Epilogue

53 2 4
                                    

“Asukaa…kau lama sekali sakitnya! Kau tahu, aku sangat rindu bergosip denganmu!” Emi memelukku sesaat aku tiba di kelas.

“Aku kan hanya tiga hari tidak masuk. Apa kau bilang? Kau hanya rindu bergosip denganku? Menyebalkan sekali kau, Emiii! Aku menjitak kepala Emi.

“Aduh, Asuka kau kejam sekali!” Emi meringis sambil mengusap kepalanya. Aku jadi teringat saat Sei menjitak kepalaku, dan aku akan mengusap kepalaku yang sakit. Setelah itu aku akan memaki-maki Sei, dan seperti biasa Sei akan menghiraukanku dan berjalan meninggalkanku. Dasar pria kejam!

Hari ini sekolah dibubarkan dua jam lebih cepat, karena ada rapat guru dan kepala sekolah. Murid-murid bersorak gembira setelahTateyama sensei meninggalkan kelas. Beberapa kumpulan anak perempuan merencanakan untuk pergi ke salon, berbelanja di mall, maupun nongkrong di café. Aku dan Emi, biasanya akan pergi ke toko buku, tetapi berhubung sebentar lagi ujian dan aku baru sembuh dari sakit, aku harus segera pulang.

“Asuka, kau pulang bersama Sei-kun, kan?” Tanya Emi sambil membantu memasukkan buku ke dalam tas.

“Hmm, kupikir tidak.” Aku belum siap bertemu dengan Sei.

“Ya sudah, aku akan mengantarmu pulang.” Ucap Emi sambil membawakan tasku.

Hari ini aku tidak banyak bicara, bahkan pelajaran yang diberikan Tateyama sensei tidak kudengarkan. Biasanya aku selalu mencatat─tips yang diberikan Sei─setiap pelajaran yang diberikan guru. Lagi-lagi aku memikirkan laki-laki satu ini, sungguh menyebalkan!

“Hei, Asuka, bagaimana menurutmu?” Emi membangunkanku dari lamunanku.

“Eh? Kurasa kau cocok dengannya Emi. Kau ini cantik, dan dia terlihat tampan. Aku menyetujuimu.” Jawabku asal.

“Kau tidak mendengarkanku ya? Kau ini kenapa? Seharian diam melamun, tidak mendengarkanku bicara. Ada apa? Cerita kepadaku.” Cecar Emi.

“Umm, ti-tidak ada apa-apa kok Emi! Aku hanya melamun memikirkan ujian kelulusan yang sebentar lagi tiba. A-aku sangat gugup.” Jawabku bohong. Maafkan aku, Emi.

“Ya sudah, sekarang masuklah, istirahat. Nanti setelah tubuhmu merasa lebih baik, kau harus menyicil pelajaranmu yang tertinggal.” Tenyata aku sudah sampai di depan rumahku. Selama inikah aku melamun?

“Terima kasih, Emi.” Aku memeluk Emi. Seandainya kau tahu perasaanku Emi. Lalu Emi meninggalkanku di depan rumah. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilku.

“Hai.” Aku menoleh.

Sei…

Dengan cepat aku berjalan masuk ke dalam rumah, namun Sei menarik tanganku. Aku menghentikan langkahku.

“Kau masih belum mau berbicara denganku, Asuka?” tanyanya terdengar lirih. Oh!

Aku mengencangkan tanganku yang sedang dipegang Sei. Ingin melepaskan, tetapi Sei malah mempererat genggamannya.

“Lepaskan.” Ucapku pelan.

“Aku tahu kau marah padaku. Aku minta maaf.” Lanjutnya sambil mengendurkan genggaman tangannya padaku. Tetapi dia tidak benar-benar melepaskan tanganku, melainkan meletakkannya di dadanya.

Aku berbalik dan menatapnya matanya. Matanya mengunciku, seolah menyiratkan sesuatu. Aku merasakan jantungnya berdetak kencang. Sei tersenyum kepadaku.

“Ini yang kurasakan saat kau bersamaku.”

“Apakah kau percaya, kalau aku telah jatuh cinta padamu, Asuka?” lanjutnya.

Apa maksud dari ucapannya? Oh, aku tidak mengerti.

“Aku memang laki-laki yang tidak mengenal cinta seperti yang kau katakan, tetapi kau yang mengenalkanku apa itu cinta.” Sei melanjutkan, “A-aku hanya tidak bisa menjelaskan semua ini.”

Apa yang dia bilang? Oh, ini akan jadi berita baru!

“Nah, Asuka, maukah kau menjadi pacarku?”

Aku mengerjapkan mata berkali-kali. Pasti Sei sedang bercanda saat ini. Aku tidak boleh masuk perangkapnya kali ini, aku harus waspada!

“Mungkin, ini saatnya aku mempunyai kekasih, dan aku ingin hubungan ini serius.” Ucap Sei mantap.

Aku masih menganga menatap Sei dengan tatapan tidak percaya. Apakah aku sedang bermimpi? Aku mencubit lenganku, ternyata sakit. Ini kenyataan!

“Um-um Sei, mengapa aku? Bukankah ada perempuan yang jauh lebih baik dariku?” tanyaku masih bingung dengan semua pernyataan Sei.

“Apa aku harus memberi alasan?”

Ah, apa harus ada alasan? Benar juga. Semua itu tidak penting, gadis mana yang akan Sei pilih untuk jadi kekasihnya bahkan gadis cantik seperti Hyori sekalipun─dia memilihku. Tetapi, tiba-tiba aku teringat kata-katanya yang menyakitkanku.

“Ta-tapi, kau bilang aku ini bukan siapa-siapa…” aku menundukkan kepalaku─menahan isakanku yang semakin terdengar jelas.

“A-aku hanya tidak bisa mengerti─” ucapku terhenti karena Sei menaruh telunjuknya di depan bibirku.

“Kau tidak harus mengerti.” Balas Sei seraya mengelus pucuk kepalaku.

Dia menarik tubuhku dan memeluknya. Aku tersenyum di pelukannya. Pelukannya terasa hangat melingkupi tubuhku. Rasa kesal untuknya tiba-tiba menguap begitu saja. Beban yang membuatku tidak konsentrasi pada setiap pelajaran akhirnya sirna. Aku tertawa pelan, tidak kusangka pikiranku begitu sempit dan diriku terlihat bodoh sekali.

“Mulai sekarang, jangan melihat orang lain! Kalau tidak, aku akan menjitak kepalamu pakai kamus!” ucapnya. Oh, dia sudah kembali!

Aye, aye Captain!” jawabku tegas seraya menirukan sikap hormat.

.

.

.

FIN

.

.

.

Akhirnya selesai juga~ *narisaman*

Gimana, gimana ceritaku? Masih jauh dari kata sempurna ya? Nggak nyentuh ya? Nggak romantis ya? *mojok*

Oh iya setelah ini aku bakal upadate cerita baruku, judulnya Little Star In Your Eyes. Rencananya sih bikin sequelnya hahaha tapi masih rencana loh ya? Habisnya masih banyak ceritaku yg lain terbengkalai...

Aku nggak pernah bosen ngingetin kalian, jangan jadi silent reader ya guys *tebarcium* *pelukreaderatu-atu*

Tunggu ceritaku selanjutnya, ya :*

Junko-chan

In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang