Lembayung senja dan deru air sungai itu selalu setia menemaniku dan Lara membunuh waktu yang akhirnya membuat kami semakin akrab dalam menjalin hubungan pertemanan. Berawal dari obrolan ringan hingga ke berbagai topik pembicaraan, dan saking seringnya aku dan Lara duduk ditempat favoritnya itu (Dam ditepi sungai untuk membendung luapan air saat banjir sebagai mencegah abrasi), seringkali kebersamaan kami di salah artikan oleh para sahabat. Kami disangka memiliki hubugan spesial selain pertemanan, dan kusikapi semua itu dengan santai tanpa komentar sebab, memang hubunganku dan Lara hanyalah sebatas sahabat. Aku memaklumi, karena memang sudah menjadi budaya ditempatku kedekatan antara laki-laki dan perempuan selalu dianggap sebagai hubungan spesial / pacaran, selagi mereka hanya beranggapan tak sampai kepada fitnah kurasa wajar-wajar saja. Sampai pada minggu yang paling mengesankan itu, memberikan Rasa yang tak pernah kuharapkan sebelumnya dan tak juga bermaksud untuk mengelaknya, berawal dari situlah kisah dibalik persahabatanku dan Lara bermula.
Andai janji yang telah disepakati tak terlaksana, mungkin alur kisahnya bisa saja berbeda tapi, itulah hidup yang sering membuat kemungkinan-kemungkinan yang acap-kali membuatku selalu menaruh harap dan asa sehingga tetap tegar dan lebih mengerti cara menikmatinya.
"Ra, jadikan kita berpetualang hari ini?" Tanyaku setelah kusapa diujung telpon.
"Jadi dong Wir," Ia langsung menjelaskan rute perjalan yang akan kami tempuh "pokoknya hari ini kita harus mengitari kota suka-suka, eh salah Ibukota kabupaten lebih tepatnya."
"Nanti sore ya, abis Ashar gimana?" Tawarku, "Atau sekarang mumpung masih pagi!!" memberi opsi.
"Jangan pagi dong, PR dirumah masih banyak yang belum selesai," tanpa jeda ia menolak opsi kedua "Sore juga jangan, soalnya ada rapat guru ba'da Ashar."
"Terus ?" Tanyaku penasaran
"Nanti siang abis sholat Zuhur!!" tanpa menunggu pendapatku ia melanjutkan "dan kamu nggak boleh Nolak. Titik!!!" Dengan nada penegasan yang sempurna.
"Oke... siapa takut!!" Ku mengiyakankan ajakannyaSekitar jam 13.00 wib, kulihat pesan lara di Smartphone memberitahukan bahwa ia telah siap untuk berpetualang mengitari Ibu kota kabupaten yang sudah lama tak ia kunjungi dan kubalas dengan emoticon Jempol pertanda akupun telah siap. Tak lama kemudian, dari jendela kulihat motor menghampiri rumah dan Lara dengan pakaian bermotif bunga berwarna hijau diantar oleh Shakila. Kubergegas ke beranda menyambut kedatangannya, dan Lara terlihat begitu menawan dengan busana yang ia pakai.
"Wir, ayo . . . nunggu apa lagi?" sambil mengucapkan terima kasih pada Shakila "Makasih Kila sayang, serius gak pengen ikut kita?" tawarnya.
"Gak ah, panas-panas gini mending tidur siang. Aku pulang Ra, Wir!!" Shakila pamit
"Ok Kila, makasih ya." Balas Lara, kemudian Shakila perlahan menjauh dari pandangan bersama motor yang ia kendarai.
"Ini serius mau berangkat sekarang?" Kukembali meyakinkan Lara
"Kamu tu ya, kebiasaan deh." Sambil ngomel ia melirik pada Motor Thrill yang terparkir didepan rumah "Eh itu si Ganteng keren bangat Wir. Kita pakai si Gantengkan bertualangnya?" Tanyanya dengan Antusias
"Ya. . . begitulah kira-kira." Jawabku sambil mengernyitkan bahu.Lalu kuhidupkan motor dan mempersilahkan Lara naik untuk kuboncengi, kamipun berangkat dengan terik mentari yang sinarnya dengan pasti menembus ozon dan menghantarkan panas yang langsung dirasakan oleh sekujur tubuh. Di perjalan kuajak Lara berbincang tentang banyak hal, termasuk menanyakan perasaannya saat itu yang tengah ku boncengi dengan motor kegemarannya di anatara semilir angin yang berpapasan dengan laju kendaraan.
"Bagaimana perasaan anda tentang pengalaman pertama anda bersama si Ganteng?" Kumulai bak wartawan yang sedang mewawancarai narasumbernya.
"Jadi gini ya rasanya naik si ganteng. . . hanya satu kata, Wir. PRESTISIUS!!!!" Ucapnya.
"Btw. . . sejak kapan sih suka sama Motor Thrill?" Kembali kutanya
"Udah lama, Wir." kemudian ia menceritakan kisahnya "Sebenarnya aku tuh jatuh cinta pada pandangan pertama sama si Ganteng ini, dulu pas awal-awal kuliah aku lihat diantara banyak motor yang terparkir di kampus namun, hanya si Ganteng lah yang mampu mengalihkan perhatianku. Bagiku motor Thrill terlihat keren dan gagah tapi tetap bersahaja, ia bisa diajak kemana saja, jalan berlumpur atau jalan raya sama sekali tak menghalanginya untuk tetap melaju. Dan sejak itu hingga kini cintaku pada si Ganteng tak pernah padama. hehe" Suaranya terdengar agak sayup terhempas oleh angin yang menerpa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abadi Laraku (Sebuah Cerpen)
RomanceJika hidup tentang penantian maka, aku sudah berada di jalur yang benar sebab, bagiku cukuplah kesementaraan dunia menahan bahagiaku dengan mu. Jika hidup tentang bertahan maka, aku salah satu dari beberapa orang yang hingga saat ini masih menggengg...