Sinar mentari masuk menembus kaca kamar berukuran 5x4 meter tersebut. Bella mengangkat tangannya, menghalangi sinar mentari yang membuat silau. Ia mulai membuka matanya. Nampan berisi sarapan tergeletak di meja sebelah kanan tempat tidurnya. Asisten rumah tangganya berarti sudah masuk sejak satu jam yang lalu, membukakan jendela kamar dan membawa nampan sarapan karena Bella tak kunjung turun ke dapur.
Ia melirik jam kecil di sisi tempat tidurnya yang lain. Ini sudah pukul setengah sembilan pagi, ia tidur larut semalam. Bella duduk di tempat tidurnya, mengumpulkan seluruh nyawa. Sesekali ia mengucek matanya, beberapa menit kemudian gadis itu minum air putih di nampan yang disediakan lalu bangun, melakukan peregangan di depan tempat tidurnya, lima menit kemudian Bella melakukan pemanasan, sedikit jumping jack dan beberapa gerakan pemanasan yang biasa dilakukannya. Selesai pemanasan sepuluh menit, ia kemudian melakukan beberapa gerakan pilates.
Tiga puluh menit berlalu, keringat sudah membanjiri tubuhnya, ia melakukan beberapa pendinginan dan sedikit peregangan kembali. Itulah rutinitas pagi harinya, Bella mengambil handuknya kemudian menuju kamar mandi. Selesai membersihkan diri dan berpakaian, ia menuju nampan sarapannya. Meneguk jus sayur dan buah, juga memakan ubi rebus, kacang mete dan alpukat.
Bibinya Rose adalah wanita yang terobsesi dengan kecantikan dan gaya hidup sehat, semenjak divonis kanker serviks delapan belas tahun yang lalu, ia memutuskan untuk melakukan gaya hidup seperti itu. Bella mengadaptasi semua kebiasaan itu dari Bibinya. Dengan hal tersebut, Bella tumbuh dengan wajah yang cantik dan tubuh proporsional, ia pun hampir tak pernah sakit, bahkan untuk sakit flu saja bisa dihitung jari, mungkin hanya sekitar 3 kali dalam 4 tahun.
Apa yang akan ia lakukan sekarang, ini pukul setengah sepuluh.
Dddrrtt... Dddrrtt...
Ponselnya bergetar, telihat sebuah pesan dari sahabatnya, Lili.
Lili : [Hai Bell, hari ini mau ngapain? Jalan yuk?]
Bella : [Jalan kemana?]
Lili : [Mall, kita nonton?]
Bella : [Entahlah, aku berencana untuk pergi ke perpustakaan.]
Lili : [Dasar kutu buku! Tidak! Kita nonton hari ini!]
Bella : [Dasar aneh! Ajak saja pacarmu sana! :p]
Lili : [S*al! Kau tahu aku tak punya >,<'' Kutunggu satu jam lagi! Jangan telat, kalau telat kau yang traktir! Bye!]
Bella menatap layar ponselnya dan tersenyum. Ia bergegas mengganti bajunya. Dua puluh menit kemudian, ia turun ke bawah, ia melihat sebuah surat kabar tergeletak di sana. Matanya berbinar, Bella langsung membuka bagian iklan kolom baris. Gadis tersebut awas mencari iklan yang mencurigakan. Nihil, tak ada iklan yang mencurigakan.
Ia menekuk mukanya sedikit kecewa. Baiklah, mungkin aku yang akan menghubungi ayah dan ibu sekarang, pikirnya. Ia lanjut berjalan ke luar rumah, baru berjalan beberapa langkah dari pintu depan, suara seorang wanita terdengar.
"Non, mau kemana?" tanya Mpok Ida, asisten rumah tangganya.
"Mau nonton sama Lili, Mpok. Saya pamit dulu ya, mungkin pulang agak sore."
"Oh, berangkatnya sama Non Lili?"
"Ngga, Mpok, saya berangkat sendiri saja."
Tak lama terdengar suara seorang laki-laki paruh baya, "Non, biar saya yang antar saja." Itu adalah Mang Ujang yang tergopoh-gopoh datang entah dari mana.
"Terima kasih Mang Ujang, saya naik kendaraan umum saja, paling kalau kemalaman saya nanti telpon Mang Ujang saja ya." Ucap Bella. Tanpa menunggu jawaban, Bella pamit pergi. Mang Ujang memang supir pribadi di rumah ini. Bella berangkat dan pulang sekolah menggunakan bus dari sekolahnya, jadi ia jarang memakai kendaraan pribadi. Biasanya jika Paman dan Bibinya ada di rumah, mereka akan bersikeras menyuruh Bella untuk pergi bersama Mang Ujang kemana-mana.
Bella sampai di halte bus depan kompleks perumahannya. Ia sedang menunggu bus datang ketika ponselnya bergetar, sebuah panggilan dari Bibinya, Rose.
"Hallo, Bell. Kamu dimana sekarang? Mang Ujang bilang kamu tak mau diantar ke tempat nonton." tanya Rose.
Bella memutar bola matanya, pasti tadi Mpok Ida ditelepon oleh Mom dan ia menanyakanku, batin Bella.
"Hai, Mom. Aku sedang menunggu bus. Eh, iya Mom, tempat nonton dan rumah tak jauh, jadi aku pikir aku naik bus saja. Hehe. Nanti pulangnya aku janji telepon Mang Ujang," jawab Bella.
"Ya ampun, Bell. Padahal lebih cepat diantar Mang Ujang. Ya sudah, jangan pulang sendiri ya, ingat telpon Mang Ujang untuk menjemputmu. Maaf Mom dan Dad masih ada perjalanan Bisnis."
"Okey baiklah, Mom. Iya aku tahu, Mom kan bilang akan pergi selama dua minggu. Hati-hati di sana, jangan lupa makan dan jaga kesehatan, Mom dan Dad."
"Kau juga Bella sayang, ingat untuk meminum green smoothiesmu. Vitamin dan skincaremu pun jangan lupa kau pakai. Ah, dan jangan terlalu banyak makan cemilan. Kau tau itu tak baik bagi tubuhmu," celoteh Rose di seberang.
"Siap, Boss." Jawab Bella sambil tersenyum geli.
"Okey, sayang, selamat bersenang-senang. Jangan pulang terlalu larut."
Sambungan terputus. Ya, meskipun Rose dan Jack sangat sibuk, kadang bahkan tak bisa meluangkan waktu bersama Bella sehari-hari, tapi mereka tetap secerewet itu pada Bella. Mereka benar-benar menganggap Bella sebagai anaknya. Bus sudah datang, Bella memasukkan telepon genggamnya ke dalam tas.
Ia naik ke dalam bus yang penuh tersebut. Semua tempat duduk sudah terisi, tak masalah ia bisa berdiri, pikirnya. Seorang lelaki berdiri dari kursinya, mempersilahkan Bella duduk. Bella tersenyum dan mengangguk ke arah lelaki tersebut.
"Terima kasih." Ucap Bella, sang lelaki hanya mengangguk, ia menatap wajah lelaki tersebut.
Astaga! Pekik Bella dalam hati, wajahnya mulai memerah. Ia tak nyaman berada di sebelah lelaki tersebut. Ia tak menyadari bahwa itu adalah si lelaki berdarah Jerman yang mengiriminya kode sandi rumput, teman sekelasnya, Heinz. Heinz menggunakan topi baseball sehingga membuat Bella tak menyadari itu adalah dirinya. Mata coklat muda Heinz menatap Bella yang kini seperti udang rebus. Sebenarnya pikiran Heinz pun berkecamuk, ia harus menuntaskan salah paham yang terjadi antara dirinya dan Bella.
Bella tampak gelisah, sebentar-sebentar melihat ke jalan.
"Aku tak menyangka kita bertemu di sini, kamu mau kemana?" tanya Heinz.
Bella menggigit bibirnya, "Aku mau turun di halte selanjutnya." Jawab Bella tanpa memandang lawan bicaranya.
Heinz tampak tak percaya, "Kamu masih risih gara-gara kejadian di sekolah saat itu? Aku berusaha menemuimu, tapi aku kesulitan menemukanmu, Bell. Itu salah paham."
Bella nampak tak nyaman dengan percakapan mereka. Heinz rasanya mau meledak. Ia menarik napas panjang, orang-orang di sekeliling mulai mencuri dengar percakapan mereka. Lelaki itu menatap Bella lagi.
"Aku yang turun di halte selanjutnya saja, kamu tetaplah di sini sampai ke tempat tujuanmu."
Bus berhenti di halte, Heinz menepuk bahu Bella dan langsung turun di halte tersebut, seorang perempuan lanjut usia naik, Bella berdiri dari tempat duduknya dan mempersilahkan nenek tersebut duduk di tempatnya. Bus mulai melaju kembali, ia melihat ke arah jendela, tepatnya melihat Heinz yang juga sedang melihat bus melaju, mata mereka tak sengaja bertatapan kembali. Bella cepat-cepat memalingkan wajahnya. Ia menarik napasnya, 'kenapa aku kaku banget sih, dia bilang apa? Salah paham? Harusnya aku mendengarkan dulu penjelasannya, duuuh' pikir Bella dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspedisi Beku
FantasiDemi bertemu dengan kedua orang tuanya, akhirnya Bella memutuskan sebuah ide gila, menyusul mereka ke Arktika. Namun tak disangka-sangka, dalam perjalanan Bella malah bertemu dengan Lili, sahabat baiknya, dan Heinz, lelaki berdarah Jerman yang menyu...