bulan Angkasa gak bayar dan dia di lilit hutang banyak dari kampus juga" Greta hanya bisa terdiam mendengar perkataan omnya.

Lamunan Greta buyar karena Jennie menggoyangkan tubuhnya, "Apaan?!" tanya Greta dengan kesal yang membuat seisi ruangan diam, melihat tingkah lakunya yang beda. "Lo kenapa sih?" tanya Jennie balik kesal, tentu membuat Greta semakin kesal melihat respon dari Jennie.

"Lo bisa gak sih ngertiin gue dikit?" tanya Greta menatap ke arah Jennie dengan sinis, lalu dirinya berdiri dan meninggalkan ruangan. Seisi ruangan hanya bisa menatap kepergian Greta dengan bingung.

"Jen, santai aja" ucap Sheren pelan. "Gimana gue mau santai? Dianya aja gak santai!" protes Jennie. "Lagian ya tuh kalau ada masalah seharusny cerita jangan di pendam sendiri" ucap Jennie lalu melirik ke Dita yang di sadari olehnya.

Dita hanya bisa menatapnya balik. Dita tahu Jennie sedang menyindirnya, bukan Greta. Tidak tahu kenapa, Dita merasa akhir-akhir ini Jennie berubah, dirinya memperilakukan Dita beda dengan yang lainnya.

"Gue kayaknya harus pulang deh" Dita berdiri yang mendapat banyak decakan kesal. "Ah udah Greta, lo pulang juga?" tanya Daniel yang membuat Dita hanya tersenyum kecil. Dirinya melirik ke Haris, berharap dirinya berdiri dan ikut dengannya, tetapi tidak. Haris saja tidak melirik ke arah Dita.

"Yaudah, hati-hati" ucap Jennie dengan senyuman lebar di wajahnya. "Makasih, Jen" kata Dita kepadanya dengan senyuman kecil. "Bye, Ren" bisik Dita memeluk Sheren sebelum pergi.

...

"Lo ngapain disini? Lo tau darimana apart—" Angkasa yang baru saja ingin berjalan ke arah unit apartemennya, di kejutkan oleh Greta yang berdiri di depan pintunya.

"Tadinya malah mau gue dobrak tapi males banget, butuh tuk—" Angkasa menarik Greta dengan kasar yang membuatnya meringis, "Gue tanya lo ngapain disini? Tau apartemen gue darimana?" tanya Angkasa dengan marah menatapnya dalam, yang membuat Greta menciut.

"Udah gue tebak, gak bisa jawab" ucap Angkasa melepas tabgan Greta dan berjalan ke arah pintu apartemennya, "Jangan gunain hak istimewa dan kekayaan lo buat melibatkan diri lo ke masalah orang lain" kata Angkasa sebelum memasuki apartemennya.

Greta hanya bisa menyendet di tembok lorong, dirinya sedikit gemetar melihat Angkasa yang menariknya dengan paksa dan mendorong ya ke tembok dengan sedikit kencang.

Perkataan terahkir Angkasa terngiang-ngiang di pikirannya. Apakah dirinya terlalu terlibat dalam masalah Angkasa? Apakah dirinya kelewatan? Greta berusaha membuang pikiran-pikiran tersebut.

Dirinya semakin gelisah dan panik saat dirinya mengingat, "Gue lunasin semua hutang dia" batin Greta kepada dirinya sendiri menatap pintu apartemen Angkasa dengan tatapan kosong.

...

Stay safe semuanya.
Instagram: @/littlelessmuch (followback semua orang, ayo temenan 🤍)

Muhammad Angkasa Oktavia
(Angkasa)

Muhammad Angkasa Oktavia(Angkasa)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
GIRLS [REVISION PROCESS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang