Antara asa dan pasrah

8 0 0
                                    

Jika suatu saat nama kita bukan rindu, maka biarlah hujan menjadi bukti bahwa kita pernah bercerita tentang angin yang bergemuruh

Jika nanti kau dan aku bukan salah satu dari takdir Tuhan (Sepasang), maka biarlah malam menjadi saksi atas doa yang ku langit kan dalam keheningan

Jika kelak kita hanya di sebut sebagai kenangan, maka biarlah waktu menceritakan bahwa aku pernah menulis keinginan dalam kesederhanaan kata tanpa ucapan yaitu diam.

Hanya sajak itu yang bisa menggambarkan perasaan paling dalamku terhadap Lara. Setelah sore memilukan itu, aku tidak lagi berhubungan dengan Lara bahkan, hanya sekedar menyapa aku terlalu takut untuk melakukannya. Aku tahu kekecewaan yang di rasakan Lara, tapi di sisi lain aku tidak ingin membiarkan perasaanku menetap terlalu lama tanpa terungkapkan. Hampir satu bulan aku kehilangan kabar dari Lara, aku dengan segala aktivitas pekerjaanku ternyata sedikit mampu mengalihkan semua tentang Lara, tapi tetap saja pertanyaan-pertanyaan datang meminta jawab atas kejadian antara aku dan Lara.

Akhirnya, aku coba mencari tahu tentang Lara pada sahabat terdekatnya dan betapa terkejutnya aku mendengar penjelasan dari temannya tersebut. Bahwa dalam waktu dekat Lara akan kembali ke kota yang telah membesarkannya, dari informasi yang ku dapat, Lara hanya ingin menyelesaikan hal-hal yang belum sempat ia tuntaskan di sana tapi tak menutup kemungkinan bila ada peluang dan kesempatan ia akan memulai pekerjaan yang sempat ia tolak demi mengabdi di kampung halaman.

Dan akhirnya, aku harus menghubunginya langsung dan apapun hasilnya aku akan terima. Bagiku ini usaha terakhir untuk memperjelas semua yang terjadi, menghubunginya via WA adalah jalan satu-satunya. Malam itu ku mulai membuka komunikasi dan menjelaskan sejelas-jelasnya, sekarang atau tidak selamanya. Berlanjut atau berakhir pada ujungnya.

Kubuka andoridku dan langsung mengetik pesan pada Lara.

"Assalamualaikum, Ra. Maaf untuk pesan yang sengaja ku kirimkan untukmu, ini adalah usah terakhirku untuk ngejelasin semua yang terjadi di sore itu. Aku tau, aku lah yang ngerubah alur kisah persahabatan kita dan itu hal paling konyol yang pernah aku lakuin. Mungkin ini adalah momen terakhir kita saling sapa, tapi tak apa. Melenyapkan kamu dalam kehidupanku bukan hal mudah, dan jujur jika kamu emang udah gak mau tahu dan ngehapus aku dari hidup kamu demi apapun aku ikhlas dan itu hak kamu, pun kamu gak akan pernah anggap jadi sahabat kamu aku akan terima, bahkan jika dengan aku tak lagi mengusik dan ganggu kamu ngebuat kamu bahagia aku janji ini adalah kali terakhir aku ngechat kamu. aku hanya ingin kamu tahu satu hal, Ra, tentang rasa aku hanyalah korban dari anugerah Tuhan yang dititipkan-Nya padaku lewat rasa bernama Cinta. Makasih, udah hadir dalam hidup aku, walau sebentar itu sangat berkesan. Tetap semangat, jaga kesehatan, dan kamu benar yang jauh bukan jarak tapi diam".

Satu jam kemudian, pesan yang ku kirim barulah bercentang biru dan itu artinya pesanku sudah dibuka dan semoga ia membacanya. Aku benar benar telah merasa di ujung jalan, ada asa dan pasrah yang kurasakan dalam satu waktu bersamaan. Logika bilang tak akan ada harapan untuk kembalikan keadaan seperti sediakala, ini adalah akhir kisah yang harus aku terima atas kebodohan yang aku lakukan tapi, di saat bersamaan hati bilang kalo ini bukan akhir dari segalanya, ini adalah awal dari sebuah permulaan dan berat memang. Apapun itu, aku siap dengan segala konsekuensinya jika memang harus usai biarlah usai sebagai pelajaran dan kenangan.

Denting nada di handphone membuat hatiku sedikit lega mendengar notif pesan dan itu pesan dari Lara. Segera ku baca pesan dari Lara

"Waalaikum salam, Wir. Jujur, aku masih belum percaya atas kejadian hari itu. Aku benar-benar syok saat kamu nyatain perasaan sama aku, dan aku gak bisa nahan rasa kecewa dan masih gak habis pikir bisa-bisanya kamu mendam rasa sama sahabat kamu sendiri dan itu aku. Sebenarnya itu bukan alasan untuk nolak kamu, tapi ada hal yang gak pernah aku kasih tahu sama kamu sebelumnya bahwa aku udah punya komitmen dengan seseorang di luar sana. Aku udah terlanjur janji untuk nunggu dia datang dan ngelamar aku, Wir. Aku juga minta maaf karena udah kasar sama kamu dan aku sadar aku juga sebenarnya gak dewasa saat itu, harusnya kejadian itu gak ngebuat kita larut dalam masalah. Wir, Ada hal yang lebih penting untuk kamu ketahui tentang aku, kamu mungkin cuma tahu bahwa aku selalu ceria, senyum terus, semangat setiap ngelakuin sesuatu dan sebenarnya ada hal dibalik semua itu,Wir. Malam ini kamu harus tau aku yang sebenarnya, aku gak pengen kamu banyak berharap sama aku tahu kenapa? Aku sakit , Wir, sakit aku udah parah dan aku udah di diagnosa kalau hidup aku udah gak akan lama lagi dan aku gak pernah ceritain ini pada siapapun. Aku udah mutusin untuk balik ke kota dalam waktu dekat, ada hal yang harus aku selesain di sana. Kamu orang baik, Wir dan percayalah akan ada wanita yang baik yang akan ngebuat kamu bahagia dan itu bukan aku, Wir."

Bahagia, sedih bercampur menjadi satu saat ku baca pesan dari Lara. Aku bahagia karena Lara memberi isyarat bahwa apa yang telah terjadi di antara kita akan tetap baik-baik saja dan aku sedih karena Lara cepat atau lambat akan menjadi sebuah kenangan. Kemudian ku balas pesan tersebut.

"Aku ikut bahagia dan semoga bisa di segerakan niat baik kamu sama calon pendamping hidup kamu. Makasih udah ngasih kesempatan untuk aku ngejelasin semuanya. Aku gak kebayang kalo kamu gak ngerespon pewan aku Ra, tentang sakit kamu aku udah tau jauh sebelum kamu ceritain semuanya. Tentang sakit kamu, tentang masalah kamu, bahkan tentang masa lalu kamu Ra. Aku udah janji sama diri aku sendiri untuk setidaknya jadi orang yang selalu ada buat kamu dalam setiap keadaan apapun. Aku tahu kamu pernah koma dua tahun lalu dan itu jauh sebelum kita bareng-bareng lagi kayak gini, aku selalu ikuti setiap postingan medsos kamu tentang apapun kesukaan kamu dan itu jauh sebelum kita sedekat ini lagi. Ra, aku mohon jika kamu hanya ingin jadi alasan untuk orang lain bahagia, maka kasih aku kesempatan buat jadi alasan kamu untuk selalu tersenyum meskipun itu susah. Aku udah mutusin hidup aku sepenuhnya aku kasih buat kamu meski dalam keadaan terburuk sekalipun, aku mohon Ra".

Tak lama kemudian Lara kembali membalas pesanku.

"Wir, aku nangis baca pesan terakhir kamu, dan untuk ilmu ikhlasnya makasih Wir. Lagi, makasih untuk semua usaha kamu ngebuat aku tetap optimis ngejalani hidup, makasih banget atas segalanya. Semoga kamu ngerti kenapa aku selalu nolak setiap pemberian dari kamu, di sisa waktuku aku hanya ingin memberi tapi mungkin begitulah cara Tuhan menghiburku dan perantara itu adalah kamu Wir. Aku janji, suatu saat kita akan ketemu lagi, entah aku yang akan mencarimu atau kamu yang akan menemukanku atau bisa saja cerita kita akan berakhir sebagai kisah. Tentang jodoh aku hanya bisa pasrah, entah siapa yang lebih dulu Dilamar oleh seseorang atau di pinang oleh kematian. Dan sederhana saja, jika segala sesuatu telah Allah siapkan untukmu, dia tak akan terlepas dari hidupmu bagaimanapun dunia coba mengganggunya. Tapi, jika bukan Allah takdirkan untukmu, maka akan selalu ada cerita yang mengharuskan semua itu menghilang".

Lupa bahwa kita adalah sebuah kata yang mencoba mencari makna dalam paragraf diantara banyak kalimat. Kita memang tak sempurna tapi bisa bahagia pada titik yang tak sempat memleluk koma.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Abadi Laraku (Sebuah Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang