18. the new normal.

317 62 8
                                    

"Thanks, Yel" ucap Angkasa selagi membuka pintu mobil Rafael, dimana Greta duduk. Rafael hanya tersenyum datar ke arah Angkasa sebagai balasan.

Great sempat menoleh ke sampingnya dengan tatapan 'lo gapapa? makasih ya. gue turun ya?' dan Rafael hanya tersenyum kecil ke arahnya, lalu melajukan mobilnya ke arah parkiran.

Sialan Angkasa batinnya. Dirinya ingin menonjoknya sekarang juga kalau bisa (lebih tepatnya kalau tidak ada Greta).

Last minute banget, Angkasa menelfon Rafael (Yang kebetulan ada di rumah Greta) untuk mengantarnya ke prom karena Angkasa telat berangkat.

Greta menggalungkan tangannya di lengan Angkasa selagi memasuki aula prom. "Gue nanti malem nginep disini" Greta hanya menoleh ke arahnya, bingung. "Loh? Lo gak tau? Anak-anak pada nginep nanti di atas. Pada mesen hotel" kata Angkasa, "Ya biasa lah, mabok-mabokan kalau enggak tidur bareng" ucap Angkasa yang membuat Greta kurang nyaman, tidak tahu kenapa.

"Nanti lo mau mampir ke kamar gue?" tanya Angkasa yang membuat Greta menggelngkan kepalanya singkat, "Ayolah Gret. Gak ngapa-ngapain kok, cuma mau minum aja. Masa lo gak mau?" tanya Angkasa.

"Enggak, Sa. Makasih" cengir Greta, "Lagipula gue seharusnya gak minum alkohol lagi acara sekolah ini. Iya gak sih?" tambahnya yang membuat Angkasa tertawa kecil. "Sayang banget" kata Angkasa yang membuat Greta mengangguk kecil, "Nope. Gue gak ngerasa rugi kok" cengir Greta lagi.

Baru saja Angkasa mau berbicara, Jennie bersama Haris menghampirinya. "Ew. Lo gak cocok banget berdua" celoteh Jennie selagi menoleh sesaat ke Greta dengan tatapan bingung dan khawatir. "Sa, jangan di apa-apain anak orang" sarkas Haris sambil tertawa. "Kayak lo gak bejat aja, bro" balas Angkasa yang membuat Jennie memutar kedua bola matanya.

"Rafael mana?" tanya Jennie. "Lah mana dia tau, Jen. Emang dikira Greta siapanya Rafael" saut Angkasa yang membuat Greta sedikit kesal. "Tuh dia. Doi baru dateng" tunjuk Haris kepada Rafael yang baru memasuki aula, jasnya yang ia tenteng dirinya melihat ke sekitar.

Greta merasa tenang melihat Rafael yang sedang berjalan ke arahnya. "Susah banget nyari parkiran" ucap Rafael. "Makanaya, valet dong, Yel. Punya duit gunanya buat lebih gampang hidup, malah gak mau. Kayak di kasih hati mintanya ketek tau gak lo" balas Angkasa yang membuat Jennie menatapnya aneh.

Angkasa bisa merasakan aura di antara teman-temannya. Ia tahu mereka tidak suka kepadanya. Dirinya benci tidak mendapat perhatian banyak dari teman-temannya. Maka dari itu dirinya — "Eh bentar dulu ya, ada yang ketinggalan" ucap Angkasa lalu pergi meninggalakn mereka.

Setelah Angkasa pergi, Jennie menatap teman-temannya satu-satu. "Gret, hati-hati" ucap Jennie khawatir. "Why, Jen?" tanya Greta bingung. "I know this is ridiculous, tapi kita seua gak percaya sama cowo itu" kata Jennie yang membuat Greta tertawa remeh. "Gret, Jennie bener. Coba lo pikirin omongan dia" tambah Haris. Rafael hanya bisa menatapnya dengan tatapan khawatir.

"Whatever. Lo semua ngomongin dia di belakang. Bukannya berlebihan? Lo semua aja gak ada yang sedeket sama dia kayak gue? Terus kenapa lo sem— ADUH ANGKASA!" teriak Greta kaget.

Angkasa menumpahkan minumannya ke dress Greta, di bagian atasnya.Yang membuatnya harus menarik dressnya agar tidak menempel ke dadanya.

Rafael refleks membuka jasnya dan memakaikannya ke pundak Greta, tidak seperti Angkasa yang malah diam memperhatikan Greta. Haris saja, langsung pergi melihat.

Ada beda dengan seseorang laki-laki dengan cowo, jelas keliatan yang mana.

"Gue ada kaos di atas, lo mau ke atas?" tawar Angkasa yang membuat Jennie ikut campur, "Ke atas? Ke kamar hotel lo?" tanya Jennie menatapnya dengan sinis, "Gue juga mesen kamar. Kenapa harus ke kamar lo kalo misalnya dia bisa ke kamar gue yang lebih aman? And by the way, gue bawa kayak lima dresses ke sini, lo tinggal pinjem aja" tambah Jennie yang membuat Angkasa diam.

GIRLS [REVISION PROCESS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang