Di Balik Lensa Kamera

25 1 0
                                    

Sebelum pertemuan di masjid itu, kukira Lara hanya akan menjadi serpihan kisah masa lalu sebagai pelengkap halaman dalam bab-bab kehidupanku. Layaknya sebuah buku, ia hanya akan menjadi pemanis kisah yang tak begitu penting dalam tulisan-tulisanku tapi, aku salah menerka, hingga diakhir cerita ia memiliki peran penting dalam kehidupanku bahkan, karenanyalah aku mampu memaknai hidup. Darinya aku banyak belajar tentang ketulusan, keikhlasan dan kepedulian terhadap sesama. Bagiku, Lara adalah kesederhanaan wanita yang keindahannya terpancar dari sebuah ketulusan. Semua itu terlihat dari caranya mengaplikasikan sifat, sikap dan penampilannya, pun dalam kehidupan bermasyarakat ia dikenal sebagai sosok yang ramah dan inspiratif sehingga siapapun yang mengenalnya akan mengaguminya.

Lara memiliki paras ayu dan bermata sayu, menatap lembut kepada siapapun yang sedang berpapasan dengannya atau berkomunikasi secara langsung. Tatapan lembut dari matanya akan selalu menjadi nilai plus bagi dirinya sebab, seolah-olah memberi kesan akrab pada setiap orang bahkan pada mereka yang belum sekalipun mengenal dirinya. Di pipi kanannya terdapat titik hitam yang biasa disebut banyak orang dengan tahi lalat, namun aku menyebutnya sebagai pelengkap keindahan yang Tuhan berikan padanya dalam bentuk wajah yang sempurna. Selain itu, kehadiran Lara menjadi salah satu inspirasi teman-teman wanitanya dalam berbagai hal seperti, caranya berbusana muslimahnya ( yang tetap fashionable terlihat keren dan kekinian), kecintaannya terhadap literasi dan anak-anak, semua itu menjadi pembeda antara Lara dan teman wanita lainya. Entalah, mungkin karena proses pembentukan karakter yang ia dapatkan selama belajar di kota nun jauh disana, lingkungannya atau apalah itu yang mampu memberinya sudut pandang yang anti mainstream terhadap apapun yang ia lihat, sehingga membuat wanita ini begitu beda dari kebanyakan teman wanita yang ku kenal.

Tiada hari tanpa kesan, kata -kata itu sangat pas untuk menggambarkan sosok seorang Lara. jika melihat dari apapun yang di perbuatannya, alasannya hanya satu ; Ia hanya ingin bermanfaat untuk orang lain, dan di beberapa kesempataan saat aku dan Lara berdialog tentang banyak hal, ia selalu bilang "Semoga kita bisa menjadi alasan bagi orang lain untuk bahagia". Satu diantara kutipan Lara di salah satu akun sosmednya yang paling kuingat dan menjadi 'Self Reminder' ku adalah ("Jika bisa bermakna saat muda, mengapa munggu saat tua? Jika bisa sadar sejak muda, mengapa menunggu saat tua? Jika bisa menjadi lebih baik saat muda, mengapa menunggu saat tua? Jika bisa produktif saat muda, mengapa menunggu saat tua? Dan jika bisa mulia saat muda, mengapa menunggu saat tua?")

Satu hal yang membuatku semakin mengagumi sosok Lara adalah dimana disuatu sore saat ia dan kameranya mencari obyek untuk fokus bidikan kameranya dan kebetulan aku sedang menemaninya sembari menikmati senja sore hari di tepi sungai yang mengalir lembut.

"Ra, menurut kamu apa sih yang membuat orang khususnya pemuda apatis terhadap lingkungannya?" Mulaiku
Sambil mengarahkan lensa kamera padaku "Waw. . . kayaknya agak berat nih pembahasannya" klik. . . kameranya berbunyi menandakan ia sedang memotret diriku yang berada di depan lensa kameranya. "pertanyaannya harus di jawab sekarang?" Ia menunjukan hasil jepretannya padaku.
Kulihat gambar diri dalam layar kamera, "Besok," dengan nada setengah geram "ya sekarang lah Laraaaaaa!!!" jawabku sebel
"Kamu tu ya, gak pernah berubah," Masih sibuk dengan kameranya "selalu aja apa yang kamu mau pengennya cepat terwujud tanpa memperhatikan keadaan." Ia meneruskan
"Salah siapa coba, aku nanyanya serius eh, kamunya malah becanda" Dengan perasaan sedikit dongkol

Lara selalu punya cara untuk meredam sifatku yang suka ngambek dan sedikit kekanak-kanakan, dengan sedikit lelucon maka aku kembali dibuatnya tertawa dan bisa menerima alasan-alasnya. Kemudian ia menjawab pertanyaanku dengan pernyataannya,

"Salah satu yang membuat seseorang Apatis itu adalah ego, Wir. Mereka yang selalu mementingkan ego daripada kesadaran, akan selalu membenarkan pernyataannya sebagai Aku (mementingkan diri sendiri) dengan zona nyamannya, tanpa menghiraukan kenyataan yang ada. Pada dasarnya setiap manusia memiliki sifat empati yang sama hanya saja, ego lah yang selalu membatasi manusia untuk sadar terhadap kenyataan dan pada akhirnya mereka acuh tak acuh dan bersikap masa bodoh terhadap setiap permasalahan yang terjadi."

Abadi Laraku (Sebuah Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang