Part 8

4K 276 32
                                    

"Kamu maafin aku kan? Maaf aku sudah kurang ajar. Aku hanya terlalu emosional. Aku janji tidak akan kurang ajar seperti kemarin lagi. Aku minta maaf Kei." Ben menundukkan wajahnya dengan rasa bersalah. Ben tau dirinya sudah keterlaluan kemarin. Cemburu membuat matanya buta.

Kezia menatap Ben yang memasang wajah memelas. Yah... wajah itulah yang digunakan Ben untuk mendapat maaf darinya selama ini. Dan Kezia selalu saja luluh. Mereka telah bersama sejak kecil.

Ben selalu menjaganya dari anak-anak nakal, Ben yang selalu mengobatinya ketika ia jatuh dan terluka, Ben selalu memeluknya ketika ia menangis. Sudah banyak hal yang mereka lalui. Tentu saja Kezia tidak akan sanggup membencinya terlalu lama.

"Maafin aku juga Ben." Ujarnya sembari menghambur kepelukan pria itu. Ben senang akhirnya mereka berbaikan. Tidak sia-sia ia memohon, bahkan membuntuti Kezia kemanapun hari ini. Ternyata tanpa sahabatnya itu ia amat kesepian.

"Aku yang salah." Balas Ben sendu. Ia membalas pelukan itu dengan lebih erat. Pelukan yang sangat ia rindukan. Memang benar, semua yang sedang terjadi sekarang adalah salahnya. Dia penyebab kekacauan ini.

"Kita masih bersahabat kan?" Tanya Ben lagi, dan Kezia mengangguk setuju.

"Tentu saja. Kamu kan pelindungku." Canda Kezia sambil mencubit kedua pipi Ben dengan gemas. Hal yang sudah sering terjadi ketika Kezia sedang bahagia atau gemas kepada Ben.

"Tapi aku mau ditraktir." Kini Keiza menatap Ben sinis dan bibir yang memanyun.

"Ice cream, cupcake, atau bakmie kesukaan kamu?" Tawar Ben. Memang hanya Ben yang paling tau makanan favoritenya. Ben paling tahu apa yang inginkan.

"Aku lagi pengen makan bakmie langganan kita." Rengeknya manja.

"Ya udah ayo! Kita borong sama gerobaknya." Ben menarik tangannya ke arah mobil. Kezia tertawa saja. Jika boleh jujur Kezia sangat merindukan Ben. Ternyata pria itu selalu memiliki tempat di hatinya. Ben terlalu special.

Ben pun memiliki perasaan yang sama. Namun sekarang semua sudah terlambat. Mungkin takdir diantara keduanya memang tidak bersama. Mereka hanya ditakdirkan menjadi sahabat saja. Tidak lebih dari itu.

Mobil mereka pun melaju ke sebuah kedai bakmie, yang menjadi langganan mereka dari sejak smp. Tempat mereka menghabiskan waktu ketika masih duduk di bangku sekolah.

*****

Letta menatap ibunya jenuh. Ia kesal sekali dengan sikapnya yang selalu seenaknya. Memintanya dekat dengan si ini dan itu. Letta lelah. Apa ibunya tidak tahu, jika hanya Ben yang Letta cinta selama ini?

"Pokoknya mama nggak mau tahu. Kamu harus kembali sama Jacob." Sally tersenyum smirk.

Ia masih ingat bagaimana Merlin mempermalukannya. Padahal suaminya yang menggodanya lebih dulu. Theo yang selalu mengejarnya! Bukan salahnya jika ia tergoda kan? Kenapa hanya ia yang disalahkan?

Jika Jacob menikah dengan Letta anaknya, itu cukup untuk membalas dendam kan? Merlin pasti akan sangat kesal dan dipermalukan. Putranya menikah dengan anak dari selingkuhan suaminya? Pasti sangat menyakitkan.

"Letta hanya mencintai Ben, Ma. Kenapa Mama bersikeras mendekatkan aku sama Jacob dari dulu? Ibunya selalu menghinaku." Letta terisak dengan nafas yang tercekat.

"Maka dari itu, balas penghinaanya dengan mendapatkan Jacob!"

"Letta nggak mau! Letta cinta sama Ben! Letta tidak mau kehilangannya." Sentaknya tak terbantah.

"Pria yang hanya menginginkan tubuhmu itu?"

"Tapi Ben yang udah banyak bantu kita kan, Ma? Jangan paksa Letta! Aku mohon, kali ini saja." Letta memohon dengan tangisan pilunya.

"Kamu mau mama bunuh diri lagi? Kamu mau mama mati rupanya? Baiklah."

Letta meremas kepalanya frustasi. Ia masih ingat bagaimana ibunya terkapar di rumah sakit karena lengan yang tergores pisau. Bagaimana ketika ibunya sekarat dan hampir mati.

Ibunya mempunyai riwayat depresi. Tidak ada pilihan selain menuruti keinginan ibunya. Karena ibunya bisa berbuat nekat kapan saja. Hanya ibu yang ia punya setelah sosok ayahnya meninggal. Letta tidak mau kehilangannya.

"Baiklah." Ujarnya dengan isak tangis, lalu pergi meninggalkan ibunya. Ia masuk ke kamar dan melihat sekeliling. Banyak sekali foto-fotonya bersama Ben. Sudah lima tahun mereka bersama. Banyak yang telah di lalui. Apa iya, dia harus menghianati Ben?

Lagipula apa Jacob masih menyukainya? Itu mustahil. Sangat mustahil. Tapi jika ia tidak melakukannya, ibunya akan berbuat diluar nalar. Entah apa yang terjadi antara keluarga Jacob dan ibunya. Kenapa mereka saling membenci? Dan kenapa dia yang harus menjadi korbannya?

"Kenapa aku harus lahir di keluarga ini? Aku sangat membencinya. Aku berharap tidak pernah di lahirkan jika seperti ini." Isaknya tersedu-sedu.

"Maafin aku Ben. Tapi... ini juga bukan kemauanku."

****

Buat yang nggak sabar nungguin repost bisa pembelian lebih dulu yah!

Bisa di beli di GooglePlay dengan judul Cam We Back 2

Karya Karsa dengan judul Sexy Destiny.

Harganya murah kok hanya 19.800 rupiah.

Tapi cerita ini akam aku repost sampai tamat kok 🥰


Can We Back Season 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang