Lima

68 5 0
                                    

Hoihoi minna-san~ Junko-chan muncul lagi nih xD pada seneng kan? Huehehe :p oiya di chapter kemaren aku janji mau ngasih special chapter kan? So, nggak usah nunggu lama-lama lagi, let's check it out !!!

.

.

.

Special Chapter

.

.

.

Sei’s POV

“Aku tidak peduli. Terserah kau mau bagaimana mendeskripsikan dirikku. Toh, kau bukan siapa-siapa.”

Aku mengutuki diriku begitu menyadari apa yang sudah kukatakan pada Asuka. Bodoh, sangat-sangat bodoh sekali! Aku berjalan mondar-mandir di kamarku. Asuka belum pulang, padahal sudah satu jam sejak aku membentaknya di rumah. Aku sungguh khawatir, aku harus mencarinya, pikirku.

Tanpa berpikir panjang, aku mengambil jaket lalu turun ke bawah. Sebelum membuka pintu, aku melihat dari jendela Asuka sedang melewati pagar rumahku. Aku masih mengintip di balik jendela Asuka masuk ke dalam rumahnya. Aku bernapas lega, setidaknya aku tidak begitu khawatir lagi.

Aku naik ke kamarku, menghempaskan tubuhku ke kasur kemudian mendesah pelan. Akhir-akhir ini aku terlalu banyak berpikir. Bukan memikirkan pelajaran maupun ujian kelulusan, melainkan tentang apa yang kurasakan saat bersama Asuka. Aneh memang untuk laki-laki sepertiku yang belum pernah berpacaran, aku memang tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Merasakan perasaan yang membuat jantungku mendadak berhenti berdetak, darahku berdesir cepat, maupun keringat dingin yang membasahi tubuhku.

Aku merasakan perubahan pada diriku. Perubahan seorang remaja yang ditandai dengan tertarik dengan lawan jenis. Dan orang itu adalah Asuka. Aku juga tidak mengerti mengapa harus dia yang harus menarik di mataku. Padahal aku sudah hapal kebiasaannya, sifak kekanakannya, dan bahkan sifat pelupanya yang membuatku gemas mengajarinya  belajar. Memikirkannya saja sudah membuatku senyum-senyum sendiri.

Ketukan pintu kamarku menghentikan lamunanku tentang Asuka. Aku berdiri kemudian membukakan pintu. “Ada apa, Bu?”

“Asuka dibawa ke rumah sakit.”

“Apa?!” Kakiku terasa lemas sekali.

Setengah jam kemudian, aku sampai di rumah sakit tempat Asuka di rawat. Aku langsung berlari menuju UGD. Kedua orangtuaku mengikutiku dibelakang. Aku melihat Bibi Yuri dan Paman Tohru duduk di depan ruang UGD, kemudian aku menghampiri mereka.

“Bibi, bagaimana keadaan Asuka?” tanyaku cemas.

“Dia sedang diperiksa dokter. Ada apa Sei? Apa kalian bertengkar? Begitu sampai rumah, Asuka langsung tidak sadarkan diri.” Jawab Bibi Yuri. Ibuku merangkul Bibi Yuri.

“Aku minta maaf, Bibi.” Hanya itu yang keluar dari mulutku. Aku menunduk merasakan wajahku memanas. Aku merasa sangat bersalah.

Beberapa menit kemudian dokter keluar dari ruang UGD. Kedua orangtua Asuka menghampirinya menanyakan bagaimana keadaan putrinya.

“Putri kalian tidak apa-apa, dia hanya demam. Saya akan memindahkannya ke ruang rawat dan kalian bisa melihatnya.” Jawab dokter itu kemudian pergi.

Aku duduk di depan ruang rawat Asuka sendirian. Kedua orang tua Asuka bersama kedua orangtuaku sedang berada di dalam. Sunggguh aku merasa sangat bersalah, aku terlalu kejam padanya. Aku bergerak gelisah di kursi yang kududuki.

“Sei, kau tidak mau melihat Asuka?” tanya Ayahku.

“A-aku─”

“Sudahlah, Sei. Asuka tidak kenapa-kenapa, hanya demam biasa. Mungkin dia kelelahan belajar setiap hari bersamamu.” Ucap Bibi Yuri meyakinkanku untuk tidak cemas. Aku masih menundukkan kepalaku.

“Cepat temui dia. Setelah itu kita pulang, besok kau bisa menjenguknya sepulang sekolah.” Ucap Ibuku sambil mengelus bahuku lembut. Tangannya kemudian mendorongku menuju pintu ruang rawat Asuka.

“Aku mau disini saja, menunggu Asuka sadar, Bibi. Boleh kan?” pintaku. Bagaimanapun ini semua salahku, dan aku harus bertanggung jawab.

“Ini sudah malam Sei, besok sepulang sekolah kau bisa kesini. Lagipula besok ujian, kan?” ucap Paman Tohru. Aku sudah tidak peduli lagi dengan ujian. Aku ingin Asuka melihatku pertama kali begitu dia sadar.

“Baiklah, tapi aku mau melihat Asuka dulu sebelum pulang.” Aku masuk ke kamar rawat Asuka. Dia terbaring lemah di tempat tidur dengan jarum infus menempel di tangannya. Aku mendekati tempat tidurnya, mengamatinya kemudian mengelus kepalanya─yang sering kujitak─perlahan.

Aku mengambil tangannya yang dipasang jarum infus, meletakkannya di dada kiriku. Aku mendekatkan kepalaku ke wajah Asuka kemudian membisikkan sesuatu. “Kau ingin tahu, bagaimana rasanya jatuh cinta? Rasanya seperti ini, Asuka. Kau merasakannya bukan? Jantungku berdetak cepat. Aku merasakan sensasi aneh yang menjalari tubuhku, membuat tubuhku gugup…saat bersamamu. Apakah kau percaya, kalau kukatakan aku jatuh cinta padamu?”

.

.

.

To be continued

.

.

.

Gimana, gimana? Kayaknya nggak enak kalau kalian nggak tau perasaan Sei. Well, mungkin chapter selanjutnya bakal epilog, deh. Dan di epilog nanti aku bakal update cerita baruku~~~

So, sekali lagi, jangan jadi reader pasif ya, guys. Tinggalkan comment dan vote cerita aku yaaaa~

Arigatou,

Junko

In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang