#5

14 0 0
                                    

Terdengar alunan gitar dari dalam kamar Kila. Moodnya pecah bersamaan dengan pipinya memerah akibat tamparan oleh papanya tadi.

"Kila?" panggil bundanya sembari memasuki kamar cowok itu. Wanita berumur 30-an itu membawa segelas minuman hangat. "Maafin papa, ya?"

Kila tak menjawab. Ia terus memainkan gitarnya, tak menanggapi perkataan bundanya.

"Ini susunya bunda taruh di meja, ya. Kila istirahat, kurangin ya, nak, ngerokoknya."

Dan bunda Kila meninggalkan ruangan itu.

Kila mengambil handphonenya, melihat jam. Masih terlalu pagi untuk terlelap.

Ia mengambil jaket yang ia gantung di belakang pintu, mengambil kontak mobilnya di atas meja, lalu keluar dari kamar.

"Lia," panggil Kila saat menemui adiknya di ruang makan. "Ayo, ikut."

Thalia yang sedang menikmati kopinya menoleh. "Kemana?"

"Udah, ikut aja. Temenin."

Thalia menuruti permintaan kakaknya. Ia juga mengambil jaket di kamarnya, lalu mengikuti kakaknya menuju mobil.

*****

Malam masih panjang dan akan terasa lebih panjang jika Kila bergeming di dalam kamarnya. Bisa-bisa dia bunuh diri. Pukul 8 malam, masih banyak yang berlalu-lalang. Thalia masih tidak tahu kakaknya akan menuju kemana tapi ia memilih diam. Ia tahu pikiran kakaknya sedang kacau. Sebenarnya ia khawatir kakaknya menyetir dengan isi kepala yang semerawut.

"Bang, laper nih. Cari makan dong." pinta Thalia.

"Iya, Bang Kila juga laper. Mau makan angkringan apa yang lain?"

"Terserah deh, yang penting makan. Yang deket aja."

Kila mengarahkan mobilnya ke restoran ayam cepat saja karena memang itu yang terdekat.

Mereka memilih duduk di luar. Menyantap hidangan sambil ditemani angin malam yang tidak terlalu dingin. Sejenak hanya terdengar suara kecapan mulut dan kendaraan yang berlalu-lalang. Setelah makan, Kila memantik rokoknya dan menghisapnya kuat-kuat. Thalia hanya memperhatikannya. Biasanya Kakaknya tidak merokok di depannya. Ini pengecualian karena Thalia tahu, kakaknya sedang banyak pikiran.

"Hari ini udah abis berapa?" tanya Thalia.

"Ini abang baru beli lagi tadi."

Thalia kembali memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan, menunggu kakaknya.

"Udah, ayo lanjut." ajak Kila dan merekapun melanjutkan perjalanan.

Bukan perjalanan yang lama, tapi jarak yang ditempuh lumayan jauh. Mereka sampai di sebuah rumah minimalis tetapi terlihat sangat nyaman. Ini adalah rumah pelarian Kila jika ia tidak betah berada di rumah utama.

"Rumah siapa, bang?"

Kila mengeluarkan kunci dari dalam saku lalu memasukannya ke lubang kunci dan membuka pintu depan rumah itu.

"2 bulan lalu, ada paket buat Bang Kila, pas dibuka, isinya kunci sama alamat rumah ini. Ayah yang kirim."

Sejenak, Thalia terdiam. Ayah. Ia sangat merindukan ayahnya. Sudah hampir 2 tahun sejak ia bertemu ayah kandungnya terakhir kali.

Mereka memasuki rumah itu. Thalia melihat sekeliling, menyapu pandangannya ke serluruh ruangan. Rumah itu memang tidak terlihat besar tapi sangat nyaman. Tidak ada ruang tamu. Hanya ruang santai dan ruang dapur kecil, cukup untuk memasak jika lapar. Ada dua kamar tidur. Biasanya Kila pergi kesini untuk membersihkan rumah sekalian main bersama teman-temannya. Ada playstation 4 yang menyambung dengan televisi di ruang santai.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 25, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

NgawangWhere stories live. Discover now