Empat

58 6 0
                                    

“Kau ingin tahu, bagaimana rasanya jatuh cinta? Rasanya seperti ini, Asuka. Kau merasakannya bukan? Jantungku berdetak cepat. Aku merasakan sensasi aneh yang menjalari tubuhku, membuat tubuhku gugup…saat bersamamu. Apakah kau percaya, kalau kukatakan aku jatuh cinta padamu?”

Kepalaku pusing sekali saat aku membuka mata. Aku melihat keadaan sekitar, aku ada di ruangan  yang serba putih. Tiba-tiba ada yang masuk, wanita dengan pakaian putih mengampiriku.

“Nona Asuka, anda sudah sadar?” Tanya wanita itu.

Aku memperhatikan wanita itu berjalan kearah jendela dan membuka tirainya. Cahaya terang menyilaukan mataku. Aku mengerjapkan mata dan pandanganku akhirnya jelas. Aku ada di rumah sakit karena aku pingsan malam itu. Malam itu…dia mengatakan aku bukan siapa-siapa. Air mataku jatuh kembali. Perkataannya bagaikan suara yang berputar-putar di kepalaku.

“Anda tidak apa-apa?” Tanya wanita yang ternyata perawat rumah sakit ini. “Kedua orang tuamu baru saja pulang untuk mengambil pakaianmu.” Lanjutnya sambil memeriksa botol infus dan menulis di catatannya.

Kemudian perawat itu pergi, membiarkan aku beristirahat setelah dia memberi obat. Aku berbaring lagi di kasur, mengingat kata-katanya yang menyakitkan hatiku.

Aku melihat ada buket bunga di atas meja. Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan mengambil bunga itu. Wanginya harum sekali. Aku membaca note dari pengirimnya.

‘Aku minta maaf. Sei’

Sei? Dia datang kesini?

Pintu terbuka, aku melihat Ibuku masuk mengampiriku. “Asukaaa…” Ibu memelukku. Ibu melihatku memegang buket bunga dari Sei.

“Tadi pagi-pagi sekali, Sei membawakan bunga ini.” Kemudian Ibu melanjutkan, “Kalian kenapa?” tanyanya menyelidik.

“Ti-tidak kenapa-kenapa kok, Bu.” Jawabku bohong. Maafkan aku Ibu.

“Tidak kenapa-kenapa, tetapi Sei sangat mencemaskanmu. Bahkan saat kau dibawa ke rumah sakit dia tidak mau pulang, bersikeras ingin menunggumu sadar.” Terang Ibu.

Aku tertegun, heran. Dia ingin menungguku sadar? Aneh…

“Tetapi setelah Ayahmu bilang kalau besok Sei harus sekolah, akhirnya dia menyerah dan pulang setelah mengatakan sesuatu untukmu.” Ibu terus berbicara.

Apa kira-kira yang dikatakannya padaku?

“Ibuu, aku lapar.” Aku mengalihkan perhatian, tidak mau membahas Sei untuk saat ini.

“Ya sudah, Ibu membawakanmu sup miso dan beef teriyaki.” Ibu menyerah dan membuka kotak makanan. Wangi masakan Ibu sungguh membuatku kelaparan. Sepertinya aku sudah berhari-hari tidak makan, melainkan diberi infus seperti ini.

Setelah makan, perawat tadi memeriksa kondisi tubuhku. Besok aku sudah bisa pulang, katanya. Aku senang sekali, karena di rumah sakit sungguh membosankan. Setelah selesai, perawat itu keluar dari kamarku. Ibu juga ingin pulang untuk menyiapkan makan malam sedangkan Ayah akan datang jam lima setelah pulang kerja. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Ibu membukakan pintu.

“Asuka, ada Sei. Ibu tinggal dulu ya?” Ibu keluar kamar memberi kami sedikit privasi.

Sei? Aku buru-buru memasang tampang sekesal mungkin. Saat Sei masuk, aku merasa kikuk melihat dirinya yang tidak mengalihkan pandangannya dari wajahku.

“Hei, Asuka. Kau sudah sadar?” Tanya Sei. Pertanyaanya lebih seperti penyataan.

Aku tidak menjawab, hanya melihat wajahnya sebentar lalu memalingkan wajahku ke jendela.

“Ba-bagaimana keadaanmu?” suara Sei terdengar gugup. Baru kali ini aku melihatnya gugup.

Aku masih tidak menjawab pertanyaannya. Sei menaruh buket bunga mawar merah di meja. Sei mendekati tempat tidur kemudian memegang tanganku yang di pasang jarum infus. Tangannya yang hangat membuat darahku berdesir cepat.

“Kurasa, kau tidak mau berbicara denganku, Asuka. Aku mengerti.”

“Aku pulang dulu, semoga kau besok bisa masuk sekolah. Aku sangat merindukan pulang bersama denganmu.” Lanjut Sei. Aku masih memalingkan wajahku. Begitu aku menoleh, dia sudah pergi.

Sei merindukanku pulang bersamanya? Ada apa dengan otaknya?

Aku melirik buket bunga mawar yang Sei berikan di atas meja. Aku mencium wangi yang sungguh menenangkan. Aku bertanya-tanya, mengapa dia memberikan bunga mawar? Di dalam buket bunga terselip selembar kertas lalu aku membacanya.

‘Bunga ini akan layu, kalau kau tidak memaafkanku. Sekali lagi, aku minta maaf. Sei’

Oh! Ini sangat bukan Sei! Bagaimana bisa dia menulis kata-kata seperti ini? Aku curiga ada masalah dengan isi kepalanya!

.

.

.

To be continued

.

.

.

Ohohoho junko-chan update lagi nih *tebarbunga* *narihula-hula*

Gimana ceritanya? Masih ada yg baca kah?

Cerita ini bakal selesai 2 chapter lagi, kok. Gak sabar ih gimana endingnya :3 oiya chapter selanjutnya bakal ada special chapter, pantengin terus yak~~

Oiya satu lagi, jangan lupa comment cerita ini ya, barangkali ada kata-kata yg harus diperbaiki.

Arigatou-ne~

Junko-chan :3

In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang