[1] - 1 - Ilmu Kimia

267 30 59
                                    

Alkisah, di suatu hari yang cukup cerah dan berlokasi di rumah minimalis dekat bukit, dua makhluk duduk berhadapan sembari menikmati semilir angin.

“Ilmu kimia adalah ilmu tentang materi, sifatnya, strukturnya, perubahan atau reaksinya, serta—MiHa! Sampai kapan aku harus baca ini?!”

Materi ganjil—atau bisa dibilang baru datang—yang mendengar itu sontak memberi tendangan maut ke arah makhluk bermuatan negatif dan selalu susah diajak kompromi ini. “Elektron! Kamu bahkan belum baca sampai satu kalimat!” keluhnya dengan menggembungkan pipi.

“Habisnya gua dapat pesan kalau cecunguk itu lagi jalan sama Proton!”

“Terus kalau jalan, kenapa? Daripada ngesot?”

“Si*lan,” umpat sosok yang telah kita kenal sebagai Elektron ini. “Maksud aku kencan, k-e-n-c-a-n.”

“Loh, kenapa? Bukannya Proton sama Neutron memang—“

“Argh! Kalau lu berani ngomong kata itu, gua ngga bakal bantu sama sekali!”

“Jangan dong!” MiHa langsung jatuh tersungkur dan memeluk betis pemuda itu dengan tersedu-sedu. “Kalau kamu nggak bantu aku, aku nggak bakal bisa kembali ke tubuh manusiaku!”

Ya, materi absurd—tapi ngakunya imut-imut ini—terjebak di dalam tempat asing bernama Pedalaman Kota Kimia. Di sini tidak jelas dia itu apa, tapi setelah bangun di salah satu bukit juga berguling-guling di atas rumput hijau, ada pesan rahasia yang datang bersama pemuda ini dan memberinya misi untuk mengenalkan eksistensi Kota Kimia  tersebut.

“Peduli amat! Lagipula, lu bisa jadi materi buangan. Jadi, buat apa susah-susah?”

“Kamu, kok, jahat, sih!” MiHa mulai meraung-raung. “Kenapa harus bilang materi buangan juga?”

Elektron mengerjap seolah tidak merasa bersalah sama sekali. “Ya, mungkin lu itu kentut.”

“Kenapa harus kentut! Kenapa nggak sesuatu yang agak elegan kayak air mata yang jatuh atau apalah!” MiHa menghentak lantai berulang kali tidak terima.

Pemuda itu mulai mendecak kesal. “Kalau lu memang materi buangan, terus apa salahnya? Kemungkinan besar kamu itu sejenis gua dan selalu dibuang ke sana kemari sama para unsur. Jadi, kalau lu benar-benar nggak bisa kembali ... gua bakal berusaha nemenin, kok.”

Mulut kecil itu mengap-mangap. MiHa seketika bungkam setelah mendengar kata tulus yang diucapkan sedikit kasar itu sehingga wajahnya agak memerah. Ia menggaruk hidung yang tidak mancung-mancung amat, tapi paling mancung di keluarga. “Ta-tapi. Kita harus tetap lakukan perintah, loh. Kamu pasti bakal dapat masalah kalau nggak ngelakuinnya, kan?”

Elektron mengembuskan napas kasar dan kembali duduk, kemudian meraih selembar kertas di atas meja. Ia membacanya dengan lantang, “Siapapun yang akan mendengarku, ingat baik-baik.

“Ilmu kimia adalah ilmu tentang materi—kayak aku sama makhluk nyasar ini, sifatnya, strukturnya, perubahan atau reaksinya, serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Kimia berasal dari kata al-kimia, yang artinya perubahan materi. Bapak kimia sendiri adalah Jabir bin Hayyan, ilmuwan Arab yang hidup dari 700–778 Masehi.

“Secara singkat, ilmu kimia mempelajari materi dan perubahannya.

“Materi yang mayoritas akan kita pelajari itu berupa unsur dan senyawa—mungkin kalian pernah dengar air (H20), asam HCl, gas hidrogen (H2), kentut?—isinya ada sulfur (S) makanya bau, nasi, garam (NaCl), dan lain-lain. Intinya, sih, semua itu ada di sekitar kita. Jadi, jangan pusing-pusing.

“Hilangkan juga pandangan bahwa senyawa kimia itu toxic—kayak hubungan kamu sama pacar kamu, karsinogenik (bisa menyebabkan kanker), atau istilah seram lain dan hanya ditemukan di lab doang. Please, deh. Itu kamu minum setiap hari pakai apa. Makan sama apa.

“Bahkan tubuh manusia itu terdiri dari triluyan atom. Jadi, kalau kamu masih takut sama istilah ‘kimia’ gitu atau menganggapnya toxic dan lain-lain, berarti kalian lagi ngatain diri sendiri—Aw! Iya-iya aku salah! Jangan pukul kepala aku!

“Mereka nggak sekeren aku memang, tapi seru juga buat dipelajari.  Akan banyak teori, tapi hitungannya nggak kalah banyak juga. Pokoknya, semangat.” Dahi pemuda itu berkerut. “Sudah?”

“Itu seharusnya kalimat terakhir dibaca lebih ... yasudahlah. Apa yang bisa diharapkan?” gumam sosok lain di ruangan itu. MiHa akhirnya mengangguk dan mengangkat ibu jarinya. “Walau sedikit, tapi bukan berarti nggak informatif, kan?”

Dengan tidak niat, makhluk bermuatan negatif itu berdeham.

Yeay!”

Elektron menatap MiHa sambil tiba-tiba tersenyum kejam. “Bilang, kalau siapapun yang baca dan lihat rekaman ini harus paham, karena aku bakal buat quiz buat mereka.”

Qu-quiz? Semacam ujian singkat gitu?”

Ia mengangguk. “Iya, setiap akhir bab aku ditugasin buat bimbing mereka.”

“Oah, I see.”

Elektron mengangguk sekali lagi. “Kalau gitu, gua mau pulang. Sudah beres semua, kan?”

“Sudah, kok.” MiHa memiringkan kepalanya, heran. “Langsung pulang? Nggak jadi buat ganggu acara kencan Proton sama Netron?”

Seolah diingatkan hal yang tidak enak, wajahnya langsung kembali sebal. “Cih, lagipula gua yakin kencan mereka bakal gagal meskipun tanpa campur tangan gua.”

“Kamu yakin? Aku rasa Neutron justru nggak seburuk itu.”

“Lu mungkin nggak tahu, tapi  gua ini banyak yang suka tahu!”

“Terus kenapa Proton nggak suka kamu?”

“Itu—argh! Sudahlah.” Ia langsung  mengambil jaketnya dan membanting pintu. “Jangan lupa ketik sub-bab berikutnya!” ujarnya setelah itu pergi meninggalkan MiHa sembari menahan rasa kesal.

“Tunggu!” Gadis itu mengembuskan napas pasrah dan memandang sebuah buku yang awalnya mau diberikan sebagai rasa terima kasih kepada pemuda tersebut. Bagaimanapun, Elektron memang sudah sangat membantunya selama ini baik ketika di Pedalaman, maupun di Kota. “Padahal buku ini bagus, loh. Cape-cape aku beli ini di Kota. Barangkali bisa bantu kamu lebih memahami Proton.”

Jemari kecilnya mengusap judul buku tersebut dengan lembut.

Metode Ilmiah: Pendekatan Sistematik dalam Penelitian.

Di Kota Kimia—dimensi luar dari tempat tinggalnya—ini dikenal sebagai metode untuk lebih mengenal si Dia.

Tutorial men-stalk gebetan?

Yasudahlah, pokoknya itu.

Lanjut lagi!

....

Inilah awal sebuah MiHa—yang pada akhirnya diketahui sejenis elektron juga—menulis berbagai kisah yang terjadi di tempat yang kita cintai, Kota Kimia. Entah apa yang akan dihasilkan dari imajinasi liarnya kali ini, tapi semoga para manusia terhormat yang membaca bisa memetik beberapa manfaat.

Yang tertanda di bawah ini,
Wali Kota Kimia.

* * *

Pratinjau

Ilmu kimia adalah ilmu tentang materi—kayak aku sama makhluk nyasar ini, sifatnya, strukturnya, perubahan atau reaksinya, serta energi yang menyertai perubahan tersebut.

* * *

Semoga kalian nggak salpok.
Semoga kalian memaklumi ke-absurd-an ini.
Semoga kalian suka!

P.S: jika dirasa penting, silakan catat yaw! (materi belajarnya, loh!)
Oh, ya. Maaf sedikit muahaha. Setelah ubek-ubek buku kimia kelas sepuluh, malah cuma ada satu paragraf doang tentang ilmu kimianya. Yasudahlah, ya. Mohon maklumkan diriku yang malas ini wkwk.

Terus, aku sengaja membedakan Kota Kimia dengan Pedalaman Kimia—tempat MiHa sama elektron dengan identitas sekian sekarang—karena kalau disatukan, bakal aneh nanti. Ah, sudahlah. Semoga bisa dimengerti.

See, ya!

27 Maret 2021

Catatan di Kota Kimia - Jilid 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang