Chapter 4

25 4 3
                                    

Di ruang BK, Zylla dan dua team basket di cecar dengan berbagai pertanyaan.

"Zylla, jawab saya. Kenapa kamu merusak atribut kampus?!" Ketua Dekan, selaku penanggung jawab kampus, bertanya.
"Kamu masih baru disini. Tolong jangan ber-ulah ya! Ini sudah kasus kedua mu, bahkan hukuman kamu belum selesai".
Zylla hanya tersenyum. Tak nampak raut menyesal di wajahnya. Tapi di barisan paling belakang, terdengar suara pengakuan dari salah seorang team basket. Membelah barisan mahasiswa, lalu berjalan maju berdiri tepat disamping Zylla. Pria dengan aksen suara yang khas.

"Saya yang melempar bolanya Pak. Karena sewaktu bermain, saya melihat arwah anak kucing yang mati kemarin lusa terbang melayang di lapangan, jadi saya hilang fokus, sampai bolanya meleset jauh dari ring". Seketika suasana berubah, dengan gelak tawa yang pecah di langit-langit ruang BK. Ketua dekan pun ikut tersenyum. Dan ya! Kalian tahu siapa yang tidak menyunggingkan senyumnya sama sekali.

Ia menambahkan "Mohon maaf Pak, karena kelalaian saya, permainan jadi tidak kondusif. Perihal bola basket yang rusak, besok akan saya ganti".

Selesai. Zylla dimaafkan, dan dua team basket itu kembali ke kelasnya masing-masing. Tapi tentu saja tidak sesingkat itu.

"Hei pencabut nyawa, pisau mu tertinggal!" Di depan ruang BK, ia memanggil Zylla dengan sebutan seperti itu. Sontak saja, yang dipanggil mematung.

Zylla berbalik, menghampiri. "Berikan!"
Dan happ! Pisau itu disembunyikan dibalik badannya. Ia mengambil pisau itu, ketika masih tertancap di bola basket.

"Aku sudah bilang. Di kampus ini enggak boleh bawa benda tajam. Kali ini, aku yang pegang".

Zylla mulai kesal, tapi tetap bersikap tenang. "Apa pedulimu?"

"Kamu mau ini? Kamu bisa ambil langsung dikelas Sastra 4, di ujung koridor, cari saja Grandy" Dan berlalu meninggalkan Zylla yang mematung.

Yang ditinggalkan, bergumam dalam hening. "Di kampus ini, apa semua penghuninya se-menyebalkan dia?"

PSYCHOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang