71. Surat Keyla

94 17 2
                                    


Setelah lama tak tahu apa-apa, kini aku benar-benar seperti orang asing.








**


Daffa melangkah pelan, memandangi lekat Syila yang tampak bergeming menatap kosong tv yang menyala. Pemuda itu mendesah berat, membasahi bibir sesaat kemudian mendekat pada ranjang gadis mungil itu.

"Syila"

Daffa memanggil pelan, duduk ragu di tepi ranjang menyadarkan Syila. Walau kali ini dia tertegun mendapat respon tak terduga dari gadis itu.

Syila tak menoleh sedikit pun, malah menggerakan bahu menepis lengan Daffa.

"La" panggilnya sekali lagi, bangkit segera memutar langkah kini didepan Syila.

Yang kemudian Daffa mendesah berat, saat pandangannya jatuh Syila menghindari kontak mata. Memunggungi Daffa memutar badan dengan cepat.

Pemuda berjaket denim hitam oversize itu kembali melangkah cepat. Tanpa kata memegangi kedua bahu Syila membuat gadis itu jadi tak bisa menghindari lagi.

Daffa menghela napas, meraih lengan Syila menggenggamnya hangat. Hening sesaat, dengan Daffa yang memandangi gadis itu lekat.

Yang kemudian, pemuda itu duduk kembali. Membasahi bibir sejenak, kemudian mulai membuka suara.





"Lo marah? Lo... marah karena gue biarin mereka mau ketemu lo?"



Syila melemaskan bahu mendengarnya, tetap bergeming membuang muka seolah tak peduli.



"Hm, gue sok tau. Harusnya gue minta izin dulu sama lo. Bukannya langsung bawa mereka ke sini ngebuat lo kaget" Daffa menjeda, berkata tenang masih memandangi dalam Syila yang terus saja melirik samar menghindari tatapan.



"Tapi... gimanapun juga, mereka keluarga lo. Orang orang yang sayang sama lo. Gue udah terlalu lama nyembunyiin ini dari orang terdekat lo"

Daffa menipiskan bibir, tangannya terangkat mengusap lembut rambut hitam panjang Syila. "Apapun masalahnya, mereka pasti nyesel. Mereka sayang lo, gue mohon jangan dendam"

Syila meneguk ludah, kini mulai melirik berani balas menatap Daffa. Dia memejamkan mata, ingin membalas namun tak bicara. Membuat dia jadi membuang muka merunduk dalam sesak.

Daffa memandangi itu, tersenyum kecil melihatnya. Pemuda itu merapikan rambut Syila, menyematkan anak rambut ke belakang telinga. Kemudian menepuk kecil puncak kepala gadis itu.

"Itu wajar, lo masih belum menerima. Gue tahu rasanya. Tapi ingat, lo nggak bisa berada di titik ini terlalu lama. Karena gimana pun juga, mereka orang terdekat lo" katanya memberi nasihat. Daffa menarik nafas, kembali melanjutkan.

"Kamu bisa kok, aku yakin. Kalo kamu masih mau nenangin diri, aku kasih kamu waktu. Tapi kalau kamu udah siap, bilang. Biar nanti, aku bisa jadi jembatan perdamaian antara kamu dan keluarga kamu" Daffa meringis kaku, menggaruk pipi grogi sendiri mengganti kosa kata 'aku-kamu' seperti sekarang.

Syila memajukan bibir, merunduk dalam tersentuh dengan perkataan pemuda di depannya. Walau berikutnya dia mengangkat wajah, merentangkan tangan lebar seolah berkata 'Boleh aku peluk kamu?'

Yang dibalas Daffa kerutan bingung dengan alis meninggi tak mengerti. Walau selanjutnya senyumnya mengembang lebar, mendekat pada Syila membawa tubuh mungil itu pada rengkuhannya.

"Ingat pesan gue ya, bilang kalau udah siap" pintanya sekali lagi. Dibalas Syila anggukan dua kali di dada Daffa.

"Bagus, ini baru namanya Syila" pujinya bangga menepuk kecil belakang kepala gadis itu.

KAKEL CHANYEOL | 💎 PCY [ On Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang